Waduk Gajah Mungkur merupakan salah satu waduk yang amat familiar di telinga saya. Mengenal namanya sejak zaman SD dari buku RPUL. Saya kira, nggak akan pernah kesampaian untuk menengok langsung rupa waduk fenomenal ini.
Hingga S2 pun, yang seringnya tengok-tengok waduk dan bendungan, nggak pernah terpikir bila akan singgah ke waduk yang legendaris ini. Wajar, karena lokasinya jauh sih. Solo-Jember 400 km cuy. Jauh.
Eh njilalah, akhir bulan Januari kemarin, saya berkesempatan main ke Waduk Gajah Mungkur. Sebenarnya enggak ada rencana ke sini sih. We don’t have clue. Hingga akhirnya tercetuslah ide untuk main ke Waduk Gajah Mungkur.
Padahal perjalanannya… lamaaa banget. Kita berangkat dari Karanganyar, karena habis main dari Telaga Madirda. Perjalanan ke waduk yang berada di Wonogiri ini membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam.
Terkantuk-kantuklah saya selama di boncengan. Hampir short sleeper kayaknya. Buktinya, setibanya di lokasi, mata saya segar bugar memandang keindahan sekitar. Sedangkan si Mas bolak-balik nguap, hahaha. Maklum, lelah shay.
Untuk Apa Ada Waduk Gajah Mungkur?
Waduk Gajah Mungkur merupakan sebuah waduk yang lokasinya berada di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Kurang lebih 1 jam perjalanan dari kota Surakarta.
Danau buatan ini sengaja dibangun untuk membendung aliran air dari hulu DAS Bengawan Solo yang volume airnya banyak banget. Airnya didapat dari Gunung Lawu dan kawasan Pegunungan Seribu yang mengalir ke wilayah Surakarta, hingga bermuara di Gresik atau bagian utara Jawa Timur.
Sedangkan hilirnya berada di Bojonegoro, Tuban, Lamongan dan Gresik. Solo merupakan salah satu kota yang berada di wilayah tengah DAS.
Peta Waduk Gajah Mungkur |
Dikarenakan di Surakarta cukup banyak lahan terbangun, maka tidak mengherankan bila kota ini sering mengalami banjir. Bahkan, tugu jam di Pasar Gede Solo selalu terendam apabila banjir melanda.
Padahal tugunya setinggi itu. Ya berarti menelan pasar juga kan? Pada tahun 1966, hampir sebagian besar Kota Solo tenggelam.
Supaya besok-besok tidak mengalami banjir lagi, demi menyelamatkan bangsa dan negara, maka dicanangkanlah pembangunan infrastruktur pengendali banjir DAS Bengawan Solo.
Infrastruktur itulah yang kita sebut Waduk Gajah Mungkur. Telah menyelamatkan banyak jiwa dan harta benda di masa sekarang.
Asal-Usul Waduk Gajah Mungkur
Dengan bantuan teknis dari Pemerintah Jepang (OTCA) pada tahun 1974, dirumuskan Master Plan Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo.
Dalam perencanaan waduk buatan, maka tentu membutuhkan lahan yang sangat besar. Bahkan, harus ada yang dikorbankan. Bukan hanya 1-2 orang saja, melainkan 51 desa yang tersebar di 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno, Giriwoyo, Eromoko, dan Wuryantoro.
Maka para warga di 51 desa diminta kesediaannya untuk pindah ke tempat lain. Istilahnya adalah bedol desa atau transmigrasi. 67.515 warga bersedia dan rela untuk pindah ke luar Pulau Jawa. Tentu saja dengan jaminan pekerjaan yang lebih layak dan lebih baik.
Mereka bersedia migrasi ke Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Selatan. Memulai kehidupan baru yang lebih baik. Bahkan, jauh lebih baik. Karena keuletannya, mereka menjadi orang-orang sukses yang hidup damai di tanah baru.
… dan kami respect, memberi penghormatan setinggi-tingginya kepada mereka yang telah bersedia merelakan rumah dan kenangannya untuk ditenggelamkan. Maka tidak heran, bahwa anak cucu orang Wonogiri yang berada di Sumatra, sangat mengelu-elukan jasa kakek neneknya.
Sejarah Pembangunan Waduk Gajah Mungkur
Maka selama tahun 1976-1981, pembangunan Waduk Gajah Mungkur mulai dilakukan. Luas waduk adalah 1.202 km2 yang mampu menampung 660 juta m3 air.
Waduk ini mulai beroperasi pada tahun 1982. Tentu saja dipantau oleh 35 konsultan dari Nippon Koei Co Ltd Jepang yang telah berpengalaman. Waduk ini dikelola secara swadaya oleh 2.500 pekerja.
Dan kini, waduk Gajah Mungkur dikelola oleh Perum Jasa Tirta Bengawan Solo. Dengan pengelolaan dan manajemen yang baik, maka didapatkan berbagai manfaat yang dirasakan oleh warga Wonogiri dan sekitarnya.
Manfaat Waduk Gajah Mungkur
Hingga kini, Waduk Gajah Mungkur masih dibanggakan oleh masyarakat Wonogiri karena memberikan banyak manfaat bagi sekitarnya. Apa sajakah itu?
- Sebagai pengendali banjir dari aliran Sungai Bengawan Solo
- Sebagai sumber irigasi untuk areal persawahan di wilayah Sukoharjo, Karanganyar, Klaten dan Sragen. Luas areal persawahan yang dialiri oleh waduk ini mencapai 28.109 ha
- Sebagai sumber air bersih untuk masyarakat Wonogiri (tentu diolah dulu ya sesuai standar)
- Sebagai penghasil listrik, berkat adanya PLTA Gajah Mungkur yang menghasilkan tegangan hingga 12,4 MegaWatt.
- Sebagai sarana hiburan dan rekreasi bagi warga setempat dan luar kota
- Sebagai sarana perikanan warga setempat
Kedalaman Waduk Gajuh Mungkur
Pasti banyak yang bertanya-tanya: berapa sih kedalaman Waduk Gajah Mungkur itu? Sesungguhnya kedalamannya berbeda-beda ya, karena meluas menempati 7 kecamatan.
Namun dapat diperkirakan bahwa kedalaman Waduk Gajah Mungkur adalah 1,5-14,7 m. Kalau tinggi waduknya 40 meter. Apabila volume air mencapai nilai maksimum, maka akan mendekati tinggi waduk.
Kedalaman terendah berada pada stasiun inlet Wiroko dan Bengawan Solo, yaitu 1,5 dan 2,4 m. Sedangkan kedalaman waduk yang paling dalam berada di area karamba jaring apung, yaitu sekitar 10,7-14,5 m.
Luas Waduk Gajah Mungkur
Waduk yang berada di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri ini memiliki luas 1.202 km2. Sanggup menampung 660.094.00 m3 atau 660 juta m3 air. Mampu melayani lahan pertanian seluas 28.109 ha. Sangat menguntungkan bagi lahan pertanian di wilayah Wonogiri dan Solo Raya.
Siapa yang Mengusulkan Nama Waduk Gajah Mungkur
Mungkin juga banyak di antara teman-teman yang bertanya: mengapa waduknya diberi nama Waduk Gajah Mungkur? Juga, kira-kira siapa yang mengusulkan nama Waduk Gajah Mungkur?
Waduk ini diberi nama Gajah Mungkur karena bersebelahan dengan Gunung Gajah Mungkur, sehingga diambil namanya secara persis.
Kenapa bukitnya bernama Gajah Mungkur? Karena konon katanya bentuk gunungnya seperti gajah yang membelakangi, sehingga disebut Gajah Mungkur.
Lalu, siapa yang mengusulkan nama Waduk Gajah Mungkur? Sejauh ini belum ada catatan yang bisa saya temukan. Namun kemungkinan jawabannya adalah ya tim desain waduk itu sendiri. Atau mungkin pejabat setempat. Atau mungkin Pak Soeharto, presiden Indonesia ke-2, yang ternyata pernah menghabiskan masa kecilnya di Wonogiri.
Jadi, jawabannya abu-abu. Tidak ada yang tahu.
Tapi pemberian nama Gajah Mungkur sendiri itu ada asal-usulnya loh. Bahkan menjadi sebuah legenda.
Cerita Legenda Waduk Gajah Mungkur
Kisah ini saya dengar dari Om Hao, seorang petutur di Youtube Kisah Tanah Jawa.
Beberapa ratus tahun lalu, pada era Kerajaan Majapahit. Ada sebuah kerajaan kecil di daerah Wonogiri yang dipimpin oleh 2 punggawa besar, yakni Raja Prabu Gajah Madep dan Prabu Patih Gajah Mungkur.
Pada suatu hari, kerajaan kecil ini bergejolak. Raja sudah sepuh dan hendak menurunkan tahta. Rencananya hendak dilanjutkan kepada anaknya yang bernama Prabu Gajah Mego. Namun beliau masih belia. Dirasa kurang matang karena usianya belum sampai 17 tahun.
Dalam perpindahan kekuasaan ini, Patih Gajah Mungkur menyampaikan uneg-uneg kepada Prabu Gajah Madep, bahwa ia sebenarnya keberatan atas penurunan tahta kepada Prabu Gajah Mego. Ia mempertanyakan: mengapa tahta diberikan kepada anak yang masih belia.
Namun karena sabda dari Pandito Ratu, apa yang sudah dikatakan maka harus terjadi dan tidak bisa ditarik. Maka terjadi sebuah perselisihan dan pertikaian. Hal ini diselesaikan dalam bentuk pertikaian yang dilakukan di luar istana.
Di sebuah lapangan dengan hamparan yang luas, terjadi sebuah pertempuran antara Prabu Gajah Mungkur dan Patih Gajah Mego. Saat bertempur, mereka mengubah diri menjadi gajah yang besar.
Jejak pertempuran mereka meninggalkan 2 lubang besar seperti kedung. Dari tempat yang terjadi perkelahian inilah muncul cekungan air yang menjadi cikal bakal munculnya legenda gajah mungkur.
Namun sekali lagi itu hanyalah legenda. Yang sengaja disangkutpautkan dengan keberadaan Waduk Gajah Mungkur. Padahal sejatinya waduk legendaris ini ada karena sengaja didesain untuk mengatasi banjir.
Peninggalan di Waduk Gajah Mungkur Saat Musim Kemarau
Ada Sawah yang Muncul di Waduk
Menariknya, saat musim kemarau warga maupun wisatawan bisa menginjak bagian dasar Waduk Gajah Mungkur. Ada beberapa daerah yang surut dan tanahnya memadat sehingga bisa dilewati. Terkadang dijadikan sarana refreshing sore hari sambil melihat matahari terbenam.
Di Nguntoronadi dan Wuryantoro juga ditemukan areal persawahan. Tanah sedimennya dinilai cukup menguntungkan untuk menanam padi. Jadi petani menanam padi di kawasan waduk saat sedang surut.
Pondasi Rumah Warga
Dikarenakan dulunya kawasan Waduk Gajah Mungkur ini merupakan daerah permukiman yang penduduknya aktif bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari, maka tidak mengherankan bila terlihat sisa-sisa pondasi rumah warga.
Sisa-sisa pondasi rumah warga ini menjadi bukti bahwa pernah ada kehidupan sebelum dijadikannya waduk. Bahkan, di beberapa tempat masih terlihat jelas sumur yang digunakan warga beberapa tahun silam.
Fakta ini hanya bisa dilihat saat air waduk sedang surut. Apabila sedang musim penghujan dan volume air sedang banyak, maka ketinggian air dapat menenggelamkan pohon kelapa. Kurang lebih 7 m tingginya.
Jembatan Legendaris Wonogiri-Baturetno
Ketika sebagian air waduk mongering, akan tampak salah satu peninggalan infrastruktur yang masih kokoh hingga saat ini. Yaitu sebuah jembatan yang merupakan jalan utama penghubung Wonogiri-Baturetno.
Jembatan tersebut masih kokoh berdiri karena konstruksinya terbuat dari beton sehingga mampu bertahan dari kerusakan air waduk yang merendamnya. Tatkala air surut, banyak warga yang melintasi jembatan ini. Entah untuk menikmatinya atau mengenangnya.
Makam di Waduk Gajah Mungkur
Seperti lazimnya permukiman warga, maka pasti ada areal yang dikhususkan sebagai pemakaman. Menariknya, pemakaman ini juga muncul tatkala air waduk surut. Batu-batu nisan masih berdiri kokoh meski sebagian terkikis karena terendam air selama musim hujan.
Wujud batu nisannya masih utuh. Masih dapat dikenali dengan mata telanjang. Namun tenang saja, tidak ada unsur mistis di kawasan ini. Pastikan saja datangnya saat pagi atau sore hari, kala masih banyak orang yang berlalu lalang di kawasan ini.
Tugu Bedol Desa Waduk Gajah Mungkur
Waduk Gajah Mungkur ini amat luas. Tidak bisa dilihat hanya sekali pandang. Bahkan yang kami lihat sepertinya hanya mencakup 10%nya saja.
Kala itu saya diajak ke daerah Pokohkidul. Sisi lain dari Waduk Gajah Mungkur, yang terdapat sebuah monumen kebanggaan warga Wonogiri, yaitu Tugu Bedol Desa Waduk Gajah Mungkur.
Monumen ini berada di sisi kanan intake (pintu air). Menghadap ke arah barat laut dan membelakangi waduk. Tugunya berbentuk oleh seorang bapak, ibu dan kedua anaknya yang melambangkan sebuah keluarga. Mereka melambaikan tangan seolah-olah berpamitan dari tanah asalnya untuk berpindah ke tempat yang baru.
Di dasar monumen ada sebuah tulisan atau relief yang menunjukkan kapan waduk berdiri. Selain itu, juga terpatri nama-nama almarhum yang meninggal saat prosesi pembangunan waduk.
Saya pribadi, takjub dengan warga Wonogiri. Entah kepada orang-orang yang pernah tinggal di Waduk Gajah Mungkur, maupun manusia-manusia baru yang mengenang jasa nenek moyangnya atas kesediaannya untuk berpindah kediaman.
Di sekitar monumen, banyak wisatawan yang datang menikmati indahnya Waduk Gajah Mungkur. Ada yang sekadar duduk-duduk menikmati pemandangan, namun ada pula yang duduk-duduk menikmati jajanan. Hahaha, itu saya. Saya nyobain burger mini 6000-an. Alhamdulillah nikmat.
Melihat Waduk dari Atas Bukit
Selanjutnya, saya diajak oleh si Mas untuk melihat dari sisi yang lain, yaitu dari sisi di atas bukit. Entah apa yang dicari ya. Pokoknya saya ikut saja.
Kami mengendarai motor dengan jalan yang menanjak. Hingga tibalah di pinggir tebing, rupanya kami bisa melihat waduk dari sisi yang lain, yaitu dari atas. Sehingga kami dapat melihat rupa bangunan utama waduk dari sisi atas.
Tengok sana tengok sini, rupanya ada gardu pandang di dekat kami, namun lebih tinggi. Lalu kami mencoba melangkah ke sana, menyusuri jalan setapak yang ada. Hingga sampailah kami di gardu pandang. Melihat sisi waduk dari tempat yang lebih tinggi.
Wuah keren banget. Alhamdulillah asyik dan seru juga ya. Bisa berdiskusi juga tentang apa-apa yang kami lihat.
Kami melihat adanya perbedaan warna di antara air waduk. Di perairan yang dekat Tugu Bedol Desa, airnya berwarna coklat pekat. Sedangkan di sekitar bangunan utama waduk, airnya tampak lebih jernih. Hal ini menandakan bahwa ada penyaring sedimen. Dan kami melihat di sebuah area bahwa di sana tampak penyaring sedimen. Terlepas dari waduk itu sendiri yang juga menahan sedimen. Jadi, difilter 2 kali.
Kami juga mengetahui bahwa Waduk Gajah Mungkur ini difungsikan sebagai PLTA. Kami menebak-nebak mana perairan yang menjadi sumber energi yang akan diolah oleh PLTA. Si Mas menebak bahwa perairan yang dikeliling pelampung berwarna oranye itu, yang di tengahnya ada pusaran arus.
Sementara saya nggak tahu, haha. Padahal saya sempat mengikuti mata kuliah infrastruktur pengelolaan sumber daya air selama 1 semester, dan juga sering keliling-keliling waduk. Namun kok saya tidak menemukan turbin PLTA nya ya. Yang semacam penggerak arus supaya menghasilkan energi. Apakah bentuknya beda? Ah, beda sedikit aja langsung nggak paham, hahaha.
Puas menikmati Waduk Gajah Mungkur dari area waduk serbaguna, kami kembali melanjutkan perjalanan untuk berbalik pulang ke Surakarta.
Sebenarnya belum puas-puas banget sih. Pengen eksplore waduk lebih banyak dan lebih jauh. Namun waduknya sungguh luas euy. Rasanya seperti akan keliling 7 kecamatan. Jalannya juga berkelok-kelok, bukan?
Jadi, biarlah eksplore waduknya dicicil satu persatu saja dulu. Untuk saat ini, cukup sekian yang bisa dieksplore. Esok-esok, eksplore sisi waduk yang lain. Semoga kesampaian yaa, aamiin…
19 komentar
Btw, aku kalau main gitu juga seneng jajanannya... beruntung kalau dapet yang enak dan murah...
Itu bener klo musim kemarau sampai surut segitu?
Bahkan jembatan / batu-batu disana tdk memakan usia.
Jadi penasaran pengen kesana kak.
baca ini berasa nostalgia.
Kak, tos duluuu kitaaaaa. Aku pun paling senang ngincer jajanannya kalau pergi explore tempat tuh. Hahahahaha
Ternyata ada jg legendanya yg berhubungan dengan kerajaan2 gtu ya?
Namanya memang mendunia banget sejak aku SD selalu di gaungkan. Tapi aku belum pernah tahu kalau sebesar ini.
Keren sekali, seandainya bisa dijadikan tempat wisata edukasi.
Saya takjub pas liat foto-foto waduk saat surut, itu memang ada kehidupan ya di sana sebelum jadi waduk.
Posting Komentar