Konten [Tampil]
Selasa (23/02/2019) merupakan hari yang spesial di Kota Surakarta. Pada
hari itu, total ada tiga acara besar di Kota Bengawan, yakni Haul Gus Dur ke-9,
Solo Imlek Festival, dan HUT Pasoepati (supporter Persis Solo) ke-19.
Haul Gus Dur ke-9 di Solo (23/02/2019) |
Acara Haul Gus Dur
Namun
bagi saya, acara besar di Kota Solo tidak hanya tiga, tetapi empat. Hal itu
karena pada tanggal yang sama, teman baik saya sebut saja “Mbak Jay”
melangsungkan akad pernikahannya. Tentu
sebagai seorang teman, saya harus hadir di acaranya.
Sebenarnya
fokus pertama saya adalah di acara akad pernikahan Mbak Jay. Akan tetapi, acara
Haul Gus Dur diadakan dekat dengan venue nikahan teman. Jika nikahan Mbak Jay
diadakan di Grha Wisata Niaga, maka Haul Gus Dur ke-9 dilaksanakan di Stadion
Sriwedari.
Stadion Sriwedari-Grha Wisata Niaga = 240-san meter
Hujan Lebat
Namun ketika saya
berangkat, hujan turun dengan deras. Hal itu menyebabkan saya tidak bisa
leluasa memotret. Saya pun mengira kirab batal dilaksanakan, tetapi ternyata
rangkaian acara itu tetap dilaksanakan, bahkan dihadiri oleh Gubernur Jawa
Tengah, Ganjar Pranowo.
Hujan
yang turun dengan lebat akhirnya membuat saya memutuskan untuk fokus menghadiri
acara akad nikah Mbak Jay. Singkat cerita, dia adalah partner saya dalam
bermain bonang ketika menabuh gamelan. Saya menabuh bonang barung, sementara ia
menabuh bonang penerus.
Syukur Alhamdulillah, acara akad nikah berjalan
lancar. Tentu saya juga senang menyaksikan langsung momen di mana teman saya
itu resmi menjadi seorang istri. Yah, semoga keluarganya SaMaWa selalu
selamanya. Aamiin.
Duet Bonang, Saya dan Mbak Jay |
Usai
akad nikah, acara resepsi akan dimulai pukul 19.00 WIB di tempat yang sama.
Sekitar pukul 17.00 WIB, saya iseng berjalan menuju Stadion Sriwedari untuk
melihat-lihat. Ternyata suasana sudah ramai dengan para santri, santriwati, dan
peserta acara Haul Gus Dur ke-9.
Saya
berjalan bersama seorang anggota Banser menuju stadion. Saya pun menanyakan
banyaknya peserta acara Haul Gus Dur ini. Ternyata, jumlah peserta diperkirakan
mencapai lebih dari 100.000 orang. Pantas saja suasana begitu ramai.
Meski
berpakaian berbeda dari mayoritas orang yang mengenakan peci, baju putih, dan
sarung, saya tetap merasa aman berada di tengah-tengah mereka. Bahkan entah
mengapa hati begitu sejuk melihat mereka. Saya pun berharap agar acara berjalan
lancar nanti malam.
Ketika saya masuk
stadion, tampak peserta sudah memenuhi tribun stadion. Kebanyakan mereka juga
menggelar tikar di depan panggung utama. Sayang lapangan Stadion Sriwedari
begitu becek sehingga rasanya kasihan mereka yang harus berbecek-becek melewati
lapangan.
Dari Resepsi Menuju Haul Gus Dur
Saya
pun memutuskan kembali ke Grha Wisata Niaga setelahnya karena waktu sudah
hampir maghrib. Saat saya berjalan, tampak masjid-masjid di luar stadion sudah
dipenuhi peserta yang akan melaksanakan salat maghrib, meski ada salat maghrib
berjamaah di Stadion Sriwedari.
Setibanya di acara
resepsi, saya salat maghrib dan kemudian kembali masuk ke dalam. Akhirnya
sekitar pukul 19.00 WIB, acara resepsi Mbak Jay dimulai. Saya juga bertemu teman
kuliah dahulu sebanyak delapan orang yang hadir di acara resepsi ini.
Upacara Pedang Pora Resepsi Nikahan Mbak Jay |
Satu
hal yang spesial dari acara resepsi ini adalah diawali dengan upacara Pedang
Pora. Memang suami Mbak Jay adalah seorang Angkatan Udara. Baru pertama kali
saya menyaksikan upacara ini di mana keuda mempelai dikelilingi pasukan
berpedang.
Setelah
upacara selesai, ternyata acara resepsi awal bisa dibilang untuk keluarga besar
militer. Sementara untuk acara resepsi bersama undangan lainnya dilakukan satu
jam kemudian, yakni pukul 20.00 WIB. Sayangnya, saya harus meninggalkan acara
resepsi pada waktu tersebut.
Semoga Bahagia dan Samawa Selamaya, teman |
Sebelumnya saya sudah
pamit kepada Mbak Jay jika tidak bisa full
mengikuti acara resepsi. Saya harus berpindah ke acara Haul Gus Dur karena
dikabarkan acara itu dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko
Widodo. Saya pun bergegas menuju Stadion Sriwedari.
Haul Gus Dur ke-9
Sesampainya
di Stadion Sriwedari, saya langsung mencari tempat yang strategis. Ternyata
depan panggung sudah penuh dengan peserta. Saya pun mencari celah yang ada dan
syukur Alhamdulillah ada tempat yang
pas dekat panggung, meski saya harus berdiri.
Tak lama kemudian
acara pun dimulai. Pembukaan dimulai dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia
Raya yang kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan Mars Ya Lal Wathon. Saat itu
saya hanya bisa menyanyikan Indonesia raya dan hanya menyimak Mars Ya Lal
Wathon.
Lirik
Mars Ya Lal Wathon ternyata berisi semangat nasionalisme. Mars tersebut dilantunkan
dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Semua peserta tampak begitu bersemangat
dalam melantunkan lagu Indonesia Raya dan Mars Ya Lal Wathon.
Rangkaian
acara pun dimulai. Ada banyak tokoh yang memberi sambutan pada acara Haul Gus
Dur ini. Salah satunya adalah Mbak Zannyba Ariffah Chafsoh atau yang akrab
dikenal Mbak Yenny Wahid, putri kedua Kiai Haji Abdul Rahman Wahid atau Gus Dur.
Mbak Zannyba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid |
Satu hal yang paling
berkesan ketika Mbak Yenny memberi sambutan adalah, beliau menahan tangis haru.
Mbak Yenny begitu kagum dan berterima kasih kepada peserta Haul Gus Dur ke-9 di
Solo yang rela hujan-hujan sejak siang dan masih betah mengikuti acara sampai
malam.
Gus Dur di Mata Prof. Dr. Mahfud MD
Salah
satu tokoh yang hadir pada acara Haul Gus Dur ke-9 di Solo adalah Prof. Dr.
Mahfud MD. Tentu ini merupakan momen spesial. Prof. Mahfud yang biasanya saya
nanti kemunculannya di layar kaca seperti di acara ILC, kini berdiri tidak jauh
dari saya.
Beliau
kemudian memberikan penyampaian seputar Gus Dur. Menurut Prof. Mahfud, Gus Dur
dikenal sebagai ulama, politisi yang ulung, serta negarawan yang sangat mencintai
NKRI. Gus Dur juga dikenal sebagai budayawan, cendekiawan, serta bapak
pluralisme dan demokrasi.
Prof. Dr. Mahfud MD dalam Acara Haul Gus Dur ke-9 di Solo |
Namun,
Gus Dur tidak mempedulikan julukan yang disematkan kepadanya. Ketika ada yang
menganggapnya seorang wali, maka Gus Dur menjawab kalau beliau adalah wali
murid. Ketika disebut seorang ilmuwan dan budayawan, Gus Dur menjawab jika beliau
hanyalah wisatawan.
Meski
demikian, julukan-julukan itu sangat pas disematkan kepada Gus Dur karena
dedikasi dan kualitas beliau sebagai WNI yang turut membangun bangsa ini menuju
kehidupan bernegara yang lebih baik.
Satu
hal yang disampaikan Prof. Mahfud tentang Gus Dur adalah tentang julukan beliau
sebagai Bapak Demokrasi Indonesia. Hal itu karena Gus Dur meyakini jika pilihan
hidup bernegara di Indonesia yang sangat majemuk adalah demokrasi.
Peserta Haul Gus Dur ke-9 di Solo |
Prof.
Mahfud juga menyampaikan kisah ketika Gus Dur akan dilengserkan ketika menjadi
presiden. Saat itu di berbagai daerah muncul berbagai gerakan bela Gus Dur.
Beliau pun melakukan perlawanan, tetapi Gus Dur juga megutus Prof. Mahfud MD
sebagai Menteri Pertahanan RI saat itu untuk datang ke berbagai pesantren di
daerah.
Beliau diminta Gus
Dur untuk menyampaikan bahwa tidak perlu membela Gus Dur. Presiden RI ke-3 itu
mengatakan, biar beliau yang membela diri sendiri. Gus Dur tidak ingin ada
kekerasan dalam politik yang bisa merusak persatuan dan kesatuan NKRI.
Selengkapnya:
Selengkapnya:
Gus Dur Menurut Kiai Haji Mustofa Bisri
Rangkaian
acara selanjutnya adalah tausiah dari Kiai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus. Salah
satu hal yang dibahas oleh beliau adalah tentang wali. Menurut Gus Mus, wali
adalah jamak-nya Aulia. Wali ditafsirkan sebagai kekasih, sehingga waliyullah
adalah kekasih Allah, berati dikasihi Allah dan mengasihi Allah.
Namun
Gus Mus memiliki makna tersendiri terhadap wali. Beliau mengartikan wali
sebagai bala sehingga Waliyullah
berarti bala-nya Allah SWT. Menurut
Al Quran yang disampaikan Gus Mus, ciri-ciri wali adalah tidak ditaklukkan oleh
rasa takut dan tidak pernah bersedih. Takut memang, tetapi ketakutan itu tidak
akan bisa mengalahkan diri seorang wali.
Kiai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus di Acara Haul Gus Dur ke-9 di Solo |
Sementara
Gus Dur menurut Gus Mus adalah seseorang yang tidak pernah
ditaklukkan oleh ketakutan. Gus Mus menceritakan bahwa Gus Dur dahulu pernah menjadi
sopir taksi, mengepel kapal induk di Belanda.
Gus
Mus juga bercerita jika Gus Dur pernah miskin pula. Gus Dur juga pernah
berjualan es di masa lalu. Meski demikian, beliau tidak pernah susah termasuk
ketika akan dilengserkan dari kursi presiden RI. Gus Dur juga terus berjuang
demi Indonesia dan mencintai orang lain sampai akhir hayatnya.
Selengkapnya:
Selengkapnya:
Gus Mus juga menyampaikan tentang rasa cinta tanah air. Memang kini rasa cinta tanah air disebut sebagai nasionalisme. Namun Gus Mus tidak tahu apa itu nasionalisme yang berasal dari bahasa asing. Yang beliau tahu adalah, Indonesia adalah rumah tercintanya.
Rasa cinta tanah air merupakan DNA pendiri Nahdlatul Ulama, Kiai Haji Mohammad Hasjim Asy’arie. Oleh karena itu masyarakat NU wajib mencintai dan menjaga rumahnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kesimpulan
Usai
tausiah dari Gus Mus, saya memutuskan untuk kembali karena acara memang sudah
akan berakhir. Selain itu, rasanya capai juga di kaki usai terus berdiri selama
dua jam. Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 22.00 WIB.
Memang
Presiden Jokowi tidak hadir pada acara ini sehingga saya tidak bisa memotret
beliau secara langsung. Namun meski demikian, ilmu dan wawasan tentang Gus Dur serta
rasa cinta tanah air menjadi salah satu hal berharga yang saya dapatkan dari
acara ini.
Tentu
selain doa dan harapan untuk Indonesia tercinta, terbesit pula doa kepada para
peserta yang masih harus menempuh perjalanan jauh sampai ke rumahnya. Doa itu
semacam otomatis terucap dalam hati ketika mata ini melihat rombongan bus peserta
dengan plat luar kota yang meninggalkan Kota Surakarta.
1 komentar
aku gak tau melu ngene iki eee
Posting Komentar