Konten [Tampil]
Ada yang berbeda di Kecamatan Colomadu,
Kabupaten Karanganyar baru-baru ini. Sebuah bangunan pabrik gula yang
sebelumnya tidak terawat kini tampak bagaikan bangunan baru. De Tjolomadoe
adalah nama dari bangunan pabrik gula nan megah itu yang tulisannya tampak
jelas di samping jalan besar Adi Sucipto.
De Tjolomadoe, Colomadu, Karanganyar |
Keberadaan De Tjolomadoe ini kian mencolok dan
kontras sehingga akan mudah ditemukan oleh siapa pun yang melintas di Jalan Adi
Sucipto. Akan tetapi sebenarnya bangunan tersebut bukanlah sebuah bangunan
baru, melainkan bekas sebuah pabrik gula tua. Sebelum membahas tentang De
Tjolomadoe, ada baiknya untuk mengetahui sedikit mengenai sejarah industri gula
di Indonesia.
Industri gula
yang tak lagi manis
Sejarah Indonesia
tidak bisa dipisahkan dari era kejayaan industri gula. Dahulu industri gula
menjadi salah satu urat nadi perekonomian dengan banyaknya lahan tebu dan
pabrik gula yang didirikan, serta luasnya jaringan rel kereta api untuk
mengangkut hasil tebu. Bahkan saat itu wilayah Indonesia pernah mendapat
predikat sebagai pengekspor gula terbesar dunia.
Sayangnya masa kejayaan tersebut terjadi pada
rentang abad ke-19 hingga awal abad ke-20 pada masa Hindia Belanda. Industri
gula di Indonesia mulai runtuh saat pendudukan jepang di tahun 1942. Saat itu
hanya ada 51 pabrik tersisa dari 179 pabrik pada masa kejayaannya, itu pun
sebagian dialihkan untuk fungsi militer Jepang sehingga hanya ada 34 unit yang
beroperasi.
Usai Indonesia merdeka, nasionalisasi yang
dilakukan terhadap pabrik-pabrik gula ternyata malah semakin membuat industri
gula kian pahit. Hal tersebut dikarenakan para manajer dan teknisi ahli
berkebangsaan Belanda tiba-tiba diusir tanpa mendapat pengganti yang sepadan.
Nasionalisasi aset tanpa persiapan pun gagal membawa perbaikan dalam bidang industri.
Industri gula semakin lesu usai era reformasi di
tahun 1998 karena para petani mulai bebas untuk menanam lahannya dengan
berbagai varietas apa saja. Produksi tebu sebagai bahan baku utama pengolahan
pabrik gula pun semakin berkurang akibat petani tidak lagi wajib menanam tebu. Akibatnya
banyak pabri gula yang ditutup.
Bermula dari Pabrik Gula Colomadu
Seperti yang sudah
dijelaskan tadi, sebelumnya De Tjolomadoe adalah sebuah pabrik gula. Terkenal
dengan nama PG Colomadu atau Pabrik Gula Colomadu, pabrik gula ini didirikan
pada Hari Minggu, tanggal 8 Desember 1861 saat industri gula sedang berkembang
pesat di wilayah Indonesia ketika masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pabrik Gula Colomadu atau PG Colomadu |
Pabrik Gula Colomadu sendiri didirikan oleh
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
(KGPAA) Mangkunegara IV (1853-1881). Perlengkapan canggih di pabrik gula
ini langsung didatangkan dari Benua Eropa. Biaya pembangunan pabrik gula ini
mencapai 400.000 gulden yang diperoleh dari keuntungan perkebunan kopi
Mangkunegaran.
Pabrik gula itu pun diberi nama Colomadu yang
berarti gunung madu oleh Mangkunegara IV. Tesirat harapan pada nama tersebut
agar kelak kehadiran pabrik gula ini nantinya menghasilkan simpanan kekayaan
dalam bentuk gula pasir yang menyerupai gunung. Bahkan PG Colomadu dulunya merupakan
pabrik gula paling moderen pada saat itu.
Lambang Mangkunegaran |
Sayangnya kejadian yang cukup kontroversial
terjadi usai kemerdekaan. Pemerintah Indonesia saat itu turut melakukan
nasionalisasi PG Colomadu yang merupakan aset Mangkunegaran. Hal tersebut tentu
kurang tepat karena Mangkunegaran bukanlah bangsa asing, melainkan salah satu
kadipaten otonom yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
PG Colomadu kemudian dengan dalih nasionalisasi
menjadi dikelola oleh Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI). Tahun
1981 PG Colomadu dikelola oleh Perusahaan Nasional Perkebunan (PNP) dan mulai
tahun 1996 dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX. Akhirnya karena
kesulitan bahan baku, PTPN IX kemudian menutup PG Colomadu pada tanggal 1 Mei
1998.
De Tjolomadoe berdiri
Setelah terbengkalai
selama kurang lebih 20 tahun, PG Colomadu seakan bangkit kembali. Akan tetapi kebangkitan
PG Colomadu ini bukanlah kembali beroperasi sebagai pabrik gula seperti
sebelumnya, melainkan sebagai sentra budaya atau culture center, convention center, dan concert hall dengan nama
yang baru yaitu De Tjolomadoe.
De Tjolomadoe |
PG Colomadu mulai direvitalisasi pada tahun 2017
untuk menjadi destinasi wisata. Guna mewujudkan hal tersebut dibentuklah joint venture yang bernama PT Sinergi
Colomadu, terdiri dari beberapa BUMN yaitu PT PP tbk, PT PP Properti, PT Taman
Wisata Candi Prambanan, Borobudur, dan Ratu Boko, serta PT Jasa Marga.
De Tjolomadoe mulai dibuka untuk umum pada Bulan
Maret 2018. Peresmiannya diadakan pada tanggal 24 Maret 2018 yang semakin
dimeriahkan musisi ternama dunia, David Foster. Acara tersebut diadakan di concert hall De Tjolomadoe yang memiliki
nama Tjolomadoe Hall.
De Tjolomadoe
Secara administratif,
De Tjolomadoe terletak di Desa Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Jarak tempuh dari Kota Surakarta relatif dekat yaitu
hanya sekitar 12 kilometer dengan waktu tempuh sekitar setengah jam. Nantinya
begitu sampai di Jalan Adi Sucipto, fokus ke kiri jalan.
De Tjolomadoe, Colomadu, Karanganyar |
Sebuah bangunan bagus dengan cerobong asap akan
tampak begitu jelas di kiri jalan sehingga tidak sulit untuk menemukannya.
Telah tersedia area parkir yang sangat luas yang bisa menampung ratusan
kendaraan mulai dari sepeda motor, mobil, bus kecil maupun besar. Saking
besarnya bahkan mungkin tank pun bisa parkir di sini.
Area Parkir yang Luas |
Saat ini belum ada tiket masuk alias gratis bagi
pengunjung yang ingin masuk ke dalam De Tjolomadoe. Revitalisasi De Tjolomadoe
sendiri tidak menghilangkan bentuk asli bangunan pabrik gula. Bahkan
mesin-mesin penggilingan gula yang besar masih ada di dalamnya. Tentu
mesin-mesin tersebut tidak lagi beroperasi, melainkan hanya berfungsi sebagai
ornamen.
Ketel Penguapan |
Justru adanya mesin-mesin tersebut menjadikan De
Tjolomadoe unik karena pengunjung bisa menjadikannya latar berfoto. Tentu saja
foto yang dilakukan hendaknya tidak berlebihan seperti naik di atas mesin
karena dapat merusaknya. Beberapa petugas keamanan juga senantiasa berpatroli
untuk memastikan mesin-mesin itu aman dari tangan pengunjung.
Ketel Penguapan di Stasiun Penguapan |
Nama-nama ruangan yang ada di De Tjolomadoe pun
masih dinamakan sesuai fungsinya saat menjadi Pabrik Gula. Contohnya adalah
Stasiun Penguapan yang dulunya digunakan untuk menghilangkan kandungan air
dalam bahan baku gula. Saat ini mesin penguapan pun masih ada yang berfungsi
sebagai ornamen ruangan tersebut.
Mesin Penggiling |
Selain Stasiun Penguapan, ada pula nama ruangan
yaitu Stasiun Penggilingan yang dulunya berfungsi untuk menggiling bahan baku
gula. Mesin giling yang besar pun masih ada yang mana menjadi spot foto favorit
pengunjung. Namun perlu diperhatikan bahwa ada bagian yang harus steril dari
pengunjung agar mesin itu tetap terjaga.
Stasiun Gilingan |
Selain tetap mempertahankan nama bangunan dan
mesin-mesinnya, beberapa bagian dari De Tjolomadoe juga masih mempertahankan
kondisinya seperti saat belum direvitalisasi. Seperti menuju Stasiun Ketelan
yang mana kondisi pintu masuknya masih dengan bentuk batu bata dan tidak dicat
seperti lainnya.
Masih Sama seperti dahulu |
Lamanya PG Colomadu terbengkalai juga
menyebabkan akar pepohonan besar sampai merambat di dindingnya. Ternyata akar
pohon tersebut tetap dipertahankan di pojok Stasiun Penguapan. Sementara itu di
Stasiun Penggilingan, terdapat rekahan cat di dinding yang sepertinya memang
disengaja untuk menjadi spot foto.
Akar Sisa Terbengkalai |
Pengunjung pun tidak hanya bisa melihat-lihat
dan berfoto saja di De Tjolomadoe. Terdapat pula kafe dan kios toko busana
sehingga pengunjung juga bisa bersantap dan membeli suvenir. Tentu bersantap di tempat yang berdampingan
dengan mesin pengolahan bahan baku gula akan memberikan sensasi tersendiri.
Kafe dengan Mesin Pabrik Gula |
Semua ruangan yang ada di De Tjolomadoe pun bisa
dikunjungi dengan bebas oleh pengunjung. Namun sayangnya jika ingin mengunjungi
concert hall atau convention hall, maka hal tersebut tidak
bisa dilakukan karena ruangan tersebut hanya dibuka saat ada pertunjukan saja
seperti saat pembukaan De Tjolomadoe lalu.
Concert/Convention Hall Sumber: https://travel.kompas.com/read/2018/03/27/092000727/mengenang-sisa-sisa-kejayaan-pabrik-gula-colomadu |
De Tjolomadoe pun sekarang dikelola oleh PT
Sinergi Colomadu. Saat sore hari, banyak warga masyarakat yang berkunjung
kemari. Semua ruangan De Tjolomadoe (kecuali concert hall atau convention
hall) pun akan ramai dengan lalu lalang pengunjung yang melihat-lihat atau
berfoto. Saat malam pun De Tjolomadoe masih buka hingga pukul 21.00 WIB.
Sore Hari di De Tjolomadoe |
Sayangnya proses revitalisasi PG Colomadu
menjadi De Tjolomadoe hingga sekarang masih diwarnai konflik antara pihak
pemerintah dengan Mangkunegaran. Pihak Mangkunegaran sebenarnya masih merupakan
pemilik lahan PG Colomadu meski sudah dinasionalisasi sehingga merasa keberatan
saat tidak diajak berdiskusi ketika proses revitalisasi akan dilakukan. Semoga saja
konflik tersebut tidak berlangsung lama dan segera berakhir.
Info
Jam buka
10.00 WIB – 21.00 WIB
Tarif masuk
(belum ada)
Tarif parkir
Rp2.000,00 (sepeda motor)
Fasilitas
Area parkir luas, toilet, kafe, stand suvenir, convention hall/concert hall
Waktu kunjung terbaik
Sore hari saat cuaca
cerah
Referensi 1 (http://telusur.metrotvnews.com/news-telusur/aNrLp6zk-indonesia-di-abad-kejayaan-gula)
Posting Komentar
Posting Komentar