Konten [Tampil]
Sekarang ini, batik memang telah menjadi budaya
khas Indonesia. Bahkan batik pun telah diakui dunia, melalui UNESCO sebagai
Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral
and Intangible Heritage of Humanity), sejak 2 Oktober 2009.
Museum Batik Danar Hadi, Surakarta |
Terutama di Surakarta atau Yogyakarta, budaya
batik begitu kental karena keberadaan keraton yang ada di sana. Masing-masing
keraton yakni Surakarta, Yogyakarta, serta dua istana kadipaten; Mangkunegaran
dan Pakualaman, turut memengaruhi kekhasan batik yang ada di Surakarta dan
Yogyakarta.
Batik Kasunanan Surakarta |
Saat ini jika wisatawan berkunjung ke Surakarta
atau Yogyakarta, maka akan banyak dijumpai berbagai benda dan suvenir dengan
motif batik untuk dibawa pulang. Selama ini mungkin banyak orang menganggap
bahwa budaya batik hanya berhubungan dengan keraton. Namun fakta tentang batik
ternyata lebih luas.
Musem Batik Danar Hadi
Sebelumnya,
pengetahuan saya mengenai batik pun cukup terbatas. Selama ini, saya hanya
mengenakan batik motif Surakarta dan Yogyakarta yang saya gunakan saat
berkesenian karawitan dengan menyesuaikan gaya sajian kesenian karawitan
tersebut (Surakarta dan Yogyakarta).
Setelan Pentas Karawitan Gaya Surakarta |
Pada tanggal 30 september 2018, saya mendapat
kesempatan untuk menambah wawasan seputar batik. Melalui undangan dari Batik
Danar Hadi yang salah satunya ditujukan kepada Blogger Solo, saya pun ikut
serta. Acara pun dimulai pada pukul 14.00 WIB, bertempat di Museum Batik Danar
Hadi, Surakarta (Solo).
Dipandu oleh Bu Asti Suryo Astuti |
Kami dipandu langsung oleh Asisten Manajer
Museum Danar Hadi Surakarta, Ibu Asti Suryo Astuti. Beliaulah yang menjelaskan
kepada kami segala pengetahuan seputar batik. Perjalanan kami menjelajah Museum
Danar Hadi dimulai pukul 14.15 WIB saat Bu Asti mulai memperkenalkan diri dan
menjelaskan seputar Museum Batik Danar Hadi.
Museum Batik Danar Hadi tepatnya berada di Jalan
Brigjend Slamet Riyadi Nomor 261, Sriwedari, Laweyan, Kota Surakarta. Museum
Danar Hadi diresmikan oleh Presiden Megawati Sukarno Putri pada 20 Oktober
2000. Museum ini buka dari pukul 09.00 WIB sampai 16.30 WIB dengan tarif masuk
Rp35.000,00 untuk umum dan Rp15.000,00.
Peresmian Museum Batik Danar Hadi dan Penghargaan MURI |
Menurut Bu Asti, misi pendirian museum ini yang
pertama adalah untuk melestarikan dan mengembangkan seni batik, sebagai sarana
pendidikan, dan sebagai obyek wisata di Kota Surakarta. Tempat ini pun sangat
cocok bagi mereka yang ingin mengembangkan wawasan dan pengetahuan seputar
batik.
Buka Wawasan seputar Batik
Tempat pertama yang
kami tuju adalah ruangan Batik Keraton. Di ruangan ini ditampilkan koleksi
batik khas keraton di Jawa yakni Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan
Pakualaman. Motif batik keraton pun tidak sembarangan karena di dalamnya
terkandung berbagai nilai filosofis saat diciptakannya.
Salah Satu Batik Khas Surakarta |
Batik keraton ini dulunya diciptakan oleh mereka
yang berada di Keputren (tempat tinggal bangsawan putri keraton), meliputi
istri, selir, dan putri raja. Hal itu dikarenakan kegiatan sehari-hari mereka
di Keputren adalah membatik sebagai pelatihan olah, cipta, rasa, dan karsa.
Sebelum membuat pola batik, mereka terlebih
dahulu melakukan meditasi dan puasa sehingga turut tercipta filosofi pada pola
batik tersebut. Salah satu filosofi motif batik yang dapat ditemukan ada di
batik motif truntum. Ada kisah/filosofi yang menjadi dasar mengapa kain motif
ini cocok digunakan saat prosesi panggih/resepsi pernikahan.
Kegiatan Membatik di Masa Lalu |
Truntum berarti Bersemi/Berkumpul Kembali ini
diciptakan oleh istri permaisuri Pakubuwono IV, Gusti Kanjeng Ratu (GKR)
Kencana. Konon karena beliau tidak bisa memberi keturunan laki-laki yang akan
dijadikan putra mahkota, maka dirinya pun dikembalikan ke Keputren.
GKR Kencana kemudian berdoa dengan memohon dan
bermeditasi kepada Tuhan di tengah kesedihannya. Beliau selanjutnya membatik
sehingga terciptalah kain yang nantinya bernama tuntrum tersebut. Pakubuwana IV
lalu memboyongnya kembali ke istana karena merasa trenyuh dan kagum atas
keteguhan GKR Kencana dalam menyelesaikan kain tersebut.
Usai kembali ke
Istana, GKR Kencana kemudian menamakan kain itu tuntrum yang berarti berseminya
kembali cinta Pakubuwana IV kepadanya untuk selamanya. Oleh karena itu kain
batik motif truntum yang kini variannya ada bermacam-macam ini banyak digunakan
untuk acara panggih/resepsi karena filosofi yang terkandung di dalamnya itu.
Warna Cokelat karena Pengaruh Hindu-Buddha |
Bu Asti juga menjelaskan kepada kami mengapa warna
batik khas keraton adalah cokelat dan hitam. Hal itu ternyata merupakan
pengaruh Hindu-Buddha yang turut memengaruhi warna batik. Dulunya pun motif
batik bergambar makhluk hidup, tetapi sejak Islam masuk, gambar makhluk hidup
itu diubah menjadi simbol-simbol saja (seperti sayap burung).
Selain batik motif
truntum, ada pula batik dengan motif parang. Motif batik yang satu ini pun
spesial karena sebenarnya hanya raja dan keturunannya yang berhak memakainya.
Oleh karena itu saat mengenakan batik ke suatu acara tertentu, maka hendaknya
mempertimbangkan apakah motif batik yang dikenakan sesuai dengan acara.
Batik Motif Parang |
Jangan sampai motif batik yang dikenakan saat
mengunjungi suatu acara tidak sesuai dengan acaranya. Misalnya mengenakan batik
tuntrum saat upacara pemakaman, atau bahkan mengenakan batik bermotif parang
saat menghadap raja. Tentu ketidaktepatan itu bisa dihindari dengan pengetahuan
seputar filosofi batik.
Batik Motif Parang untuk Raja dan Keturunannya |
Beragam Jenis Batik
Jenis batik pun
ternyata ada banyak sekali. Sebelumnya saya mengira bahwa batik yang ada hanya
bersumber dari keraton semata. Namun kenyataannya ada banyak jenis batik,
seperti Batik Madura, Batik Tulungagung, hingga Batik Belanda dan Batik Djawa
Hokokai. Masing-masing jenis batik memiliki latar belakang pembuatannya
sendiri.
Batik Djawa Hokokai |
Batik pun tidak hanya dibuat di lingkungan keraton.
Karena banyak digemari oleh khalayak, maka terciptalah batik-batik yang dibuat
untuk diperjual-belikan. Kondisi masyarakat saat itu juga turut memengaruhi
motif batik yang dibuat, seperti yang terjadi pada Batik Djawa Hokokai.
Batik Djawa Hokokai
dibuat pada masa penjajahan Jepang sehingga motifnya pun menyesuaikan dengan
apa yang disukai oleh pihak Jepang. Hal itu bisa dilihat dari motif batik yang
ada yakni berupa bunga dan juga kainnya lebih berwarna. Kondisi Perang Dunia II
juga turut memengaruhi format batik ini yakni pagi-sore.
Motif pada Batik Djawa Hokokai |
Format pagi-sore yang tampak separuh terang dan
separuh gelap disematkan di Batik Djawa Hokokai karena kondisi perang
menyebabkan bahan baku pewarna batik menjadi sulit diperoleh. Maka dalam satu
kain batik dibuat separuh terang dan gelap dengan tujuan untuk menghemat
pengeluaran di tengah kondisi sulit memperoleh bahan baku.
Ada pula Batik Indonesia yang diciptakan pada
awal masa kemerdekaan Republik Indonesia. Bu Asti menjelaskan bahwa batik ini
diciptakan untuk mempersatukan masyarakat melalui batik. Dikisahkan dulu
masyarakat pesisir tidak mau memakai batik keraton karena takut kuwalat,
sementara masyarakat keraton enggan memakai batik pesisir karena tidak cocok.
Batik Indonesia Pascakemerdekaan |
Akhirnya untuk mengatasi permasalahan itu, lima tahun
setelah merdeka Bung Karno memerintahkan seniman dan budayawan dari Solo untuk
menciptakan motif batik yang bisa digunakan untuk segala khalayak. Batik
Indonesia ini pun memiliki nama lain yakni Batik Kontemporer.
Selain berisikan seputar koleksi batik, di Musem
Batik Danar Hadi ini juga memiliki koleksi bahan pewarna alami pembuatan batik.
Bu Asti juga menjelaskan kepada kami mengenai proses pewarnaan batik tradisional
dari sejak mori (kain polos), klowongan (proses pertama), hingga selesai
menjadi batik.
Proses Pewarnaan dan Bahan Pewarna Batik |
Menurut penjelasan Bu Asti, ternyata proses
membatik merupakan karya seni tingkat tinggi karena memerlukan kesabaran hingga
ketelitian dalam mewarnai setiap detail bagiannya. Untuk saat ini, kebanyakan
bahan pewarna batik yang beredar di pasaran adalah bahan kimia karena bahan
pewarna alami sudah semakin sulit didapat.
Epilogue
Sebenarnya masih ada
banyak penjelasan seputar koleksi batik yang ada di Museum Batik Danar Hadi
ini. Jika semuanya ditulis, maka bisa saja keseluruhan tulisannya menjadi
sebuah buku. Pihak Danar Hadi pun sekarang sudah menerbitkan buku yang berisi
berbagai info dan pengetahuan seputar batik.
Kunjungan ke Museum Batik Danar Hadi, 30-09-2018 Sumber: https://www.instagram.com/dimassuyatno/ |
Beragam nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya
batik memang menjadikannya warisan budaya dunia dari Indonesia yang harus
dipertahankan untuk selamanya. Pada saat Hari Batik (2 Oktober 2018) pun museum
ini memberikan harga diskon yakni umum: Rp17.500,00 dan pelajar/mahasiswa:
Rp7.500,00.
Info:
Hari buka:
Setiap hari kecuali H1 lebaran dan 1 Januari
Jam Buka:
09.00 WIB – 16.30 WIB
Tiket masuk (normal):
Rp35.000,00 (dewasa); Rp15.000,00 (pelajar/mahasiswa)
Fasilitas:
Area parkir, toilet, mushalla, koleksi museum batik,
guide, toko batik
Waktu kunjungan terbaik:
Saat jam buka
Posting Komentar
Posting Komentar