Konten [Tampil]
Assalamualaikum Wr. Wb. Dalam momen Hari Raya
Idul Fitri 2019/1440 Hijriyah ini saya kembali meminta maaf kepada dulur-dulur
bloger se-antero jagad karena kembali jarang update. Hal itu karena porsi bekerja dan berkarya yang harus dikurangi selama Ramadan untuk lebih prioritas
ke ibadah.
Perjalanan Menuju Kali Talang |
Akhirnya setelah Ramadan usai, ada waktu
bagi saya untuk kembali menulis di blog Menggapai Angkasa ini. Karena masih
momen lebaran, maka tulisan kali ini memiliki tema yang serupa. Sama seperti
catatan tahun lalu, momen seputar lebaran yang saya tulis adalah seputar mudik.
Meski domisili dan kampung halaman
sama-sama ada di Kota Solo, ternyata mudik masih bisa saya lakukan. Tepat dua
hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, ternyata ada urusan yang mengharuskan saya
untuk pergi ke perantauan semasa kuliah, yakni Yogyakarta. Yah, ini semacam de ja vu karena tahun lalu juga
demikian.
Meski sama dengan
MUDIK ASYIK 2018, yakni dari Jogja ke Solo, kali ini saya mampir ke tempat yang
berbeda. Tentu akan membosankan jika kunjungan dilakukan di tempat yang sama
dengan kisah mudik sebelumnya. Dan inilah kisah perjalanan mudik saya tahun
2019 ini.
Sahur
on the road
Perjalanan mudik saya
kali ini dimulai sejak pukul 03.00 WIB dari kosan teman pada hari Selasa
(04/05/2019). Karena hari itu adalah puasa terakhir tahun 1440 Hijriyah, saya
sekalian makan sahur. Beruntung ada penjual gudeg yang masih buka. Sementara
menjelang lebaran, kebanyakan warung makan tutup karena ditinggal mudik
pemiliknya.
Sarapan Gudeg (Kamera HP) |
Saya tidak langsung menyantap gudeg di
tempat, melainkan membungkusnya dan memakannya saat dekat waktu Imsak. Usai
membeli gudeg, saya pun mulai berkendara ke arah timur. Setengah jam kemudian
di kawasan Candi Prambanan, saya berhenti untuk makan sahur. Lokasi sahur saya
ada di posko mudik yang didirikan oleh relawan.
Selain terlindung dari polusi udara karena
ada di dalam ruangan sementara, para relawan juga menyediakan air minum gratis.
Saya pun bisa leluasa membuat susu hangat dan nutri sari untuk sahur. Saat itu hanya saya yang
makan sahur di posko mudik itu. Makan sahur saya lakukan selama 15-20 menit
dengan santai.
Setelah makan sahur,
waktu menunjukkan sekitar lima menit sebelum azan subuh. Saya pun berpamitan
dengan relawan yang berjaga dan melanjutkan perjalanan mencari masjid untuk
shalat subuh. Masjid tujuan saya tuju berada di sekitar kecamatan Prambanan
yang dekat dengan Tebing Breksi dan Candi Ijo.
Nyunrise di Watu Payung
Meski dekat dengan Tebing Breksi dan Candi
Ijo, tujuan pertama saya bukanlah di kedua obyek wisata tersebut. Hal itu
karena sunrise tidak bisa terlihat
jelas dari sana. Tempat yang akan saya tuju adalah Watu Payung yang berada di
Kecamatan Prambanan (ada yang di Panggang, Gunungkidul).
Matahari Terbit dari Watu Payung Prambanan |
Saya shalat subuh dahulu di Masjid
Miftahul Huda yang berada sebelum obyek wisata Tebing Breksi. Saya mulai
melanjutkan perjalanan dari masjid sekitar pukul 05.10 WIB karena momen
matahari terbit baru akan dimulai sekitar pukul 05.45 WIB. Terlebih lokasi Watu
Payung juga tidak lagi jauh.
Sekitar pukul 05.30 WIB, saya akhirnya
sampai di obyek wisata Watu Payung. Ini merupakan kunjungan kedua saya di sini.
Kunjungan pertama saya ke Watu Payung adalah saat FAMTRIP bersama Bupati
Sleman, Drs. H. Sri Purnomo, M.S,I pada tahun 2017 silam.
Kali ini saya cukup kagum dengan perubahan
di Watu Payung. Jika saat kunjungan pertama dahulu kondisi akses jalannya masih
ala kadarnya, saat ini kondisinya sudah semakin baik. Selain aksesnya mudah,
telah dibangun pula fasilitas-fasilitas pendukung lain seperti joglo hingga
spot berfoto.
Selo Langit atau Watu Payung Prambanan |
Meski sudah berubah, Watu Payung dengan
ornamen naga masih tetap sama. Selain SPOT RIYADI, di sinilah tempat terbaik
untuk menikmati matahari terbit di kawasan pegunungan Kecamatan Prambanan,
Yogyakarta. Selain menyajikan pemandangan terbuka ke timur, panorama pegunungan
juga terlihat mengagumkan.
Namun, pagi itu langit timur tidak
sepenuhnya cerah. Memang Gunung Lawu di kaki langit sebelah timur menampakkan
dirinya. Akan tetapi kemunculannya dibarengi dengan tirai hitam yang memanjang
di ufuk timur. Saya pun sudah menduga jika sunrise
kali ini tidak akan jernih.
Barisan Perbukitan dari Watu Payung Prambanan |
Ternyata dugaan saya
tepat. Momen matahari terbit terhalang awan. Meski demikian, keindahan pagi
tetap tersaji di Watu Payung ini. Warna langit dan bentang lanskap arah timur
tetaplah menawan.
Menyapa kegagahan puncak Merapi di Kali Talang
Usai puas menikmati momen matahari terbit
di Watu Payung, saya tidak langsung pulang. Gunung Merapi yang terlihat cukup
jelas di sisi utara membuat saya memperoleh bisikan
hati untuk mengunjunginya. Saya pun memutuskan untuk menyapa Gunung Merapi
dengan berkunjung ke obyek wisata Kali Talang.
Puncak Gunung Merapi Dilihat dari Kali Talang |
Lokasi Kali Talang
tepatnya berada di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Obyek wisata ini berada di sisi selatan Gunung Merapi (agak ke
tenggara) dan berada di ketinggian sekitar 1180 meter di atas permukaan laut
(mdpl).
Saya berkendara sekitar 45 menit dari Watu
Payung sampai ke Kali Talang. Syukur Alhamdulillah
Gunung Merapi masih cerah sehingga puncaknya terlihat sangat jelas pagi itu.
Hal itu membuat saya seolah tidak sabar untuk segera sampai di Kali Talang dan
mulai mengabadikannya melalui lensa kamera.
Berlatar Belakang Puncak Merapi di Kali Talang |
Meski masih bulan Ramadan, pagi itu sudah ada
beberapa orang yang berkunjung ke Kali Talang. Setidaknya saya tidak sendiri
dan bisa memotret mereka atau minta tolong untuk dipotret. Jarak Kali Talang
dengan puncak Merapi cukup dekat, yakni kurang-lebih hanya 4,71 kilometer.
Ketemu di Lokasi; Kenalan Sama @Ikhaanisa |
Meski aktivitas Gunung Merapi akhir-akhir ini
cukup tinggi, Kali Talang masih bisa untuk dikunjungi. Obyek wisata ini baru
akan ditutup saat kondisi Gunung Merapi memasuki level III (siaga) atau awas di
Level IV. Dari Kali Talang, kawah utama Merapi tampak begitu jelas, terlebih
jika menggunakan lensa tele atau zoom.
Syukur Alhamdulillah
kunjungan saya ke Kali Talang berjalan lancar. Merapi senantiasa menampakkan
dirinya selama saya di sana. Beberapa hasil jepretan yang cukup baik pun sukses
saya bawa pulang untuk kenang-kenangan. Setelah puas berfoto, saya baru memulai
perjalanan mudik ke Kota Solo.
Mudik ngantuk 2019
Berbeda di tahun
sebelumnya yang mana saya masih sempat tidur sebelum memulai perjalanan pulang,
kali ini saya tidak sempat tidur. Saya langsung memulai perjalanan pulang
sekitar pukul 09.00 WIB. Pada jam-jam itu, biasanya rasa kantuk sudah mulai
menyerang jika usai sahur tidak tidur.
Mudik via Wonosari-Ponjong-Eromoko |
Meski demikian, perjalanan saya dari Jogja ke
Solo tidak melewati rute normal. Saya malah mengambil rute via Gunungkidul.
Jika akses menuju Wonogiri via Gunungkidul biasanya adalah
Wonosari-Semanu-Pracimantoro, kali ini saya mencari jalan tembus yang belum
pernah dilewati, yakni Wonosari-Ponjong-Eromoko.
Saya sempat beristirahat sejenak saat tengah
hari di sebuah masjid di Kota Wonosari. Shalat zuhur sembari tidur sejenak
ternyata sudah bisa mengusir lelah. Usai puas beristirahat, saya kembali
melanjutkan perjalanan dengan dipandu oleh Google Maps. Tentu saya juga
berharap agar Google Maps tidak membuat saya keblasuk.
Wonosari-Ponjong-Eromoko |
Ternyata jalur menuju Wonogiri via
Wonosari-Ponjong-Eromoko sudah cukup baik. Memang jalannya tidak begitu luas,
tetapi kondisinya mulus. Usai melewati pusat Kecamatan Ponjong, jalur mulai menanjak
di kawasan pegunungan. Tak perlu khawatir tersesat karena jalan utama sudah
baik dan jelas untuk diikuti.
Saya tidak mampir-mampir dalam perjalanan
mudik kali ini. Selain karena tidak ada obyek wisata menarik yang bisa
dikunjungi sepanjang jalan, saya juga ingin segera beristirahat saat sampai di
rumah. Perjalanan melewati medan pegunungan saya juga tidak mengalami kendala.
Waduk Gajah Mungkur Dilihat dari Eromoko |
Sesampainya di
Kecamatan Eromoko, kondisi jalan mulai menurun. Ada satu titik di mana panorama
ke arah timur benar-benar terlihat menawan. Waduk Gajah Mungkur yang begitu
luas terlihat jelas dari ketinggian. Saya berhenti sejenak untuk mengabadikan
pemandangan ini.
Selanjutnya kondisi jalan mulai menurun.
Di beberapa titik turunan cukup terjal dengan bonus tikungan. Saya pun melaju pelan
agar sepeda motor mudah untuk dikendalikan. Perjalanan saya ternyata sampai di
Waduk Parang Joho. Waduk ini terletak tidak jauh dari Pasar Eromoko.
Waduk Parang Joho di Kecamatan Eromoko |
Setelah sampai di
Pasar Eromoko, perjalanan tidak lagi sulit karena saya sudah memasuki jalan
utama Pracimantoro-Wonogiri yang sudah baik. Saya pun terus memacu kendaraan
menuju Kota Surakarta melalui jalan itu. Meski momen mudik, kondisi jalan tidak
terlalu ramai. Kondisinya tidak jauh berbeda dengan hari-hari biasa.
1 Syawal 1440 Hijriyah
Berbeda dengan tahun sebelumnya, syukur Alhamdulillah saya sampai di rumah
dengan selamat sekitar pukul 14.30 WIB. Sementara mudik tahun lalu saya sempat
menghabiskan waktu di jalan ketika takbir sudah berkumandang.
Meski senang karena esok hari sudah tidak
lagi harus berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi rasa kehilangan
tetap menghampiri hati ini. Bulan Ramadan nan penuh berkah tahun ini akan
segera pergi.
Yah, hanya ada dua
doa pada momen ini, yakni semoga amal ibadah puasa Ramadan kita diterima oleh
Allah SWT dan semoga kita semua masih akan dipertemukan kembali oleh bulan
Ramadan tahun 1441 Hijriyah besok.. Aamiin
3 komentar
pasti seru banget karena bisa mampir ke spot-spot objek wisata yang baagus
Enaknya mudik naik motor bisa mampir-mampir yah, apalagi kalo banyak tempat wisata yang menarik, bisa foto-foto sejenak. BTW, gimana kelanjutan ceritanya sama kenalannya di jalan?? Hehe
Posting Komentar