Konten [Tampil]
Bulan
Mei adalah kabar baik bagi para pemburu matahari terbit. Hal itu karena Mei
normalnya merupakan peralihan antara musim penghujan dengan musim kemarau yang
otomatis membuat suasana langit menjadi lebih cerah untuk memulai perburuan
matahari terbit.
Momen matahari terbit di Geoforest Watu Payung Turunan |
Tentu sebagai seorang sunrise hunter, musim kemarau merupakan kabar baik bagi saya.
Kebetulan pertengahan Ramadan tahun 1440 Hijriyah ini jatuh pada peralihan
musim hujan menuju kemarau. Saya pun senantiasan memperhatikan kondisi langit
dan memang benar jika langit semakin cerah, tepatnya pada pertengahan Mei 2019.
Oleh karena itu, saya pun memutuskan jika inilah
waktu yang tepat untuk mulai berburu keindahan matahari terbit. Kebetulan pula
saat Ramadan saya harus bagun pagi untuk makan sahur sehingga hal itu merupakan
saat yang pas untuk lanjut berburu sunrise,
daripada langsung tidur setelah shalat subuh.
Lokasi Geoforest Watu Payung Turunan
Hari
itu tanggal 19 Mei 2019, perburuan matahari terbit di awal musim kemarau tahun
ini saya mulai. Lokasi pertama saya berburu matahari terbit bukanlah tempat
baru karena sudah pernah saya kunjungi sebelumnya, yakni di Geoforest WatuPayung Turunan.
Geoforest Watu Payung Turunan yang Semakin Memesona
Pada kunjungan saya ke Geoforest Watu Payung
Turunan sebelumnya, kondisi obyek wisata ini masih ala kadarnya. Namun saat
saya kembali berkunjung, ternyata Geoforest Watu Payung Turunan sudah berbenah
dan menjadi semakin memesona dengan berbagai ornamen dari kayu yang begitu
artistik serta Instagramable.
Ornamen foto di Geoforest Watu Payung Turunan |
Berbagai ornamen itu tersebar, mulai dari pintu masuk
hingga spot panorama. Keberadaannya seolah menggoda siapa pun untuk berfoto di
sana. Salah satu ornamen ternyata telah dibangun di dek foto yang merupakan
tempat terbaik untuk menanti keindahan matahari terbit di Geoforest Watu Payung
Turunan.
Saat itu waktu masih menunjukkan sekitar pukul
05.20 WIB. Saya pun masih memiliki banyak waktu untuk menyiapkan perangkat dan
mulai bereksperimen dengan pemandangan yang tersaji sebelum matahari terbit di
depan mata. Meski matahari belum muncul, tetapi sungai kabut yang tersaji
nampak begitu menawan.
Sebelum sunrise di Geoforest Watu Payung Turunan |
Awalnya
saya mengira jika hanya sedikit pengunjung lain yang berkunjung di Geoforest
Watu Payung Turunan ini. Namun, ternyata menjelang momen matahari terbit banyak
orang yang datang. Kebanyakan dari mereka mungkin adalah anak SMP atau SMA.
Penguasa spot foto Geoforest Watu Payung Turunan
Yah, mungkin karena masih muda, mereka belum
tahu etika untuk berfoto di tempat wisata. Langsung saja mereka
berbondong-bondong menuju dek foto dan berfoto, serta ber-selfie tidak karuan. Awalnya hal itu tidak masalah karena matahari
masih belum muncul sehingga biarlah mereka berfoto sepuasnya.
Sudah Menguasai Spot Foto sejak Sunrise |
Namun saat matahari mulai muncul, mereka tidak kunjung
pergi. Momen sunrise malah menjadi
babak baru bagi mereka untuk kembali berfoto. Yah, pupus sudah harapan untuk
bisa berfoto di dek foto tersebut saat momen matahari terbit berlangsung.
Untunglah saat saya tidak kesal sendirian.
Saat yang bersamaan, ternyata ada teman bloger
lain yang juga hunting di Watu
Payung. Ia adalah Bung Nasrul pemilik blog Lensanasrul. Ternyata kami sama-sama
jengkel karena orang-orang yang menguasai tempat foto dalam waktu yang lama.
Idealnya 3 sampai 5 menit merupakan waktu berfoto seseorang saat pengunjung
lain menunggu.
Matahari sudah tinggi, belum minggir juga |
Bahkan
saya beberapa kali berteriak “Gantiannn..!” agar mereka merasa tidak nyaman dan
segera pergi. Namun tetap saja ada beberapa orang yang seolah cuek, seperti
spot foto itu buatan kakeknya. Untung saja saat itu saya sedang berpuasa
sehingga kata-kata kasar tidak boleh sampai keluar karena bisa mengurangi
pahala puasa.
Kesiangan di Geoforest Watu Payung Turunan
Akhirnya mereka baru pergi sekitar pukul 06.30
WIB. Tentunya saat itu matahari sudah cukup tinggi. Yah, mau bagaimana lagi,
daripada tidak berfoto sama sekali lebih baik berfoto dengan kondisi yang ala
kadarnya. Matahari setengah 7 pagi jelas berbeda dengan matahari saat momen sunrise yang tidak begitu terang.
Ketemu sesama blogger: Lensanasrul.com |
Kondisi matahari saat itu sudah sangat terang. Rasanya
mustahil untuk memperoleh detail foto langit dan obyek dengan sempurna tanpa
filter GND. Pemotretan hanya bisa dilakukan sebisanya dengan melakukan post editing pada aplikasi edit foto di
laptop seperti photoshop atau lightroom.
Syukur Alhamdulillah,
saya masih berhasil mengabadikan beberapa momen di Geoforest Watu Payung
Turunan ini. Namun, tentu saja hasil foto yang saya dapat tidak sesuai
ekspektasi awal. Saat kembali pulang, saya senantiasa beharap agar hasil
jepretan bisa diedit dengan baik nantinya.
Akhirnya foto di Geoforest Watu Payung Turunan (matahari sudah tinggi) |
Nah
bagi para traveller yang gemar
berfoto, ketahuilah bahwa menguasai spot foto dalam waktu yang lama saat ramai
kunjungan merupakan tindakan yang kurang terpuji. Spot foto di obyek wisata
adalah milik siapa saja yang sedang berkunjung. Tidak ada yang berhak
menguasainya, tentu selain yang punya tempat.
Info
Jam buka
05.00 – 18.00 (Tiket)
Harga tiket
Rp5.000 (motor)
Tarif parkir
-
Fasilitas
Area parkir, warung makan, mushalla, toilet, joglo, dan spot foto
Waktu kunjungan terbaik
Pagi hari sekitar pukul 05.30 WIB (Bulan Mei-Juli)
7 komentar
aku baru tahu ada geopark yang kayak gini di Yogyakarta. suka banget sama ornamen kayunya berasa masuk kedimensi lain.
Tapi tetep ae, hasil jepretane apik. Jempol lima lah
semoga bisa nyepot bareng...
Posting Komentar