Konten [Tampil]
Liburan long
weekend selama tiga hari kembali
menyapa di tanggal 16 Februari 2018. Jumat itu sudah masuk ke hari libur karena
perayaan Imlek. Tahun baru China kali ini pun kembali spesial dengan adanya
perjalanan seperti di tahun 2016 silam saat BERSAMA KAWAN-KAWAN SASTRA INGGRIS UGM KE BLITAR. Namun kali ini perjalanan saya adalah sejauh 322 kilometer
menuju Kabupaten Probolinggo.
Motoran ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru |
Perjalanan
322 Kilometer selama sembilan jam
Perjalanan saya menuju Probolinggo dimulai
dari Kota Surakarta sekitar pukul 09.00 WIB. Rute awal keberangkatan yang saya pilih adalah
melalui Jalan Raya Cemara Sewu yang melintasi lereng Gunung Lawu, bukan melalui
jalan utama lewat Ngawi. Rute awal yang saya gunakan tersebut sama dengan saat
perjalanan PERTAMA KALI MENUJU MAHAMERU enam tahun silam.
Rute Perjalanan Solo-Probolinggo
Perjalanan melewati Jalur Cemara Sewu yang
melewati medan pegunungan membuat udara begitu sejuk sehingga rasanya begitu
nyaman, meski dengan jalan berkelok dan menanjak. Cuaca yang masih dalam musim
penghujan membuat saya sempat khawatir akan turunnya hujan lebat. Namun Alhamdulillah hujan tidak turun saat
saya berada di kawasan pegunungan tersebut, walaupun kabut tebal sempat menyelimuti
jalan.
Usai meninggalkan kawasan pegunungan, saya terus
melanjutkan perjalanan ke arah timur. Kali ini perjalanan saya mulai dipandu
oleh aplikasi Google Maps untuk mengetahui rute tercepat sampai ke Probolinggo.
Kondisi jalanan sendiri mulai kembali ramai usai sampai di daerah Maospati yang
mana saya sudah sampai di jalan utama lintas Jawa Timur. Tentu saya tidak lupa
Sholat Jumat karena hari itu adalah Hari Jumat.
Setelah menunaikan Sholat Jumat di daerah Madiun,
saya kembali memacu kendaraan terus melaju ke arah timur. Jalur mulai lebar
menjelang masuk Kota Nganjuk sehingga rasanya cukup nyaman untuk mendahului
truk-truk yang berjalan lambat tanpa harus menunggu momentum jika jalurnya
sempit. Namun meski nyaman, sayangnya saya tidak luput dari hambatan saat
melintasinya.
Sebelum mencapai Kertosono, sial bagi saya
karena motor melindas paku. Namun saya juga beruntung karena di dekat tempat
saya melindas paku ada tukang tambal ban. Syukurlah ban saya tidak rusak parah
sehingga masih bisa ditambal. Akan tetapi tetap saja saya kehilangan waktu
sekitar 30 menit. Setelah proses penambalan selesai, kembali saya memacu kuda
besi Supra X 125 menyusuri Jalan Utama Lintas Jawa Timur tersebut.
Menerjang Kabut |
Lereng Lawu |
Kena Paku di Nganjuk |
Nyasar
hingga merasakan banjir di Sidoarjo
Terus melaju ke arah
timur, entah mengapa Google Maps yang saya gunakan hanya diam tidak lagi
memberi tahu arah usai melewati Mojokerto sehingga saya berinisiatif untuk
terus saja mengikuti jalan utama. Namun sayangnya arah saya malah semakin dekat
dengan Surabaya. Menyadari keanehan tersebut, saya pun mengecek Google Maps.
Ternyata lokasi saya sudah melenceng dari jalan yang benar karena kehabisan
paket data.
Sidoarjo-Probolinggo
Saat itu saya sudah masuk ke wilayah Kabupaten
Sidoarjo. Saya kemudian berhenti dan membeli kartu perdana yang baru sehingga
bisa kembali dituntun oleh Google Maps. Usai membeli paket data yang baru,
perjalanan saya pun kembali berlanjut dengan dituntun oleh Google Maps. Saat
itu waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 16.00 WIB.
Berdasarkan arah yang ditunjukkan Google Maps,
saya sempat menyeberang jalan utama Surabaya-Malang yang ramai kemudian
menyusuri jalan tembus menuju Pasuruan. Namun ternyata di tengah jalan saya kembali mengalami hambatan. Saat tiba di Kecamatan Gempol, Pasuruan, tiba-tiba banjir
menggenangi jalan meski tidak hujan. Saya pun sempat ragu untuk menerjangnya.
Lokasi Banjirnya |
Kondisi cuaca sendiri
saat itu hujan gerimis sehingga saya sudah mengenakan matol lengkap untuk
mengantisipasi hujan lebat. Meski jalanan banjir, tetapi ada banya kendaraan
mulai dari truk, mobil hingga motor yang menerjangnya. Hal tersebut membuat
saya turut mendapat keyakinan untuk menerjangnya. Sepeda motor saya pun mulai
melaju membelah genangan banjir tersebut.
Saya memilih untuk
melaju di tengah jalan karena kondisi permukaan jalan memang lebih tinggi di
bagian tengah sehingga genangan banjir tidak terlalu tinggi dibanding bagian
pinggir jalan. Genangan banjir pun lumayan tinggi yaitu setinggi footstep motor. Seringkali pula saat
kendaraan besar melintasi banjir, maka kendaraan tersebut menghasilkan semacam
ombak yang bisa sedikit mengempas motor saya.
Perlahan motor saya
sedikit demi sedikit mampu melintasi genangan banjir, tentu saya terus
berdoa dan berharap agar mesin motor tidak mogok karena banjir tersebut.
Akhirnya syukur Alhamdulillah saya
berhasil melalui genangan banjir tersebut. Saat saya bertanya kepada warga
setempat, ternyata lokasi tersebut memang merupakan genangan banjir. Banjir
tersebut pun disebabkan oleh hujan yang turun pada malam hari sebelumnya.
Sampai di Probolinggo
Logo Probolinggo: Tri Karsa Bina Praja Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Probolinggo |
Perjalanan saya
berlanjut ke arah timur. Saya pun kembali memasuki jalan utama Provinsi Jawa
Timur yang mana meski ramai, tetapi ruas jalannya lebar. Saat itu hari sudah
hampir petang. Memang perjalanan saya sudah tak lagi jauh dari Probolinggo,
tetapi kondisi fisik sudah cukup lelah karena perjalanan jauh tersebut. Ingin
rasanya untuk segera sampai di hotel dan segera beristirahat.
Sekitar pukul 18.00 WIB akhirnya saya memasuki
wilayah Kabupaten Probolinggo. Syukurlah karena setidaknya saya sampai di
kabupaten tujuan. Sebenarnya saya sempat ragu akan Google Maps yang kembali
tidak berfungsi karena tidak kunjung memberi tahu persiapan berbelok. Namun
akhirnya terdengarlah pemberitahuan dari aplikasi tersebut untuk bersiap
berbelok kanan pada belokan selanjutnya.
Alhamdulillah Sampai Bromo Sunrise Hotel |
Akhirnya sekitar pukul
18.30 WIB saya tiba di tujuan yaitu Bromo Sunrise Hotel. Usai memarkirkan
motor, saya langsung melakukan check in dengan
menunjukkan email pesanan saya via Pegipegi. Syukur Alhamdulillah karena tidak ada masalah dengan pemesanan tersebut
sehingga saya bisa segera masuk kamar dan merebahkan diri di tempat tidur.
Kondisi kamar pun sangat
nyaman meski dengan harga termurah. Tersedia televisi dan kamar mandi dalam
sehingga semakin memaksimalkan saat istirahat. Meski berada di samping jalan
besar, tetapi kondisi kamar begitu hening yang menjadikan tidur lebih nyenyak.
Usai mencari makan di luar, saya langsung tidur untuk mempersiapkan diri
menjalani perjalanan esok hari.
Hari Sabtu di Probolinggo
Malam yang hening pun
pecah oleh suara dari speaker masjid besar di sebelah hotel yang menandakan
bahwa waktu beraktifitas dimulai. Jarak masjid yang tidak jauh membuat saya
menyempatkan diri untuk subuhan di masjid tersebut. Usai menunaikan kewajiban
subuh, saya segera mandi dan bersiap untuk memulai petualangan hari itu di
Kabupaten Probolinggo.
Kasur Berantakan Setelah Digunakan |
Probolinggo-Bromo
Selanjutnya petualangan di Kabupaten Probolinggo
pun dimulai. Tujuan pertama pada perjalanan Hari Sabtu itu adalah menuju Bromo
melalui pintu masuk Probolinggo. Sebenarnya awalnya tidak ada rencana saya
untuk ke Bromo, melainkan ke Air Terjun Madakaripura. Namun rasanya sangat
disayangkan apabila pada perjalanan ke Probolinggo saat itu tidak sekalian
mampir ke Bromo.
Perjalanan menuju Bromo saya tempuh berdasarkan
saran pemandu yang entah mengapa harus terlebih dahulu menempuh jalan utama ke
Pasuruan, padahal akan lebih dekat jika lewat dalam kota ke selatan. Namun saya
tetap manut pemandu karena bagaimanapun juga dia yang lebih mengetahui seluk
beluk daerahnya.
Masuk Wilayang Pegunungan |
Menjelang perbatasan dengan Pasuruan, perjalanan
berbelok ke arah kiri (selatan) yang mana ada gerbang betuliskan menuju bromo.
Selanjutnya tinggal mengikuti jalan tersebut ke arah selatan. Selang setengah
jam kemudian kami akhirnya sampai juga di kawasan perbukitan. Pemandangan yang
luar biasa indah membuat saya bersyukur kepada Allah SWT karena telah
memutuskan untuk berkunjung ke Bromo.
Menuju kaldera Bromo
Kondisi jalan mulai
menanjak dan berkelok memasuki area perbukitan. Meski demikian
pemandangan bukit-bukit hijau di kanan-kiri jalan ditambah dengan sejuknya
udara pagi itu membuat perjalanan terasa begitu menyenangkan. Saya pun meminta
tolong Anggrek untuk memfoto pemandangan karena saya harus konsentrasi
mengemudi.
Panorama di Sepanjang Jalan Menuju Bromo |
Jalanan sempat lengang saat kami mulai memasuki
kawasan perbukitan karena kebanyakan wisatawan Bromo berangkat pada dini hari
untuk berburu matahari terbit. Namun menjelang gerbang retribusi, suasana sudah
ramai dengan banyak wisatawan yang ingin mengunjungi kawasan Bromo. Tentu
banyaknya wisatawan juga dikarenakan hari itu adalah liburan long weekend.
Perjalanan Menuju Bromo |
Kami pun sampai di kawasan gerbang retribusi
memasuki kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Tentu kami
harus membayar biaya retribusi yang telah ditentukan oleh pihak berwenang.
Total biaya yang kami keluarkan di loket retribusi adalah sebesar Rp60.000,00
untuk dua orang dan satu sepeda motor. Memang biaya tersebut termasuk mahal,
tetapi wajar karena Bromo adalah kawasan wisata bertaraf internasional.
Peta Kawasan TNBTS dan tarif Masuk |
Selanjutnya kami mulai masuk kawasan wisata
TNBTS. Beberapa meter melaju, tampak pemandangan ke arah kaldera lautan pasir
Bromo di kanan jalan yang ternyata begitu indah. Sebenarnya juga awalnya saya
hanya berniat untuk memandang lautan pasir Bromo dari ketinggian, tetapi saya
akhirnya tidak kuat menahan godaan untuk menjelajah kaldera Bromo karena
keindahannya.
Tarif Masuk TNBTS |
Lautan
pasir kaldera Bromo
Kebanyakan pengunjung
menuju kaldera Bromo saat itu menggunakan kendaraan jeep. Saya pun sebelumnya
juga enggan untuk menuju lautan pasir Bromo dengan motor karena pernah
mendengar pengalaman teman bahwa nantinya motor akan kesulitan berjalan di atas
pasir. Namun semuanya berubah ketika melalui kamera superzoom saya melihat ada motor matic yang berjalan di atas pasir
kaldera Bromo.
Kawasan Kaldera Bromo |
Kami pun akhirnya sepakat untuk turun sampai ke
bawah dengan sepeda motor dengan menerima segala risiko yang ada, termasuk jika
harus menuntunnya jika sampai terjebak di pasir. Perlahan kami mulai menyusuri
jalan turun yang ada untuk sampai ke lautan pasir. Tidak lama kemudian kami
akhirnya sampai juga di kaldera Bromo.
Penampakan Motor Matic |
Ternyata saat tiba di lautan pasir, motor yang kami
gunakan dapat melaju di atas jalan pasir. Syukur Alhamdulillah hujan yang masih sering turun membuat kondisi pasir
cukup padat untuk bisa dilalui kendaraan roda dua. Meski sebagian kendaraan
roda dua yang melintas adalah trail, tapi motor bebek dan matic masih bisa
melintas dengan lancar. Akan tetapi ada pula bagian pasir yang kering sehingga
pengendara motor tetap harus berhati-hati
Sampai Lautan Pasir Bromo |
Pagi itu waktu menunjukkan pukul 08.40 WIB saat
kami sampai di lautan pasir. Syukur Alhamdulillah
pula kondisi cuaca cukup cerah sehingga semakin memperindah suasana. Sayang
atap Pulau Jawa; Mahameru tidak terlihat karena terhalang awan di sisi selatan. Meski begitu, pemandangan bukit-bukit sekitar kaldera dengan awan di
atasnya masih begitu memesona.
Kawasan Kaldera Bromo |
Luasnya kawasan kaldera Bromo juga membuat rasa
penasaran saya bertambah untuk menjelajahnya. Kami melanjutkan perjalanan ke
arah selatan karena penasaran dengan obyek yang dikunjungi oleh para wisatawan
dengan jeep. Terus melaju ke arah selatan ternyata kondisi jalan semakain memburuk.
Syukurlah akhirnya kami sampai juga di tempat jeep-jeep berhenti.
Menuju Bukit Teletubbies, Bromo |
Ternyata jeep berhenti di lokasi foto favorit
berlatar bukit hijau yang bernama Bukti Teletubbies. Selain itu di sisi timur
terdapat hamparan bunga-bunga menawan berwarna putih dengan berlatar jajaran
pegunungan yang mengelilingi kaldera Bromo sehingga merupakan spot foto favorit.
Banyak pengunjung yang berfoto di sisi timur di mana terdapat banyak bunga
berwarna putih tersebut.
Kenalan sama Pemandu Ane: @Anggrek |
Awalnya kami juga ingin menyusul mereka untuk
mengetahui lebih dekat keindahan bunga berwarna putih itu. Namun sayangnya dari
sisi selatan tampak area bawah awan berubah menjadi seperti terhalang tirai
tipis putih. Saya pun segera menyadari bahwa tirai putih itu adalah hujan,
entah deras atau tidak. Kami pun segera berlari ke arah motor untuk kembali ke
titik awal. Ternyata benar, hujan pun kemudian turun meski tidak terlalu deras.
Hujan Mulai Datang |
Keputusan untuk kembali dikarenakan kondisi jalan
yang kami lalui di sekitar pemberhentian Bukit Teletubbies cenderung becek
sehingga jika diguyur hujan dikhawatirkan akan membuat kendaraan roda
dua non-trail akan kesulitan melaju.
Belum lagi keadaan semakin membahayakan dengan banyaknya lalu-lalang Jeep.
Ternyata belum sampai kami ke titik awal, hujan tiba-tiba berhenti dan cuaca
menjadi cerah.
Berjalan
mengarungi samudera pasir
Entah mengapa rencana
untuk kembali sirna begitu cuaca kembali cerah. Melihat pura di bawah Gunung
Batok, keinginan untuk menyambanginya pun menjadi membara. Kami pun memutuskan
untuk pergi ke sana, tetapi entah mengapa dengan bodohnya kami memarkirkan
motor begitu saja di pinggir jalan kemudian berjalan kaki di tengah-tengah
lautan pasir menuju pura tersebut yang jaraknya masih cukup jauh.
Jalan Kaki di Lautan pasir bromo |
Awalnya saya mengira bahwa satu-satunya jalan
menuju pura tersebut adalah hanya dapat ditempuh melalui jalan kaki melewati
lautan pasir. Entah mengapa juga Anggrek selaku Warlok (Warga Lokal) turut
setuju begitu saja. Ternyata memang benar dugaan saya sebelumnya bahwa jarak
menuju pura tersebut cukup jauh. Sekitar 20 menit berjalan kami belum juga
sampai di pura tujuan.
Terhalang oleh Sungai |
Menjelang sampai di pura, ternyata kami mendapat
halangan. Sebuah sungai membentang di hadapan kami, sementara pura tujuan hanya
tinggal beberapa meter lagi di seberang sungai. Sungai itu sebenarnya bukan
sungai dengan aliran air yang deras, bahkan tidak ada airnya melainkan
merupakan sungai pasir. Namun jarak pinggiran dengan dasar sungai cukup dalam
sehingga kami tidak bisa langsung terjun untuk menyeberanginya.
Lewat Dasar Sungai |
Jadilah kami harus berjalan ke arah hilir untuk
mencari lokasi di mana jarak antara pinggir sungai dengan dasarnya sehingga
kami bisa turun dan menyeberangi sungai tersebut. Selang beberapa lama kami
berjalan ke arah hilir, ternyata ada lokasi yang memungkinkan kami untuk turun
ke dasar sungai. Kami pun segera turun ke dasar sungai kemudian mencari
penggiran yang bisa digunakan untuk kembali naik ke sisi seberang.
Pura
Luhur Poten
Akhirnya kami sampai
juga di sisis seberang sungai. Ternyata kami baru sadar bahwa kendaraan roda
dua bisa berjalan sampai ke area parkir di dekat pura tujuan kami. Yah apa
boleh buat, daripada menyesal kami lebih memilih menganggap perjalanan dari
tempat memarkir motor tadi sebagai olahraga. Sementara itu dari kejauhan tampak
antrean wisatawan yang sedang menapaki tangga menuju kawah Gunung Bromo.
Antrean Wisatawan ke Kawah Bromo |
Kami segera berjalan menuju tujuan kami yaitu
Pura Luhur Poten yang terletak di kaki Gunung Batok. Selain bentuk arsitektur
pura yang tentu saja khas Hindu, latar belakangnya yaitu hijaunya Gunung Batok
membuat Pura Luhur Poten menjadi lokasi favorit berfoto. Namun tentu saja
pengunjung harus tetap menyadari bahwa tempat tersebut adalah tempat ibadah
sehingga sikap dan tutur kata harus dijaga baik-baik.
Sampai Juga di Pura Luhur Poten |
Spot foto favorit bagi para wisatawan adalah di
depan pintu gerbang bagian dalam pura dengan arsitekturnya yang unik berlatar belakang Gunung Batok. Sementara itu lokasi di balik gerbang tersebut dikhususkan hanya
untuk kegiatan peribadatan umat Hindu dan tertutup untuk wisatawan. Alangkah lebih baik apabila tidak memaksakan diri untuk masuk ke dalam.
Pura Luhur Poten; Taman Nasional Bromo Tengger Semeru |
Sebenarnya sangat disayangkan apabila kunjungan
ke Bromo tidak sekaligus mengunjungi kawah Bromo. Namun kami tetap memutuskan
untuk tidak ke sana karena selain sangat ramai, waktu kami juga terbatas. Belum
lagi perjalanan saya masih akan berlanjut usai dari Probolinggo pada sore hari
itu.
Latar Belakang Foto Favorit |
Usai puas berfoto di Pura Luhur Poten, kami
mulai berjalan kembali ke tempat parkir motor mengarungi lautan pasir lagi.
Tentunya saya berharap agar motor saya tidak hilang dicuri orang. Namun syukur Alhamdulillah dari kejauhan nampak motor
saya masih ada di tempat semula; sendirian tanpa teman parkir kendaraan lainnya.
Jalan Kaki Kembali ke Lokasi Awal |
Kondisi cuaca saat itu cukup cerah di siang hari
sehingga perlahan lautan pasir Bromo mulai berdebu saat kami mulai meninggalkan
kawasan Pura Luhur Poten. Terjangan pasir begitu teras terutama saat angin
berembus dengan kencang. Padahal dini harinya hujan turun dengan lebatnya
sehingga sempat membuat kawasan lautan pasir Bromo tidak berdebu sebelumnya.
Badai Pasir di Lautan Pasir Bromo |
Jika berencana mengunjungi Bromo saat musim
kemarau, maka masker dan kacamata mutlak harus dibawa. Selain itu saat musim
kemarau kondisi pasir tidaklah padat seperti saat kami berkunjung ke Bromo waktu itu sehingga melaluinya dengan sepeda motor akan sangat sulit. Lebih baik
menggunakan jasa jeep atau trail saat mengunjungi Bromo di musim kemarau untuk
alasan kenyamanan dan keamanan.
Sampai di Titik Awal |
Epilogue
Kami pun kembali
mengendarai sepeda motor Supra X 125 meninggalkan kawasan lautan pasir Bromo
dan kembali melintasi jalan yang sebelumnya kami gunakan untuk keberangkatan. Perjalanan
kami menjelajahi Probolinggo pun belumlah selesai. Usai makan siang di sebuah
tempat makan yang juga menyediakan durian lezat yaitu Kebun Duren & Cafe Jalan Lumbang-Probolinggo, penjelajahan kami berlanjut ke
destinasi selanjutnya.
Jajan Duren Doloe |
Info
Tarif Masuk & Sewa Jeep ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Tarif
masuk Bromo dan sekitarnya
Rp27.500,00
(wisatawan nusantara “weekdays” per hari)
Rp32.500,00
(wisatawan nusantara “weekend” per hari)
Rp220.000,00
(wisatawan asing “weekdays” per hari)
Rp320.000,00
(wisatawan asing “weekend” per hari)
Tarif
masuk Semeru dan sekitarnya
Rp17.500,00
(wisatawan nusantara “weekdays” per hari)
Rp22.500,00
(wisatawan nusantara “weekend” per hari)
Rp210.000,00
(wisatawan asing “weekdays” per hari)
Rp310.000,00
(wisatawan asing “weekend” per hari)
Tarif
masuk kendaraan
Rp10.000,00
(roda empat per masuk)
Rp5.000,00
(roda dua per masuk)
Rp2.000,00
(sepeda per masuk)
Rp1.500,00
(kuda per masuk)
Tarif
sewa jeep
Start
Cemoro Lawang:
Rp550.000,00
( Penanjakan 1, Kawah Bromo)
Rp700.000,00
( Penanjakan 1, Kawah Bromo, Pasir Berbisik, Savana)
Start:
Wonokitri
Rp550.000,00
(Penanjakan 1, Kawah Bromo)
Rp700.000,00
(Penanjakan 1, Kawah Bromo, Pasir Berbisik, Savana)
Start:
Malang
Rp1.200.000,00
(Penanjakan 1, Kawah Bromo, Pasir Berbisik, Savana)
Rp1.250.000,00
(Penanjakan 1, Kawah Bromo, Pasir Berbisik, Savana, Coban Pelangi)
Rp1.550.000,00
(Penanjakan 1, Kawah Bromo, Pasir Berbisik, Savana, Surabaya “drop-off”)
Rp1.450.00,00
(Penanjakan 1, Kawah Bromo, Surabaya “drop-off”)
Rp1.400.000,00
(Penanjakan 2, Kawah Bromo, Pasir Berbisik, Savana, Air Terjun Madakaripura)
Rp800.000,00
(Ranupane)
Rp1.500.000,00
(Ranupane “antar-jemput”)
Catatan
info jeep:
- Harga bisa berubah pada waktu libur panjang atau high season. Informasi harga high season silakan hubungi: Telp/WA 0823 3573 6888
- Kapasitas jeel maksimal enam orang
- Penanjakan 1 lebih tinggi, view lebih bagus, fasilitas lengkap seperti warung dan toilet
- Setiap tahun harga terus berubah sesuai dengan harga BBM dan kesepakatan antarpaguyuban.
- Pemesanan jeep yang bersifat mendadak akan mengalami kenaikan karena keterbatasan jumlah jeep di kawasan TNBTS
Posting Komentar
Posting Komentar