Assalamualaikum,
Bulan Januari kemarin saya melakukan perjalanan yang cukup nekat. Main ke Solo hanya seharian saja, tanpa menginap.
Berangkat malam naik bus. Paginya main hingga menjelang petang. Lalu usai isya' langsung pulang ke Jember. Gila nggak tuh?
Mengapa saya senekat ini?
Banyak hal sih yang membuat saya nekat berlelah-lelah ke Solo hanya 1 hari.
Yang saya pahami, sebenarnya dalam sebuah perjalanan seringkali kita dihadapkan dengan berbagai pilihan. Seperti saya kala itu:
- Punya waktu banyak, bisa kapan saja berangkat
- Punya waktu terbatas dan tetap nekat berangkat, maka harus bersiap untuk lelah
Dan saya sedang dihadapkan pada pilihan ke-2, yaitu waktu yang sangat terbatas dan harus tetap berangkat ke Solo.
Resikonya: lelah. Namun saya lebih baik lelah daripada keinginan itu tidak lekas terwujud.
Saya terakhir ngekos di Jember adalah bulan Januari. Akhir bulan, saya harus angkat koper dari rumah kos.
Semenjak Februari, saya akan berdiam diri di rumah Lumajang.
Sejujurnya, saya akan kesusahan bila main ke Solo dengan pemberangkatan dari Lumajang.
Ada 2 pintu perizinan yang harus saya lalui: Ayah dan Ibu. Kalau saya berangkat dari Jember kan saya cukup minta izin ke Ibu, hoho.
Juga bisa lebih fleksibel kalau saya urusannya di Jember. Nggak ada yang khawatir tentang transportasi ke terminal, buka tutup pintu rumah, dsb.
Kalau di Jember, pengendali diri adalah saya, sebisa mungkin untuk tidak merepotkan atau mengkhawatirkan orang lain.
Sebenarnya kalau berangkat dari Lumajang ya bisa-bisa saja sih, namun tentu saja saya butuh jaminan.
Maksudnya ada yang menjamin saya dengan seizin orang tua. Jadi saya bisa bebas melenggang ke Solo kapan saja.
Namun berhubung keadaannya seperti ini, jadi mari nikmati apa yang ada.
Main ke Solo Adalah Hadiah Sidang Tesis
Seperti saat S1 beberapa tahun lalu, usai sidang skripsi, saya melakukan perjalanan sendiri. Menghadiahi diri sendiri untuk menyapa alam atas kebebasannya.
Kala itu saya berpetualang ke Puger. Menyaksikan Festival Petik Laut di Pantai Pancer Puger.
Saya lupa sih, waktu itu nginep 1 atau 2 malam. Yang jelas, saat itu berkesan banget. Bagai menghirup udara segar setelah terbebat dari naskah skripsi.
Kemarin terulang lagi. Usai sidang tesis, rasanya saya ingin berpergian lagi. Pergi ke tempat yang jauh.
Melakukan perjalanan entah ke mana. Melupakan penatnya revisi tesis walau sejenak.
Sengaja berpergian untuk menghadiahi diri sendiri atas tertahannya diri ini menghadapi ujian tesis selama ini.
Rasanya... plong... seneng banget. Akhirnya bisa merengkuh kebebasan. Menyambut alam dengan suka cita. Menyapa jalanan dengan senyum merekah. Alhamdulillah...
... dan mengapa harus ke Solo?
Ya jawabannya jelas toh. Ada orang yang menerima saya di sana. Ono sing nompo aku. Siap menyambut saya.
Menemani saya melakukan perjalanan. Menunjukkan indahnya pemandangan alam di tanah Mataram.
Drama Mau Berangkat
Siang hari sebelum ke Solo, saya ada agenda dengan teman-teman. Traktiran makan siang di Warung Arofah. Makan gurame bakar. Perayaan usai sidang tesis. Alhamdulillah
Eh njilalah si Mas Wawan ngotot ngajakin main entah ke mana. Awalnya ngajak ke Pantai Payangan. Jauh euy. Lalu jadinya ke Galaxy. Yaa boleh deh, belum pernah ke Galaxy soalnya.
Sesampainya di Galaxy, ya biasa aja. Gitu doang. Bagus sih, tapi bagus untuk dijadikan wahana santai sore untuk warga sekitar di kecamatan tersebut.
Galaksi Jember yang biasa aja |
Sholat ashar di masjid perkebunan. Wisata religi buat Sonam, hahaha |
Setelah itu, si Mas Wawan ngebujuk Mas Fariz untuk nraktir bakso meski 10.000. Jadilah berangkat beli bakso di Ambulu yang jalannya hampir kayak ke Payangan.
Duh, mana udah sore pula. Temen-temen udah pada capek. Saya juga udah was-was mau ke Solo. Apalagi baterai hape lemah.
Belom lagi si Mas Wawan pake drama nyasar segala. Sok-sokan tahu jalan alternatif. Yang ada malah nyasar ke sawah-sawah dan putar balik jauuuh banget.
Kan buang-buang waktu yak. Dikiranya kita pada pengangguran apa. Nggak ada acara. Padahal kita punya dan butuh waktu masing-masing.
Saya waktu itu nggak bilang kalau mau ke Solo. Ntar diejek bucin. Kan malesin. Jadi saya mendingan nggak ngomong.
Cuma pasang muka badmood, bingung, dan fokus sama hape. Fokus ngecas hape karena ngubungin si Mas. Biar teman-teman ngelihat saya sedang sibuk.
Kita makan bakso tuh cuma 10 menit. Lama di perjalanannya euy.
Magrib kita pulang. Sambil cari masjid di perjalanan. Eh kok nggak berhenti-berhenti tuh mobil depan. Njilalah si Mas Fariz cari masjid yang ada terapi ikannya.
Hhhhhh. Kan pengen tak jambak-jambak ya itu muka. Hadeh.
Usai sholat, kami yang cewek-cewek bergegas pulang naik mobilnya Diana. Nggak peduli si cowok-cowok mau lanjut terapi ikan sampai isya'.
Hujan pula ya.
Sampai di kampus tuh jam setengah 8. Ternyata mobilnya Mas Wawan udah sampai duluan. Ngebut dia.
Sesampainya di kampus, saya nggak pamitan ke teman-teman, langsung cus ambil sepeda motor. Nggak pake ngobrol, langsung pulang. Saya udah nggak peduli sama teman-teman.
Saya harus kembali ke kosan. Lalu bergegas ke Terminal Tawang Alun.
Eh ternyata kunci kosan hilang dong. Kan kudu nangis ya. Ini hilangnya di mana dah. Dicari-cari nggak ada. Biasanya nyantol bareng kontak. Tapi ya luput wes.
Lalu minta izin ke Yangti untuk pinjam kunci kosan yang tinggal satu-satunya. Huhuu, maaf yaa...
Saya sempetin ganti baju, sholat, masukin perlengkapan, dsb. Huh sebel ngapain ngikut nurutin maunya temen-temen itu. Kan jadi buru-buru.
Saya baru keluar dari kos jam 19.45. Masih ada waktu. Cukup lega bisa berangkat ke terminal jam segitu.
Perjalanan menuju terminal gerimis dong. Terabas aja wes, toh tinggal sedikit lagi. Lalu langsung cari tempat penitipan sepeda motor. Sekalian pakai mantel karena mendadak hujan deras.
Saya nunggu di seberang terminal. Cari yang ada tempat duduknya. Kira-kira akan ada 2 bus Mila lagi yang akan datang, setelah itu nggak ada lagi.
Untungnya masih bisa terkejar. Kalau nggak bisa, wuah bisa marah-marah itu si Mas, hahaha.
Saya menunggu tidak terlalu lama. Bus datang. Saya segera menyebrang untuk menghampiri bus. Lepas mantel di dalam bus, lalu langsung dilipat.
Pengalaman Tidur di Bus Malam
Kebetulan kursi depan kosong. Saya duduk aja. Malas mikir mau duduk mana. Yang penting bisa duduk. Alhamdulillah... lega rasanya.
Kalau duduk di pinggir sih enak ya, bisa bersandar ke jendela. Nah ini, beberapa saat kemudian saya dihimpit oleh ibu-ibu.
Untungnya di depan saya ada pegangan sekaligus meja kecil. Jadilah mantel saya taruh sana sekaligus saya jadikan bantal. Jadi saya tidurnya ke depan. Kepala nempel di mantel.
Muantap rasanya. Kayaknya ngiler deh saya, haha. Pokoknya kalau tidur sampai ngiler, berarti tidurnya benar-benar nyaman.
Subuh, saya bingung sudah sampai mana. Jam 5 pagi saya sudah tiba di Terminal Tirtonadi. Dijemput sama si Mas.
Si Mas belum datang euy. Malah belum prepare. Hadeeeh.
Ya sudah, saya gunakan waktu untuk sholat, lalu mandi. Untuk barang-barangnya, saya titip ke warung yang ada di depan musholla.
Depannya musholla di Terminal Tirtonadi. Detik-detik di Mas akan ketemu saya |
Yaa mandi di terminal gimana sih rasanya? Hambar gitu kan rasanya. Nggak ada segar-segarnya. Tapi minimal saya sudah bersih dan siap untuk main, yuhuu.
Bener kan tuh, usai mandi dan beres-beres, si Mas datang. Untung bisa langsung menemukan saya. Jadi nggak perlu repot-repot nyari saya yang entah di mana. Apalagi waktu itu hape lagi dicas.
Duh, saya bermasalah banget sama hape saya waktu itu. Tapi yaa, saya tetap bangga dan bahagia menggunakannya. Telah menemani saya selama 3 tahun terakhir ini.
Selanjutnya, saya jalan keluar dari terminal bersama si Mas. Nyari sarapan pagi. Kira-kira saya sarapan apa ya di Solo? Dan saya main ke mana aja ya?
Simak ceritanya di postingan selanjutnya yaaa...
Wassalamualaikum wr wb
Posting Komentar
Posting Komentar