Konten [Tampil]
Destinasi wisata kali ini letaknya cukup jauh
dari Kota Surakarta; tempat domisili saya, yakni berjarak 188 kilometer
jauhnya. Destinasi ini saya kunjungi saat menempuh perjalanan ke Kabupaten
Kediri di akhir pekan terakhir Bulan Juni tahun 2018 lalu. Tidak ada tujuan
khusus dalam perjalanan ini, melainkan hanya dalam rangka mengisi hari libur
akhir pekan.
Gua Selomangleng, Kediri |
Kali ini perjalanan saya menuju Kediri tidaklah
sendirian, melainkan ditemani oleh lima orang, yang mana satu orang adalah
rekan kerja saya dan lima lainnya adalah temannya dan teman dari temannya lagi.
Perjalanan menuju Kediri kami mulai sekitar pukul 07.30 WIB dari Kampus UNS.
Teman Perjalanan Kali Ini |
Menuju Selomangleng
Singkat cerita,
perjalanan kami akhirnya sampai juga di Kediri sekitar pukul 12.30 WIB. Selama
di Kediri, kami dipandu oleh “warlok” yang merupakan teman dari anggota
rombongan. Kami pun tak perlu ragu mengenai jalan menuju Gua Selomangleng
karena sudah ada yang tahu jalannya.
Alun-alun Kediri_Gua Selomangleng
Saat itu matahari sudah mulai condong mendekati
cakrawala barat barat saat kami melaju menuju Selomangleng usai mengunjungi
Gereja Puhsarang yang memiliki arsitektur unik. Letak Gua Selomangleng berada
di sebelah barat Kota Kediri, atau sekitar 6 kilometer dari Alun-alun Kediri
dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.
Gereja Puhsarang, Sebelum ke Gua Selomangleng |
Sekitar pukul 16.00 WIB, kami akhirnya sampai
juga di area parkir Gua Selomangleng. Area parkir yang tersedia sudah cukup
besar karena bisa memuat puluhan motor, mobil, serta bus besar. Tidak ingin
membuang waktu, kami langsung berjalan menuju gua usai memarkir kendaraan.
Area Parkir Gua Selomangleng |
Gua Selomangleng
Gua yang terletak di
kaki Gunung Klotok ini sebenarnya bukanlah gua yang besar seperti GUA GONG di
Kabupaten Pacitan atau GUA SEPLAWAN di Kabupaten Kulonprogo. Bentuknya lebih
sesuai dengan namanya yakni Selo yang
berarti batu dan Mangleng yang
berarti miring; berupa batu yang berlubang di atas ketinggian sekitar 40 meter.
Gua Selomangleng, Kediri |
Gua ini pun tidaklah terlalu lebar. Ruang di
dalamnya pun berukuran sempit dengan dua ruangan yang memiliki dua pintu besar
dan satu pintu kecil. Meski demikian, pada dinding gua terdapat ukiran relief.
Gua ini selain difungsikan utntuk wisata, juga berfungsi sebagai tempat ritual
dan tirakat orang-orang tertentu sehingga bau dupa cukup menyengat di dalam.
Bagian Dalam Gua Selomangleng |
Selain gua yang merupakan obyek utama, kawasan
Gua Selomangleng juga sering dijadikan pengunjung untuk berolah raga, tentu
bukan di titik goa, melainkan di sekelilingnya. Tersedia rute untuk sampai di
atas bukit menembus semak. Nantinya di sana pemandangan terbuka ke arah timur
akan cukup terbuka.
Pemandangan Terbuka ke Arah Timur |
Kawasan atas bukit juga sering digunakan untuk
berfoto dengan latar berupa sebuah pohon besar tanpa daun dan juga dengan
posisi berada di lorong semak. Ada pula jalan ke atas goa sehingga yang nyaman
sebagai tempat duduk-duduk dan bercengkerama di atas ketinggian. Tentunya harus
selalu berhati-hati agar tidak sampai terjatuh.
Kenalan Sama: Luthfia Ayu Azanella |
Sejarah Gua Selomangleng
Gua Selomangleng ini
meski kecil, tetapi menyimpan kisah sejarah yang cukup menarik. Kisah sejarah
di sini bahkan sudah dimulai sejak sebelum zaman Kerajaan Kediri, yakni pada
masa Kerajaan Kahuripan saat Raja Airlangga memerintah. Tentu sebuah kebanggaan
tersendiri bagi Kediri karena memiliki situs sejarah yang sudah begitu lama
ini.
Gua Selomangleng, Kediri, Jawa Timur |
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Gua
Selomangleng ini dulunya adalah tempat pertapaan Dewi Kilisuci (Sanggramawijaya
Tunggadewi); putri Raja Airlangga dari perkawinan dengan dengan Putri
Dharmawangsa Teguh yang mewarisi tahta Kahuripan.
Patung Dewi Kilisuci |
Namun Sanggramawijaya Tunggadewi lebih memilih
menyepi di Gua Selomangleng dan mundur sebagai pewaris tahta Kahuripan dan
menjadi pertapa bergelar Dewi Kilisuci. Raja Airlangga pun membagi dua Kerajaan
Kahuripan kepada dua putranya yakni Sri Samarawijaya sebagai Kerajaan Panjalu dan
Mapanji Garasakan sebagai Kerajaan Jenggala.
Kedua kerajaan itu terus bersaing untuk menguasai satu
sama lain. Akhirnya persaingan dimenangkan oleh Kerajaan Panjalu dengan ibu
kota di Daha (Kediri) sehingga berdirilah kerajaan yang baru yaitu Kerajaan
Kediri.
Info
Jam buka:
08.00-18.00 WIB
Tiket masuk:
Rp5.000,00
Tarif Parkir:
Rp2.000,00
Tarif Parkir:
Rp2.000,00
Fasilitas:
Area parkir, toilet, mushalla, pura, warung makan,
toko suvenir
Waktu kunjungan terbaik:
Pagi hari yang cerah
Posting Komentar
Posting Komentar