Konten [Tampil]
Sosok Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya
memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban masyarakat di Pulau Jawa.
Beliau adalah raja pertama kerajaan Mataram Islam yang memerintah dari tahun 1587
hingga 1601 masehi dengan pusatnya di Kotagede, Yogyakarta.
Kahyangan, Dlepih, Tirtomoyo, Wonogiri |
Ternyata kisah mengenai Panembahan Senopati
tidak hanya saat dirinya menjadi raja Mataram Islam. Selain kisah yang sudah
saya tulis saat melakukan NAPAK TILAS KERAJAAN MATARAM ISLAM, ada kisah menarik
lain pula seputar Panembahan Senopati sebelum menjadi raja.
Kahyangan di Dlepih, Wonogiri
Terdapat suatu lokasi
yang berada di tengah-tengah kawasan pegunungan sebelah ujung tenggara
Kabupaten Wonogiri bernama Kahyangan. Secara Administratif, Kahyangan terletak
di Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.
Surakarta-Kahyangan
Meski dekat dengan perbatasan Kabupaten Pacitan,
tidak ada jalan utama yang menghubungkan Wonogiri dengan Pacitan di sini. Jalan
utama hanya membentang secara leter U dari Kecamatan Ngadirojo kemudian
Kecamatan Tirtomoyo, dan kembali ke Kecamatan Jatisrono di jalan lintas
Wonogiri-Ponorogo.
Jalan Menuju Kahyangan |
Menjelang sampai di Kahyangan, hamparan
pemandangan berupa pegunungan yang seakan mengelilingi pandangan senantiasa
tersaji di depan mata. Hal itu menunjukkan bahwa kawasan ini memang dikelilingi
oleh pengunungan.
Gapura Masuk Dusun Dlepih |
Kahyangan nantinya ada di salah satu titik di
kawasan bawah pegunungan tersebut, tersembunyi di tengah hamparan hutan dan
cukup terpisah dari pusat peradaban manusia. Tempat ini sendiri sudah cukup
terkenal karena terdapat banyak plang penunjuk jalan yang menunjukkan arah
sampai ke sini.
Pertapaan Leluhur Tanah Jawa
Kahyangan di Dlepih,
Wonogiri ini memang terkenal di kalangan para spiritualis dan pencinta wisata
religi atau spiritual karena dulunya Panembahan Senopati pernah bertapa di
kawasan ini sebelum menjadi raja Mataram Islam. Konon nama Kahyangan sendiri
telah disematkan di kawasan ini jauh sebelum Era Panembahan Senopati ada.
Pintu Masuk Kahyangan |
Diceritakan pula bahwa Kahyangan telah menjadi
tempat pertapaan sejak zaman Majapahit, terutama di kalangan brahmana dan
ksatria. Kemungkinan raja-raja Mataram Kuno, Ken Arok dari Singasari, dan Raden
Wijaya; pendiri Kerajaan Majapahit juga pernah bertapa di sini.
Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati Sumber: https://iyakan.com/perang-saudara-jawa/3576 |
Selain itu, Kahyangan juga pernah menjadi tempat
pertapaan Sunan Kalijaga. Setelah Panembahan Senopati, beberapa raja/penguasa
keturunan Mataram Islam juga bertapa di sini, yaitu Mas Rangsang (Sultan Agung
Hanyakrakusuma), Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan hamengkubuwono I), dan
Pangeran Sambernyawa (Mangkunegara I).
Petilasan Panembahan Senopati |
Pada waktu-waktu
tertentu misal malam Selasa atau Jumat Kliwon, terlebih malam 1 suro, kahyangan
banyak dikunjungi oleh masyarakat untuk bermeditasi atau ngalap berkah. Mereka
yang datang bahkan seringkali berasal dari tempat yang jauh seperti Ibu Kota
Jakarta, bahkan ada pula yang berasal dari Malaysia.
Mengenai upacara
ritual, tidak ada ritual khusus yang harus dilakukan di Kahyangan ini. Ritual
atau prosesi yang dilakukan semua berdasarkan kepercayaan masing-masing mereka
yang datang.
Pertapaan Kahyangan
Usai memarkirkan
kendaraan di area parkir yang disediakan, perjalanan menyusuri Kahyangan
dilakukan dengan berjalan kaki. Pada akhir tahun 2017, sekitar Bulan November
ketika curah hujan sangat tinggi karena Badai Cempaka, kawasan ini turut
terkena imbasnya berupa bencana tanah longsor.
Sisa Longsor Akhir Tahun 2017 |
Sisa longsor pun masih bisa ditemukan sebelum
memulai perjalanan di jalan setapak. Sesaat setelahnya sampilah perjalanan di
lokasi pertama di Kahyangan yakni Selo Betek (Bethek) yang berupa semacam
serambi di bawah batu besar. Sebelum masuk lebih lanjut, hendaknya kulanuwun atau permisi terlebih dahulu
di sini.
Selo Bethek di Jalan Masuk |
Setelahnya terdapat sebuah titik bernama Selo
Pengapit atau Selo Penangkep berupa celah yang cukup sempit di tengah dua batu
besar sehingga tampak seperti gerbang masuk. Terdapat papan peraturan
pengunjung di Selo Pengapit ini yang mana akan sangat lebih baik apabila
dipatuhi, salah satunya adalah larangan memakai pakaian hijau.
Selo Gapit yang Diapit Dua Batu |
Selain itu peraturan lainnya kurang-lebih sama
dengan tempat-tempat wisata lain, yakni larangan untuk melakukan vandalisme
seperti pengerusakan dan mencorat-coret. Aturan lain yakni hendaknya berlaku
sopan dan permisi kepada juru kunci.
Tata Tertib Punden Kahyangan |
Usai melewati Selo Gapit, nantinya ada sebuah
lokasi bernama Selo Payung atau Watu Payung yang dulunya digunakan untuk bertapa
Danang Sutawijaya sebelum menjadi raja Mataram Islam bergelar Panembahan
Senopati Ing Ngalaga Khalifatullah Sayidin Panatagama.
Selo Payung |
Titik ini dinamai Selo Payung karena terdapat
sebuah batu yang atasnya meluas sehingga menyerupai payung di mana lokasi pertapaan
berada di bawahnya. Banyak bekas bakar dupa di lokasi ini yang dilakukan oleh
para peziarah saat bertapa atau melakukan ritual.
Dupa dan Bunga di Selo Payung |
Hal unik yang ada di kawasan Kahyangan adalah
terdapatnya sebuah sungai yang mengalir di sebelah baratnya. Sejenak duduk di
Selo Payung saja rasanya sungguh menenteramkan hati dengan perpaduan ketenagan
alam dengan suara angin beserta aliran air Sungai Kahyangan.
Sungai Kahyangan |
Wajar karena kondisi itu, tempat ini dijadikan
pertapaan karena memang suasananya sangat tenang, nyaman, dan mendamaikan hati
serta pikiran sehingga memudahkan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
Pertemuan Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul
Terdapat jalan
setapak seperti jalur pendakian gunung setelahnya yang jelas sehingga bisa
ditelusuri. Menapaki jalan setapak itu selama sekitar lima menit, maka
sampailah di suatu tempat bernama pesiraman. Sesuai namanya, tempat ini dulunya
merupakan tempat mandi Panembahan Senopati sewaktu bertapa di sini.
Pesiraman; Tempat Mandi Panembahan Senopati |
Pesiraman ini berupas sebuah kedung (danau)
kecil dengan air terjun kecil sehingga cocok digunakan untuk mandi. Masyarakat
sekitar juga sering mandi di sini karena airnya memang benar-benar segar. Di
sinilah konon Danang Sutawijaya pernah bertemu dengan Ratu Kidul.
Konon Panembahan Senopati Bertemu Ratu Kidul di Pesiraman ini |
Diceritakan bahwa Ratu Kidul bersedia membantu
pendirian Kerajaan Mataram Islam asalkan Danang Sutawijaya menjadi istrinya.
Konon suatu hari saat mereka memadu kasih di Pesiraman, Kyai Puju; abdi kinasih
yang bertugas menyediakan berbagai keperluan Danang Sutawijaya saat bertapa,
memergoki mereka.
Konon Ratu Kidul Datang dari Sana |
Mengetahui ada orang lain, Ratu Kidul pun
terkejut dan segera kembali ke Pantai Selatan. Saat kembali, secara tidak
sengaja tasbih Danang Sutawijaya tertarik sehingga biji tasbihnya berhamburan
dan tercebur ke dalam kedung. Danang Sutawijaya sempat marah kepada abdi
kinasihnya tersebut, tetapi pada akhirnya memaafkannya.
Sesajen di Pesiraman |
Kini banyak orang yang meyakini cerita tersebut
dan datang ke Pesiraman ini untuk mencari biji tasbih Danang Sutawijaya untuk
dijadikan batu cincin. Mereka percaya bahwa biji tasbih Danang Sutawijaya itu
memiliki tuah dan kesaktian.
Jalan setapak sudah habis sampai di sini.
Sebenarnya masih ada dua rute lain dari Pesiraman ini, salah satunya adalah
menuju Pasujudan yang merupakan batu datar tempat Danang Sutawijaya
melaksanakan salat lima waktu. Jadi meski bersemedi, beliau tetap melaksanakan
kewajiban ibadahnya kepada Allah SWT dengan tertib.
Pasujudan; Tempat Salat Danang Sutawijaya Sumber: http://dennyspradita.blogspot.com/2012/11/pesona-objek-wisata-spiritial-kahyangan.html |
Rute satu lagi
adalah menuju Selo Gowok; sebuah batu berlubang yang cukup dimasuki oleh satu
orang saja. Konon dulunya Danang Sutawijaya juga melakukan pertapaan di dalam
Selo Gowok ini. Letak tempat ini ada di atas Pasiraman, di antara bebatuan
sungai.
Selo Gowok Sumber: Youtube Cah Tukang Dolan |
Sayangnya akses jalan
setapak ke kedua tempat itu sudah tidak begitu jelas dan ditutupi rerumputan
ilalang tinggi. Sebenarnya jalan setapak masih berlanjut hingga tengah
pengunungan yang mana menurut warga setempat terdapat sebuah gua bernama Gua
Macan.
Info
Jam buka
-
Tiket masuk
Sukarela
Tarif parkir
Rp2.000,00 (sepeda motor)
Fasilitas
Warung makan, toko suvenir (batu bertuah/akik),
masjid, kamar mandi
Waktu kunjungan terbaik
Pagi hari/sore hari
(wisata)
Posting Komentar
Posting Komentar