Konten [Tampil]
Momen Hari Raya Idul Fitri di Indonesia memang
tidak lepas dari aktivitas mudik setiap tahunnya, saat ratusan ribu orang yang
merantau di berbagai kota besar pulang kembali ke daerah asalnya untuk bertemu
dengan keluarga. Berita tentang mudik pun selalu menghiasi berita di layar kaca
saat menjelang lebaran.
Mudik Lebaran 2018 |
Wong Solo Mudik ke Solo
Tahun 2018 ini pun
saya berkesempatan untuk merasakan mudik, meski kampung halaman dan domisili
sama-sama di Kota Solo. Hal itu dikarenakan tanggal 13 petang saya mendadak ada
keperluan di Klaten sehingga akhirnya saya memutuskan untuk menginap di rumah
saudara berlokasi di Sleman.
Pemanasan I: Spot Riyadi
Perjalanan mudik saya
dimulai usai salat subuh di hari terakhir Ramadan, tetapi tidak langsung
menempuh perjalanan pulang melainkan terlebih mengunjungi kawasan perbukitan di
Kecamatan Prambanan yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sisi utara.
Hitung-hitung sebagai pemanansan.
Panorama Spektakuler Spot Riyadi |
Saya sampai di tujuan pertama yakni SPOT RIYADI
sebelum matahari terbit. Namun sayangnya saya sedikit terlambat karena kondisi
langit sudah cukup terang sehingga keindahan cahaya lampu tidak bisa saya
dapatkan dengan maksimal.
Sunrise di Spot Riyadi |
Namun kondisi tersebut bukan berarti pemandangan
yang tersaji di Spot Riyadi tidaklah indah. Panorama yang memesona tetap tampak
begitu indah di sini, terutama memandang ke arah Candi Prambanan dan Candi
Sojiwan yang terlihat megah dari ketinggian.
Candi Prambanan dari Spot Riyadi |
Membawa lensa zoom murni merupakan hal yang
penting saat berkunjung ke Spot Riyadi. Lensa yang dibawa setidaknya memiliki
panjang minimal mencapai 135mm untuk bisa mengabadikan panorama Candi Prambanan
dari ketinggian, meski masih terlihat terlalu kecil.
Berlatar Belakang Gunung Merapi |
Lensa yang saya bawa saat itu adalah sapu jagad
untuk Canon dengan panjang 18-135 mm. Setidaknya lensa itu sudah mampu untuk
memungkinkan saya menjepret kemegahan Candi Prambanan. Lensa tele dengan
panjang maksimal 200mm adalah pilihan terbaik untuk menjepret Candi Prambanan
dari Spot Riyadi.
Pemandangan di Spot Riyadi |
Saya tetap berada di Spot Riyadi hingga sekitar
pukul 07.00 WIB. Saat matahari sudah agak tinggi pun pemandangan di sini tetap
memesona dengan perpaduan antara warna biru langit dan Gunung Merapi, serta
hijaunya persawahan dan perbukitan. Usai puas menikmati suasana saya terus
melanjutkan perjalanan.
Pemanasan II: Candi Barong
Perjalanan kedua saya
di hari terakhir Ramadan tersebut sebenarnya tidak terencana sebelumnya. Hanya
karena saya melihat plang penunjuk jalan menuju Candi Barong, saya pun segera
memacu kuda besi Supra-X 125 saya mengikuti arah yang ditunjukkan oleh plang
itu.
Candi Barong, Sambirejo, Prambanan |
Akhirnya saya sampai di destinasi kedua yakni
Candi Barong; sebuah tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Ternyata Candi Barong ini merupakan kompleks candi yang megah, meski tidak
sebesar kompleks Candi Borobudur atau Prambanan.
Sisi Depan Candi Barong |
Candi Barong ini berada di bawah pengelolaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sehingga sudah ditata
dengan baik. Kondisi candi ini begitu bersih dengan dikelilingi oleh pagar.
Terdapat rerumputan hijau yang mengelilingi candi. Saat pagi hari rumputnya
basah oleh embun sehingga nyaman untuk ditapaki.
Saia di Candi Barong |
Meski termasuk destinasi wisata yang sangat
layak untuk dikunjungi, pagi itu hanya saya pengunjung Candi Barong. Mungkin
candi ini ramai saat sore hari. Selain memiliki banyak spot yang instagrammable,
pemandangan yang tersaji dari sini begitu indah. Tampak pula Tebing Breksi dari
kejauhan.
Perjalanan Sesungguhnya
Perjalanan saya
kembali ke Surakarta baru dimulai di tengah hari usai salat zuhur. Hal itu
disebabkan karena usai kembali dari Candi Barong, saya sangat mengantuk
sehingga memutuskan untuk tidur sejenak. Perjalanan saya dimulai dengan malah
melaju ke arah selatan ke arah Gunung Kidul.
Perjalanan saya ke
Gunung Kidul bukan melalui Bukit Bintang yang merupakan jalan nasional,
melainkan melalui Pleret-Dlingo yang melewati tanjakan terjal berkelok bernama “Tanjakan
Cino Mati”. Jalan ini adalah rute alternatif menuju Gunung Kidul selain melalui
jalan utama.
Konon nama Cino Mati disematkan pada jalan ini
karena dulunya ada orang etnis China yang meninggal di sini. Namun memang
tanjakan ini begitu terjal sehingga rawan membuat kecelakaan yang menyebabkan
kematian. Selanjutnya saya terus mengikuti Jalan Patuk-Dlingo tersebut.
Pemandangan di Tengah Jalan |
Nantinya jalan
yang saya lalui tersebut akan sampai di Daerah Playen. Selanjutnya saya terus
melanjutkan perjalanan ke arah selatan menuju Paliyan karena jalur tersebut merupakan
rute yang dulu sering saya lalui menuju lokasi Kuliah kerja Nyata (KKN) di Desa
Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul bersama tim saat masih kuliah.
Jalan Lintas Selatan |
Perjalanan kali ini
adalah untuk sekalian mengenang masa-masa itu. Namun kali ini saya tidak
meneruskan perjalanan sampai ke titik tempat saya KKN dulu yang dekat dengan
Pantai Ngobaran. Saya berlanjut menyusuri jalan lintas selatan ke arah Pantai
Baron dan terus ke timur.
Celosia
Ada yang berbeda di
pesisir selatan Gunung Kidul saat saya melintasinya kali ini. Di beberapa
titik, terutama sekitar Pantai Baron ke timur banyak dijumpai kebun bunga
celosia dengan bunga-bunganya yang berwarna cerah. Kebun-kebun bunga itu memang
masih baru sehingga menjadi alternatif tujuan wisata selain ke pantai.
Taman Bunga Celosia, Gunung Kidul |
Selain berfoto dengan latar warna-warni bunga
yang begitu indah, beberapa pengelola juga menambahkan latar belakang lain
seperti misalnya kincir angin untuk menambah keindahan latar berfoto. Biaya
masuknya juga tidaklah mahal, yakni hanya Rp5.000,00 saja. Namun saat itu saya
hanya numpang lewat saja.
Pantai Sundak
Saya tidak terus
melaju untuk sampai Surakarta. Pemberhentian pertama saya pada perjalanan mudik
kali ini adalah di Pantai Sundak. Menemukan Pantai Sundak pun begitu mudah
karena telah tersedia plang penunjuk jalan saat saya melaju di Jalan Lintas
Selatan sehingga tinggal mengikuti arah yang ditunjukkan saja.
Pantai Sundak, Gunung Kidul |
Pantai Sundak memiliki karakteristik yang sesuai
dengan ciri khas pantai-pantai di Kabupaten Gunung Kidul dengan pasir putih dan
sabuk karang di antara perbatasan pasir dengan laut. Saya hanya berisitirahat
sejenak dan menikmati suasana dan semilir angin pantai.
Wisatawan di Pantai Sundak |
Kondisi Pantai Sundak cukup lengang saat itu,
meski sudah memasuki masa liburan. Mungkin hal itu disebabkan oleh ibadah puasa
yang membuat orang-orang malas untuk beraktivitas di luar rumah. Saya hanya
beristirahat sekitar setengah jam sebelum kembali melanjutkan perjalanan.
Menerjang Jalan Rusak Pantai Timang
Selanjutnya saya
terus melaju ke arah timur menyusuri Jalan Lintas Selatan. Beberapa plang
penunjuk ke arah pantai senantiasa saya temui saat berkendara. Sebelumnya
kehadiran plang-plang tersebut tidak membuat saya tertarik mengunjunginya dan
tetap terus melanjutkan perjalanan ke arah timur.
Kondisi Jalan Berbatu Menuju Pantai Timang |
Namun keputusan saya itu berubah saat saya
menjumpai plang penunjuk jalan menuju Pantai Timang. Tidak seperti pantai
lainnya, Pantai Timang ini sedang naik daun karena keunikannya berupa sebuah
gondola yang melaju di atas lautan. Saya pun penasaran dan akhirnya memutuskan
untuk menyambanginya saja.
Kondisi Jalan Menjelang Sampai Pantai Timang |
Sebelumnya pula saya mengira bahwa perjalanan
menuju Pantai Timang akan lancar karena pantai ini memang terkenal sehingga
banyak dikunjungi wisatawan. Sayangnya kenyataan tidak seperti yang saya kira
karena ternyata kondisi jalannya tidaklah baik. Motor saya harus melaju di atas
jalan berbatu.
Area Parkir Motor Pantai Timang |
Sebenarnya saya sempat mendapat firasat bahwa jalan menuju Pantai Timang memang
tidak bagus karena di sekitar Jalan Lintas Selatan sebelumnya banyak terdapat
mobil jeep untuk membawa wisatawan ke Pantai Timang. Harusnya dari hal itu saya
sudah bisa memperkirakan bahwa kondisi jalannya memang menantang.
Jalan berbatu ternyata tidak selamanya harus
saya lalui sampai ke kawasan Pantai Timang. Menjelang sampai, kondisi jalan
membaik karena terdiri dari jalan cor. Jalan itulah yang akan dilalui sampai ke
area parkir. Ternyata meski jalannya jelek, masih ada banyak wisatawan yang
berkunjung, baik dengan menggunakan sepeda motor atau mobil.
Area Parkir Mobil Pantai Timang |
Usai memarkirkan kendaraan, perjalanan
dilanjutkan dengan berjalan kaki. Tida jauh rute yang harus ditempuh dengan
berjalan kaki karena beberapa meter melangkah, maka perjalanan sudah sampai di
Pantai Timang dengan jembatan gantung dan gondolanya yang kian terkenal.
Jembatan Gantung Pantai Timang |
Saya hanya duduk dan menjepret saja di sini
karena memang tidak punya kesempatan menjajal jembatan gantung dan gondola
Pantai Timang ini. Hal itu dikarenakan biaya menyebreang jembatan gantung yakni
Rp100.000,00 dan gondola sebesar Rp150.000,00 pulang-pergi. Sementara yang ada
di dompet saya hanya Rp30.000,00 saja.
Gondola Pantai Timang |
Meski tidak merasakan sensasi sajian utama di
Pantai Timang, setidaknya dengan menikmati suasana dan menjepret aktivitas
wisatawan lainnya sudah membuat saya puas. Sekitar pukul 15.55 WIB, saya
kembali melanjutkan perjalanan pulang. Tentu saya harus kembali melalui jalan
berbatu untuk sampai ke Jalan Lintas Selatan.
Buka puasa terakhir di Ramadan tahun 2018
Perjalanan saya ke
arah timur melalui Jalan Lintas Selatan berakhir saat sampai Kecamatan
Girisubo, Gunung Kidul. Setelah itu perjalanan adalah berbelok melaju ke arah
utara hingga nantinya akan sampai di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di
Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri.
Ternyata jalan penghubung Pracimantoro dengan
Girisubo kini sudah sangat baik, bahkan masih dilakukan proyek pengerjaan jalan
agar semakin baik. Kondisi jalan nasional pun sudah sangat baik sehingga begitu
nyaman untuk dilalui karena lebar dan sangat mulus.
Maghrib di Kecamatan Manyaran, Wonogiri |
Saat hari sudah semakin sore, akhirnya waktu
berbuka puasa pun tiba. Perjalanan saya baru sampai di Kecamatan Manyaran,
Wonogiri saat azan maghrib berkumandang. Saya pun kembali beristirahat di
warung mie ayam untuk berbuka puasa yang juga menjadi buka puasa terakhir di Bulan
Ramadan tahun 2018.
1 Syawal 1439 Hijriyah
Usai makan,
perjalanan saya kembali berlanjut bersamaan dengan kumandang takbir di awal tanggal
1 Syawal 1439 Hijriyah ini. Perjalanan pulang saya usai Manyaran adalah tidak
melalui jalan utama, melainkan lewat jalan lintas Tawangsari-Cuplik, yang
nantinya langsung sampai di selatan Jembatan Bacem, Sukoharjo.
Syukur Alhamdulillah saya sampai di rumah
sekitar pukul 19.30 WIB usai menempuh perjalanan sekitar kurang-lebih 7,5 jam.
Kondisi jalan meski cukup padat, tetapi tidaklah macet. Yah, setidaknya saya
kembali merasakan sensasi mudik yang dilakukan banyak orang menjelang Lebaran,
meski jaraknya jauh lebih singkat.
Posting Komentar
Posting Komentar