Konten [Tampil]
Saat ini Kota Bondowoso yang berada di Provinsi
Jawa Timur memang tidak memiliki akses jalur kereta api sehingga tidak
memungkinkan bagi masyarakat untuk mencapainya dengan menggunakan jasa
kereta api. Namun meski demikian, Kota Bondowoso ternyata mempunyai sebuah
stasiun kereta api.
Museum Kereta Api; Stasiun Bondowoso, Jawa Timur |
Stasiun Kereta Api Bondowoso tersebut terletak
di tengah Kota, tidak jauh dari Alun-alun. Mereka yang
baru pertama kali mengunjungi Bondowoso kemungkinan akan bingung saat melewati
Stasiun tersebut karena memang tidak ada kereta api yang melintas di sana.
Sejarah Perkeretaapian di Bondowoso
Bondowoso ternyata
pernah memiliki akses jalur kereta api pada zaman dahulu. Jalur yang melewati
Bondowoso dulunya adalah dari Kalisat di Kabupaten Jember yang melintang ke
utara sampai ke Stasiun Panarukan yang berada di Kabupaten Situbondo. Saat ini
Stasiun Kalisat masih aktif yang menjadi salah satu stasiun di jalur aktif
menuju Banyuwangi.
Jalur Kereta Api Kalisat-Panarukan yang Kini Tidak Aktif |
Stasiun Bondowoso yang berada di Kelurahan
Kademangan ini mulai dibuka pada tanggal 1 Oktober 1897, atau
sekitar 30 tahun sejak pengadaan kereta api pertama di Indonesia dengan jalur
Semarang-Tanggung. Dulunya stasiun ini melayani keberangkatan kereta lokal
jurusan Jember-Panarukan.
Kerja Paksa Pembangunan Rel Kereta Api Kalisat-Bondowoso-Panurakan |
Sang ular besi tidak lagi melintas di Kabupaten
Bondowoso mulai tahun 2004 silam seiring dengan ditutup/dinonaktifkannya jalur
kereta api Kalisat-Panarukan. Hal itu terjadi karena selain prasarananya yang
sudah cukup tua, okupansi penumpang di jalur ini pun cukup minim.
Usai ditutup, Stasiun Bondowoso sempat
terbengkalai selama beberapa tahun sehingga digunakan sebagai tempat tinggal
para tunawisma di malam hari. Baru pada tanggal 17 Agustus 2016, Stasiun
Bondowoso menjadi museum kereta api ketiga di Indonesia seperti MUSEUM KERETA API AMBARAWA, yang diresmikan Bupati Bondowoso; Amin Said Husni.
Museum Kereta Api Bondowoso
Museum Kereta Api
Bondowoso ini menyimpan berbagai koleksi benda peninggalan seputar dunia
perkeretaapian pada zaman dahulu. Berbagai benda seperti lampu semboyan lawas
hingga mesin ketik kuno ditampilkan di dalam bangunan yang dulunya merupakan
stasiun aktif.
Museum Kereta Api Bondowoso |
Tidak hanya itu saja, catatan mengenai sejarah
singkat perkeretaapian di Indonesia turut ditampilkan di sini untuk menambah
wawasan bagi mereka yang berkunjung ke sini. Sejarah singkat mengenai Stasiun
Bondowoso juga turut ditampilkan untuk menjawab pertanyaan mengapa ada stasiun
di tengah kota tanpa jalur kereta api ini.
Koleksi Foto Lawas |
Arsitektur asli bangunan Stasiun Bondowoso ini
pun tetap dipertahankan seperti sedia kala. Jika sekarang lantai stasiun
terbuat dari ubin, maka lantai Stasiun Bondowoso ini masih berupa lantai
ketupat khas stasiun di zaman dahulu. Hanya saja, stasiun sudah dipugar agar
tidak membahayakan pengunjung.
Emplasemen Stasiun Bondowoso |
Ternyata masyarakat Kota Bondowoso tetap bisa
memesan tiket kereta api di Stasiun Bondowoso ini. Terdapat loket penjualan
tiket kereta api resmi dari PT Kereta Api Indonesia yang siap melayani
penjualan tiket.
Kisah Pilu Gerbong Maut
Hal spesial yang
berada di Stasiun Bondowoso ini adalah sejarah pilu di masa lalunya yakni
cerita tentang Gerbong Maut. Di emplasemen stasiun pun terdapat sebuah gerbong
untuk menjadi pengingat akan peristiwa memilukan pascakemerdekaan tersebut.
Namun gerbong itu bukanlah gerbong asli, melainkan hanya replika.
Replika Gerbong Maut di Stasiun Bondowoso |
Peristiwa Gerbong Maut terjadi pada tanggal 23
November 1947. Saat itu Belanda tengah berupaya menguasai kembali Republik
Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Belanda pun turut mengerahkan pasukannya yang berlabuh di Situbondo dan
kemudian bergerak ke Bondowoso.
Ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati pada 25
Maret 1947 dan keluarnya perintah pengentian tembak-menembak dari pemerintah
Indonesia dan Belanda pada 4 Agustus 1947 menyebabkan pejuang Republik
Indonesia harus menyingkir meninggalkan wilayah yang telah dikuasai Belanda,
termasuk di wilayah Bondowoso.
Pemindahan 100 tawanan dari Bondowoso ke Surabaya |
Meski telah menandatangani Perjanjian
Linggarjati, tentara Belanda di Bondowoso tetap menangkap masyarakat yang
dicurigai atau dianggap memberontak. Mereka pun dijebloskan di Penjara
Bondowoso; baik yang memang pejuang, atau mereka yang hanya dicurigai sebagai
pejuang.
Karena banyaknya masyarakat yang ditangkap,
Penjara Bondowoso pun menjadi over
capacity sehingga pihak Belanda pun memutuskan untuk memindahkan 100
tahanan ke Penjara Bubutan di Surabaya pada 22 November 1947. Namun rencana itu
tertunda karena banyaknya kerumunan keluarga tahanan yang berkumpul di Stasiun
Bondowoso.
Perjalanan Maut Bondowoso-Wonokromo
Tanggal 23 November
1947 sekitar dini hari pukul 03.00 WIB, perjalanan maut para tahanan dari
Bondowoso menuju Surabaya dimulai. Mereka tidak dipindahkan menggunakan kereta
penumpang, melainkan gerbong barang yang tertutup rapat dan tidak memiliki
ventilasi. Bahkan konon para tahanan tersebut tidak makan atau minum sebelum
berangkat.
Mulai dipindahkan |
Total ada tiga gerbong barang yang mengangkut
mereka dari Bondowoso menuju Surabaya. Gerbong ketiga diisi oleh 33 orang,
gerbong kedua berisi 29 orang, dan gerbong pertama yang masih baru paling
banyak mengangkut penumpang, yakni 38 orang. Sayang, kondisi gerbong paling
baru tersebut bukanlah hal baik bagi 38 tahanan yang diangkutnya.
Kondisi Gerbong yang Mengangkut Tahanan |
Setelah para tahanan naik semua, kereta tidak
langsung berangkat. Baru setelah menunggu empat jam atau sekitar pukul 07.00
WIB, kereta diberangkatkan dari Bondowoso. Perjalanan kereta api pada saat itu
pun tidak secepat sekarang karena ditarik oleh lokomotif uap.
Mulai Diberangkatkan |
Satu jam perjalanan, kereta sampai di Stasiun
Kalisat dan berhenti menunggu rangkaian kereta dari Banyuwangi untuk
disambungkan sebelum melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Saat berhenti di sini,
rangkaian gerbong berhenti di bagian luar emplasemen stasiun di bawah matahari
yang perlahan tapi pasti semakin terik. Para tahanan mulai gelisah kepanasan.
Sampai Kalisat |
Kereta kemudian melanjutkan perjalanan menuju
Stasiun Jember. Cuaca yang semakin panas saat perjalanan menuju Stasiun Jember
membuat para tahanan mulai berteriak panik karena kepanasan. Beberapa tahanan
pun jatuh pingsan.
Kalisat-Jember |
Puncak Penderitaan Para Tahanan di Gerbong Maut
Kereta kembali
berhenti di Stasiun Jember karena kereta uap harus sering berhenti untuk
mendinginkan mesinnya sebelum berjalan kembali. Sekitar pukul 10.30 WIB, kereta
kembali diberangkatkan dari Jember. Matahari yang semakin meninggi membuat
kondisi cuaca sangat panas saat itu.
Lokomotif yang Menarik Rangkaian Gerbong Maut |
Perjalanan dari Jember sampai Pasuruan inilah
yang menjadi puncak penderitaan para tahanan di gerbong maut. Di dalam ruangan
yang penuh sesak, pengap, dan panas tanpa jendela, para tahanan sangat
kepanasan dan kehausan. Beberapa di antara mereka bahkan nekat meminum urin
sesama tahanan lainnya.
Puncak Penderitaan Tahanan di Gerbong Maut |
Beberapa tahanan pun ada yang berusaha untuk
membuat lubang angin sebisanya di dinding gerbong barang tersebut. Beberapa di
antaranya menggedor-gedor pintu gerbong agar dibuka, ada pula yang histeris
hingga mencakar-cakar lantai dengan ujung jarinya hingga berdarah.
Diguyur Hujan Lebat |
Antara Pasuruan-Bangil, hujan turun dengan derasnya mengguyur
gerbong-gerbong tersebut yang sebelumnya berada di bawah terik matahari. Hal
itu membuat udara dalam gerbong menjadi lebih sejuk dan juga air yang menetes
melalui lubang kecil di gerbong membuat setidaknya suasana dalam gerbong
menjadi tidak sepanas sebelumnya.
Semua tewas di Gerbong Baru
Sayangnya nasib naas
harus dialami oleh para tahanan di gerbong baru sebanyak 38 orang karena
kondisi gerbong yang masih baru membuat tidak adanya lubang untuk masuknya air
hujan dan udara sejuk dari luar.
Semakin Sunyi |
Sore hari antara Stasiun Bangil hingga Sidoarjo,
kondisi menjadi sunyi. Suara rintihan para tahanan sudah tidak lagi terdengar.
Rangkaian kereta baru tiba di Wonokromo pada sekitar pukul 19.30 WIB. Perjalanan
kereta api selama itu memang wajar di zaman dahulu.
Saat ketiga pintu gerbong dibuka, dari 100
tahanan yang diangkut, hanya ada 10 orang saja yang masih bergerak. Sebanyak 90
tahanan lainnya tidak bergerak, mereka telah pingsan atau meninggal dunia
karena kepanasan. Sebanyak 10 orang yang masih bergerak itu pun kondisinya
sudah cukup lemas.
Sampai di Wonokromo (Surabaya) |
Di gerbong tiga,
sebanyak 33 tahanan atau semua orang yang ada berhasil selamat dari peristiwa
naas tersebut. Sementara di gerbong dua, dari 29 tahanan yang diangkut, dua
orang tewas. Sementara itu sebanyak 38 tahanan yang diangkut di gerbong
pertama, semuanya tewas.
Semua tahanan yang
tewas di gerbong pertama pun kondisinya sangat mengenaskan. Bahkan saat
dievakuasi, kulit mereka sampai terkelupas akibat kondisi yang sangat
panas, bagaikan di dalam oven. Didapati pula kulit mereka sampai saling menempel satu
sama lain.
Monumen Gerbong Maut
Kini untuk mengenang peristiwa naas tersebut, di
Kota Bondowoso dibangun sebuah monumen yakni Monumen Gerbong Maut yang letaknya
berada di selatan Alun-alun Bondowoso. Letaknya yang berada di pusat kota
membuat monumen ini mudah dijumpai oleh masyarakat Bondowoso.
Monumen Gerbong Maut, Bondowoso Foto oleh: Halokakros |
Memang mempertahankan kemerdekaan negeri ini tidaklah mudah. Hal itu bisa dilihat dari penderitaan yang dialami oleh
para tahanan di Gerbong Maut, bagaimana mereka harus menghadapi siksaan panas,
sesak, dan pengapnya 12 jam perjalanan dalam gerbong barang yang tertutup rapat,
tanpa diberi makan atau minum sama sekali.
Tentunya kisah
pilu Gerbong Maut ini menjadi pengingat para generasi muda Republik Indonesia
untuk bisa selalu mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para
pahlawan dengan sebaik-baiknya.
Info
Hari buka:
Setiap hari
Jam buka:
09.00 WIB-17.00 WIB
Tiket masuk:
Gratis
Tarif parkir:
Rp2.000,00 (sepeda motor)
Fasilitas:
Replika gerbong maut untuk foto, toilet, mushalla,
koleksi museum, area parkir
Waktu kunjungan terbaik:
Pagi hari sewaktu
baru buka
2 komentar
Penjajah Iblis Biadab.
karna itulah Dosa Pengkhianat itu sangat2 besar dan busuk serta keji.
Saat ini kitapun bisa melihat dengan gamblang tingkah para pengkhianat itu
Na'udzubillaahi min dzaalik
Nggak kebayang kayak dioven di dalam gerbong, bahkan sampe meminum urin orang lain.
:'(
Aku baru tahu kisah ini, Mas. Ternyata sejarah memang menyimpan banyak cerita.
Keep sharing, ya Mas.
Posting Komentar