Konten [Tampil]
Tahun 2017 bukanlah tahun yang penuh dengan
kisah pendakian bagi saya. Berbeda dengan tahun 2016; yang mana saya bisa
menjelajahi delapan gunung, di tahun 2017 ini hanya ada tiga gunung yang saya
sambangi. Catatan pendakian kali ini pun merupakan catatan pendakian terakhir
saya di tahun 2017 kemarin. Tujuan pendakian ini pun bukan gunung nan jauh, melainkan Merapi yang selalu
menghiasi pandangan di perantauan saya saat itu; Yogyakarta.
Merapi, 2930 Mdpl |
Hari itu adalah dua hari setelah perayaan HUT
kemerdekaan Republik Indonesia ke-72. Matahari sudah ada di ufuk barat sore itu
saat saya berangkat. Saat itu entah mengapa pula cuaca di Yogyakarta masih
cukup basah. Padahal menurut perhitungan musim, Bulan Agustus merupakan puncak
musim kemarau di Indonesia, termasuk juga Yogyakarta.
Kenangan yang
takkan pernah padam
Kali ini pendakian ke
Merapi tidak akan sama lagi seperti Pendakian-pendakian Merapi Sebelumnya. Hal
tersebut bukanlah karena ada peristiwa yang terjadi pada pendakian ke Merapi
saya saat ini, melainkan karena sebuah cerita masa lalu saat pendakian Merapi yang saya
lakukan di tahun 2016 silam.
Merapi Dilihat dari Merbabu |
Yah, memang saya sengaja untuk tidak menuliskan
catatan pendakian tersebut dan memilih untuk menyimpannya saja dalam ingatan.
Memang ingatan tersebut termasuk kenangan indah. Akan tetapi tetap saja seindah
apapun kenangan, ia malah akan terasa menyedihkan saat tidak bisa diulang
kembali untuk selamanya.
Singkat saja, pada pendakian Merapi saya tahun
2016 silam saya ditemani oleh seseorang yang pada akhirnya bisa merampok hati
saya habis-habisan. Syukur Alhamdulillah pula
kami berhasil sampai kawasan puncak dan kembali ke perantauan kami di
Yogyakarta dengan selamat usai berjuang menapaki terjalnya tanjakan Sang Meru
Api.
Kisah kami pun masih berlanjut usai pendakian
Merapi 2016 silam itu. Namun sayang, kedekatan kami harus berakhir. Entah
mengapa dia pergi saat level cinta ada di puncaknya, seakan membuang hati yang
sudah ia curi ini ke tempat pembuangan sampah. Sampai detik ini pun saya tidak
tahu apa alasan dirinya.
Pendakian Terindah; Merapi 2016 |
Bisa dibilang kenangan itu bagaikan hantu. Sejauh mana berlari, saya takkan
pernah mempu untuk lari dari kenangan itu sehingga opsi yang tersisa hanyalah menghadapi
dan menerimanya dengan ikhlas serta lapang dada karena kenangan adalah bagian masa lalu yang memang menjadi bagian dari keseluruhan
jiwa dan raga ini.
Merapi akhirnya saya
sambangi kembali, hanya berselang sekitar satu tahun usai kenangan indah
tersebut. Tentu saya paham akan konsekuensi diterjang badai kenangan nan dahsyat saat
menapaki jalan setapak Merapi. Namun saya sudah bertekad menghadapinya untuk
menjadi lebih kuat ke depannya melalui rintangan tersebut yang ditambah dengan
terjalnya rute pendakian Merapi.
Kembali ditemani
sang travelista tangguh
Kali ini saya juga
tidak sendirian. Kembali saya ditemani oleh travelista super tangguh yaitu Rani
Theresia yang juga menemani perjalanan saya saat MENGGAPAI MERBABU VIA CUNTHEL-SELO di awal musim pendakian 2017 lalu. Jika mengajaknya, saya sudah
tidak perlu lagi meragukan kemampuan fisiknya yang bahkan melampaui laki-laki.
Ketemu Lagi dengan Kak Rani |
Pendakian ke Merapi kali ini kami lakukan dengan
format tek-tok, yakni pendakian tanpa berkemah. Saat itu kami memulai
perjalanan pada malam hari, bahkan tengah malam itu kami baru sampai di Base
Camp Barameru Merapi yang merupakan gerbang registrasi pendaki Gunung Merapi
via Kecamatan Selo; Boyolali atau jalur utara.
Menembus gelapnya
jalan setapak
Perjalanan kami
dimulai sekitar pukul 01.00 WIB menapaki gelapnya jalan setapak Merapi. Malam
itu suasana pendakian cukup ramai karena esok adalah hari libur sehingga kami
tidak perlu khawatir karena ada banyak teman. Perjalanan malam itu berlangsung
dengan begitu cepat karena memang perjalanan malam membuat kami tidak butuh
banyak istirahat.
Sekitar pukul 05.00
WIB, kami sudah sampai di Pasar Bubrah. Sebenarnya kami berencana untuk
langsung naik ke puncak yang hanya membutuhkan sekitar satu jam perjalanan
lagi. Akan tetapi cuaca sedikit berawan pagi itu sehingga kami memilih untuk
beristirahat di balik bebatuan untuk tidur sejenak dan membuat minuman hangat.
Menuju kawasan
puncak Meru Api
Sekitar pukul 06.30
WIB kami mulai berjalan naik dengan hanya membawa makanan dan minuman seadanya,
sementara peralatan lain seperti kompor dan nesting ditinggal di Pasar Bubrah.
Kondisi cuaca saat itu sedikit berawan dengan awan tipis yang menggantung di
atas Merapi. Beruntung karena meski berawan, pagi itu cuaca tidaklah berkabut.
Summit Attack Merapi |
Jalur yang kami lalui pun meski terdiri dari
pasir dan bebatuan seperti lazimnya jalur pendakian khas gunung api, tetapi
kondisinya cukup basah yang ditandakan dengan bebatuan berwarna sedikit hitam,
bukan putih seperti saat sepenuhnya kering. Hal tersebut menandakan bahwa hujan
sebelumnya masih sempat mengguyur kawasan puncak Merapi.
Bebatuan Merapi yang Agak Basah |
Menjelang puncak pun kondisi bebatuan berwarna
agak hitam yang menandakan bahwa kondisinya cukup basah karena masih sempat diguyur hujan sebelumnya. Baiknya adalah kondisi
tersebut menyebabkan debu tidak beterbangan seperti saat kering. Jikalau sedang
kering-keringnya, saat angin berembus maka debu akan langsung menerpa wajah.
Menjelang Puncak |
Meski demikian, masker dan kacamata hendaknya
tetap dibawa saat mendaki Merapi karena pasir yang basah pun masih mampu menimbulkan
debu walau tidak sebanyak saat kering. Cuaca yang tidak begitu panas juga
membuat stamina tidak lekas habis saat menapaki terjalnya rute summit attack menuju kawasan puncak
Merapi.
Kawasan puncak
gunung api paling aktif sedunia
Sekitar pukul 07.40
WIB, syukur Alhamdulillah kami
berhasil mencapai kawasan puncak Gunung Merapi. Kami sempat khawatir jika
sesampainya di puncak nanti cuaca akan berkabut sehingga pemandangan ke arah
kawah utama menjadi terhalang. Namun ternyata meski sedikit berkabut,
pemandangan ke arah jauh masih terlihat termasuk juga kawah utama Merapi.
Kawah Utama Merapi |
Kondisi kawasan puncak Merapi saat itu tidaklah
terlalu ramai. Meski sudah tergolong kondisi yang ramai, tetapi keramaiannya
tidak seramai yang saya bayangkan karena hari itu sudah masuk hari libur.
Mungkin saja puncak keramaian Merapi ada di Hari Minggu pagi saat lebih banyak
orang yang mendapat jatah hari libur.
Puncak Merapi yang Dilarang untuk Dikunjungi |
Memang pemandangan ke arah jauh terlihat seperti
Gunung Merbabu yang tampak begitu besar di sisi utara Merapi dan juga Gunung
Lawu di ujung kaki langit sebelah timur. Namun pemandangan ke wilayah perkotaan
di bawah tidak tampak karena kabut. Hanya ada lapisan putih kebiruan yang menyelimuti
kawasan bawah.
Merbabu di Utara |
Bahkan Sindoro-Sumbing-Prau yang juga biasanya
menghiasi pandangan di sebelah barat laut Merapi kali ini tidak terlihat karena
terhalang kabut. Meski demikian, kondisi tersebut tidak mampu menghilangkan
keindahan yang ada di puncak Merapi. Terlebih kami mencapai puncak dengan
perjuangan sehingga rasa puas akan menjadi lebih berlipat ganda.
Lawu di Ujung Timur |
Sekitar pukul 08.30 WIB, kami sudah merasa puas
menikmati kondisi di puncak dan memutuskan untuk turun. Syukurlah langit di
atas kami mulai beranjak cerah sehingga birunya langit mulai terlihat yang
menjadikan kombinasi pemandangan menjadi semakin indah. Turun dari kawasan
puncak Merapi cukup mudah karena bisa sedikit seluncuran di atas pasirnya.
Turun dari Puncak |
Dari Atas Sana |
Sekitar 20 menit kemudian kami hampir sampai di
kawasan Pasar Bubrah. Entah rasanya begitu letih, mungkin karena kami kurang
istirahat akibat perjalanan malam. Tidak lama kemudian rasa kantuk juga mulai
datang menyerang karena semalaman tadi kami nyaris tidak tidur, malah menguras
fisik dengan menapaki terjalnya jalan setapak Merapi.
Sampai Pasar Bubrah Kembali |
Turun dan
kembali pulang
Kami kembali beristirahat
begitu sampai di Pasar Bubrah. Selain istirahat, kami juga mengisi perut
terlebih dahulu sebelum turun. Akan tetapi ternyata setelah makan tiba-tiba
rasa kantuk semakin menjadi-jadi sehingga akhirnya kami memutuskan untuk tidur
sebentar. Usai merasa baikkan, kami mulai berkemas dan berjalan menuruni Merapi.
Turun Gunung |
Sekitar tengah hari kami akhirnya sampai di pos
pendakian Merapi via Selo kembali dengan fisik yang letih karena kurang
istirahat. Memang pendakian dengan format tek-tok akan lebih menguras tenaga
karena tidak ada jeda istirahat atau tidur yang bisa dilakukan saat mendaki
dengan format berkemah. Bahkan Rani yang tangguh pun menyatakan kapok mendaki
secara tek-tok.
Epilogue
Usia melapor, kami
pun memulai perjalanan dengan sepeda motor menuju Yogyakarta. Kali ini giliran
saya yang harus melawan kantuk dan menjaga konsentrasi di jalan agar selamat
sampai tujuan. Perjalanan kami berlangsung cepat karena sore harinya kami sudah
sampai kembali di Yogyakarta dengan selamat, meski lelah.
Sampai Jumpa Lagi Merapi |
Akhirnya dengan
berakhirnya catatan pendakian saya di Merapi ini, berakhir pulalah catatan
pendakian saya di tahun 2017 itu. Memang sebenarnya saya masih ingin menambah
catatan pendakian, tetapi sayangnya Allah SWT tidak mengizinkan saya
melakukannya sehingga total hanya ada tiga catatan pendakian di tahun 2017
yaitu Merapi ini, kemudian sewaktu menggapai GUNUNG SUMBING dan GUNUNG MERBABU.
Entah apa yang
akan terjadi di musim pendakian 2018. Apakah saya masih diperkenankan mendaki
oleh Allah SWT? Hanya Dia yang tahu. Namun yang pasti dalam benak saya masihlah
menginginkan adanya banyak catatan pendakian yang bisa dituliskan di tahun
2018. Rencana pun sudah dibuat, semoga Dia mengizinkan rencana itu terlaksana..
Aamiin
Catatan pendakian
2017 Tamat.
Posting Komentar
Posting Komentar