Konten [Tampil]
Kala itu Tahun 2017 telah memasuki bulan
kelimanya. Siklus alami musiman yang telah ditetapkan Allah SWT pun menyebabkan
langit mulai cerah kembali. Cerah ini tentunya satu anugerah terindah dari-Nya
usai musim hujan yang terus menerus turun selama kurang-lebih 18 bulan lamanya
akibat fenomena La Nina pada tahun 2016. Cerah pun selain menandakan masuknya
musim kemarau, juga menandakan dimulainya musim pendakian.
Puncak Trianggulasi Merbabu; 3142 Mdpl |
Bersama travelista
tangguh
Sebenarnya pendakian
pembuka kali ini sudah dipersiapkan sejak jauh hari. Saya pun berhasil mengajak
teman saya, seorang travelista dan fotografer Genpi (Generasi Pesona Indonesia)
Jogja bernama Rani Theresia untuk menjadi teman perjalanan. Namun sayang, tidak ada
seorang pun teman lainnya yang berhasil saya ajak selain dia. Wajar karena pendakian
ini dilaksanakan pada weekdays, sementara pendakian saat akhir pekan akan sangat ramai.
Kenalan dengan Kak Rani di: @Raniajah |
Sebenarnya keberangkatan kami dari Yogyakarta saat
itu cukup terlambat. Maklum karena setelah lama tidak mendaki, mental cak-cek saya menurun. Kami berangkat
dengan bus dari Terminal Jombor menuju Magelang kemudian oper dengan minibus
menuju Kopeng. Sesampainya Kopeng langit sudah gelap, beruntung kami mendapat
tumpangan naik mobil warga sampai ke base camp Cunthel.
Pendaki yang hilang
Setibanya kami di base
camp Cunthel, kondisinya cukup ramai. Ternyata ramai kali ini bukan hanya
karena banyaknya pendaki turun gunung, tetapi ada musibah yang juga terjadi
saat itu. Dua orang pendaki yang baru turun gunung siang tadi tak kunjung
kembali; mereka masing-masing bernama Inggil
Pangestu (16) dan Angga Wahyu Setiawan (16). Kronologi musibah tersebut
ada pada link berikut:
Saat itu saya mendengar
sendiri bagaimana laporan dari rekan-rekan korban yang melapor pada petugas.
Langsung saja laporan dilanjutkan ke pihak-pihak terkait seperti Basarnas
(Badan SAR Nasional). Base camp Cunthel pun menjadi semakin ramai termasuk
dengan kedatangan keluarga survivor. Menurut info yang beredar,
pencarian akan dilakukan pada keesokan harinya.
Kejadian tersebut tentunya membuat saya dan Rani
khawatir akan ditutupnya jalur pendakian saat dilakukannya pencarian. Namun
beruntung karena setelah mengobrol dengan petugas base camp, ternyata jalur
pendakian Merbabu lewat Cunthel akan tetap dibuka keesokan harinya. Malam itu
kami tidur agak terpisah dari base camp agar bisa beristirahat dengan maksimal.
Pendakian dimulai
Jalur Pendakian Merbabu Sisi Utara |
Pagi harinya sekitar
pukul 08.00 WIB, kami mulai bersiap untuk berangkat. Setelah berkemas dan
sarapan, kami mulai berjalan untuk melakukan registrasi di base camp. Ternyata
dini hari tadi sudah diberangkatkan tim pencari untuk menemukan survivor. Saat kami mendaftar juga
diberangkatkan kembali tim pencari tambahan. Tentu kejadian ini akan menjadi
pelajaran bagi kami untuk semakin waspada pada perjalanan nanti.
Rute awal kali ini adalah melewati perkebunan
warga sebelum masuk kawasan hutan. Perlu diketahui bahwa medan sudah menanjak
di awal perjalanan sehingga pemanasan yang dulakukan haruslah maksimal jika
tidak ingin keram. Usai melewati kawasan perkebunan, perjalanan mulai memasuki
kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu yang berupa hutan.
Medan Terbuka di Pos Kergo Pasar |
Pemandangan mulai terbuka saat kami sampai di
pos III yang bernama Kergo Pasar. Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul
11.10 WIB. Cukup cepat tentunya karena hanya berselang sekitar 3 jam kami sudah
sampai di sini. Cukup lama pula waktu istirahat kami karena selain menikmati
pemandangan terbuka yang begitu indah, tanjakan menuju pos selanjutnya yaitu
Pos Pemancar begitu tinggi dengan melewati tanjakan Bukit Watu Tulis. Sementara
itu dari kejauhan terdengar teriakan tim pecari yang memanggil nama survivor.
Background |
Setengah Perjalanan
Usai melewati tanjakan
terjal menapaki Bukit Watu Tulis di bawah sengatan teriknya matahari siang,
sekitar pukul 12.00 WIB kami tiba di Pos Pemancar. Sesuai jadwal, kami makan
siang dengan nasi bungkus yang dipesan di warung sekiar base camp pagi tadi.
Kami berpaspasan dengan satu-satunya rombongan lain pada pendakian kali ini
yang turun dari puncak. Sepanjang perjalanan tadi tidak ada pendaki lain selain
saya dan Rani.
Pos Pemancar Merbabu |
Setelah makan, entah mengapa mata ini mengantuk
sekali. Kami pun memutuskan untuk tidur siang sejenak untuk mengembalikan
tenaga. Tidak disangka, kami tertidur sampai hampir satu jam lamanya. Sekitar
pukul 13.30 WIB kami baru kembali melanjutkan perjalanan. Dinding berwarna
hijau yang memanjang tampak di depan mata. Dinding itu pun menjadi medan yang harus kami lalui
selanjutnya.
Dinding Hijau di Depan Sana |
Perjalanan kilat
Kami kembali berhenti di
percabangan antara jalur menuju puncak dengan jalur menuju mata air. Saya
memutuskan untuk turun dan mengisi kembali persediaan air kami untuk jaga-jaga.
Seorang diri saya turun ke bawah, sementara Rani menunggu di percabangan. Saat
berhenti itu juga saya bertemu dengan rombongan pendaki kedua yang baru turun
dari puncak sehingga setidaknya ada yang menemani Rani.
Lereng Utara Merbabu |
Segera saya menuruni lereng curam tersebut agar
bisa kembali secepatnya. Tentu rasanya cukup mengerikan saat berjalan sendiri.
Entah mengapa yang muncul dalam benak adalah jika tiba-tiba saat mengambil air
ada harimau atau makhluk aneh mendekat. Segala parno tersebut saya tepis sebisa mungkin. Syukur Alhamdulillah karena saya bisa kembali
ke percabangan dengan selamat plus persediaan
air yang terisi penuh.
Pemandangan Merbabu Jalur Utara |
Kami kembali melanjutkan perjalanan setelahnya.
Pendaki yang kami termui sebelumnya sudah sekitar 30 menit yang lalu
meninggalkan Rani seorang diri. Mulailah medan berat Merbabu kami tapaki dengan
tanjakan yang begitu terjal berbatu. Panasnya siang itu semakin menguras tenaga
kami. Beruntung panorama terbuka yang begitu indah bisa cukup banyak mengusir
segala lelah saat memandanginya.
Puncak Sebentar Lagi |
Kedua kaki kami terus melangkah melawan lelah.
Hingga akhirnya kami tiba di rintangan terakhir sebelum puncak yaitu Ondo Rante
sekitar pukul 15.50 WIB. Yak, dan itu adalah untuk pertama kalinya saya sampai
di Ondo Rante saat masih cerah dari seluruh rangkaian pendakian ke Merbabu.
Tentunya lebih mudah untuk melaluinya saat terang daripada saat sudah gelap
seperti tahun lalu.
Ondo Rante Gunung Merbabu Via Jalur Utara |
Kemudahan yang kami dapatkan adalah pijakan
tampak jelas karena masih terang sehingga kami dapat dengan mudah memosisikan kedua
kaki untuk melangkah. Perlu diketahui bahwa pijakan di Ondo Rante hanya cukup
untuk satu kaki saja sehingga untuk melaluinya harus merayap di dinding.
Pemandangan pun begitu indah, meski sebenarnya cukup menyeramkan untuk
melaluinya dengan merayap di dinding.
Sunset di ujung Merbabu
Yesss..! Tekaaaan..!! |
Akhirnya sekitar pukul
16.00 WIB kami sampai di Puncak Kenteng Songo. Kali ini juga untuk pertama
kalinya saya menginjakkan kaki di Puncak Merbabu pada sore hari, meski
sebelumnya saya sempat menikmati indahnya sunset di Puncak Syarif. Sore itu
hanya ada beberapa orang di puncak, termasuk kami. Empat orang lainnya mendaki melalui
jalur Selo.
Gunung Merapi |
Sore itu benar-benar begitu indah. Tepat di atas
kami tidak ada awan satu pun. Langit biru bercampur dengan warna oranye langit
sore terlihat sangat mendamaikan hati. Sementara itu di sisi selatan,
pemandangan khas dari Puncak Merbabu yaitu Gunung Merapi terlihat menakjubkan
dengan diselimuti awan di sisi baratnya.
Sore itu kami berniat untuk bermalam di Puncak
Merbabu. Meski terbesit kekhawatiran saya jika tiba-tiba hujan deras bercampur
petir dan angin seperti tahun sebelumnya, tetapi dengan Bismillah kami tetap bermalam di puncak. Lokasi tenda kami ada di
cekungan bawah Puncak Kenteng Songo. Sebagai info, hanya kami yang bermalam di kawasan
puncak Merbabu saat itu.
Senja di Ujung Merbabu |
Hari Baru yang Cerah
Syukur Alhamdulillah apa yang saya khawatirkan
tidak terjadi. Cuaca cerah sepanjang malam sehingga kami bisa beristirahat
dengan tenang. Angin pun berembus tidak terlalu kencang sehingga suhu udara
tidak semakin turun menjadi lebih dingin lagi. Perlahan tapi pasti, pagi pun
tiba bersamaan dengan Puncak Merbabu yang tak lagi sepi.
Para Pendaki Merbabu |
Terdengar suara beberapa pendaki yang sampai ke
puncak untuk menikmati keindahan sunrise.
Mereka berangkat dari pos terakhir jalur Selo pada dini hari sehingga
sampai di puncak sebelum sunrise.
Langit malam yang hitam bertabur bintang angkasa dan dunia pun mulai perlahan
terang. Maka dimulailah penantian menunggu terbitnya sang surya.
Langit yang Mulai Terang |
Akan tetapi sayangnya sunrise sempurna yang kami semua nanti tidak terlihat. Awan di
kawasan bawah cukup tebal, meski kawasan atas begitu cerah. Mungkin karena saat
itu masih merupakan peralihan musim hujan menuju kemarau sehingga langit masih
belum sepenuhnya cerah. Namun kondisi tersebut tetap tidak mampu menghapus
keindahan panorama alam dari Puncak Merbabu.
Berawan |
Kumpulan awan yang berada di sisi timur Merbabu
tampak membentuk pola memanjang yang begitu memesona. Matahari timur pun mulai
menampakkan dirinya beberapa saat kemudian dengan cahaya terang berwarna
oranye. Hanya sebentar saja momen sunrise
tersebut karena matahari kembali tertutup awan yang cukup tebal di kaki
langit sebelah timur.
Unique Cloud Formation |
Saat hari mulai siang, awan dan kabut yang
mnyelimuti kawasan bawah menghilang sehingga cuaca di sekitar Merbabu menjadi
sangat cerah. Warna biru dan hijau seakan mengelilingi kami di Puncak Merbabu
saat itu. Pemandangan jauh ke segala arah juga mulai terlihat, terutama jajaran
pegunungan yang ada di sekitar Merbabu.
View Favorit |
Pemandangan favorit ada di sisi utara hingga
barat berupa deretan gunung-gunungnya. Mulai dari sisi utara yang menyajikan
panorama Gunung Ungaran, Gunung Andong, Gunung Telomoyo, dan Puncak Pemancar,
hingga jauh di sisi barat yaitu dua gunung nan indah; Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing.
Kiri: Sumbing, Kanan: Sindoro |
Turun
Setelah puas menikmati
suasana puncak, kami mulai berkemas untuk segera turun. Kami mulai berjalan
usai segala perlengkapan termasuk tenda dikemas kembali dalam tas. Namun kami
tidak langsung turun, melainkan berjalan terlebih dahulu ke Puncak Trianggulasi
karena akan sangat disayangkan apabila tidak mengunjungi kedua puncak tertinggi
Merbabu.
Background Merapi di Trianggulasi |
Kami hanya sebentar saja di Puncak Trianggulasi
untuk berfoto dengan plang penanda. Awalnya saya berniat untuk turun lewat
Suwanting, tetapi urung mengingat perjalanan turun tahun lalu lewat sana yang
harus melewati kawasan hutan dengan panjangnya jarak tempuhnya. Jalur Selo pun
tetap menjadi pilihan jalur turun kami. Perjalanan turun kami mulai sekitar
pukul 08.30 WIB
Background Sumbing-Sindoro |
Turun melalui Jalur Selo adalah pilihan terbaik
karena akan melalui banyak medan terbuka yang pemandangannya indah. Selain itu
akan dijumpai pula padang Edelweiss yang begitu cantik saat bunganya mekar.
Sayang saat kami lewat sini, bunga Edelweissnya belum mekar. Sebagian besar
Jalur Selo adalah berupa sabana atau padang rumput yang luas.
Sabana Jalur Selo |
Edelweiss yang Belum Mekar |
Kami akhirnya tiba di Base Camp Selo sekitar
pukul 12.15 WIB, benar-benar perjalanan yang cepat. Usai makan nasi goreng di
base camp, kami melanjutkan lagi perjalanan turun sampai ke jalan utama Selo
selama satu jam untuk mencari bus ke Boyolali. Sebenarnya jika kami langsung
mendapat bus, waktu sampai kami tidak akan lama.
Sampai Selo |
Syukur Alhamdulillah
karena kami berhasil sampai dengan selamat di Yogyakarta saat petang.
Lamanya perjalanan pulang kami selain karena harus menunggu bus, juga karena
kemacetan yang terjadi di Yogyakarta. Terlebih kami juga harus naik Trans Jogja
ke Terminal Jombor karena motor saya ada di sana.
Epilogue
Perjalanan pembuka di
tahun 2017 ini pun akhirnya selesai. Pesona keindahan Merbabu memang akan
selalu dirindu. Semoga saja masih akan ada kesempatan untuk menyambanginya
sebagai pendakian pembuka setiap tahunnya. Mengenai pendaki yang hilang, kabar
baik karena mereka akhirnya ditemukan dengan selamat. SUMBER
Info Transportasi
Bus Jogja-Magelang
Rp10.000,00
Bus Magelang-Kopeng
Rp10.000,00
Tiket Pendakian
Rp15.000,00
Bus Selo-Boyolali
Rp10.000,00
Bus Boyolali-Klaten
Rp10.000,00
Bus Klaten-Jogja
Rp10.000,00
1 komentar
Subhanallah tangguh banget ya Kak Rani 😂😂 aku aja belum tentu berangkat naik gunung kalo cuma berdua doang, hahaha
Btw itu gak ribet bawa cewek naik gunung??
Itu foto2nya keren banget
Btw, parah banget ya di mana tadi dah namanya. Tadi udah scroll, tapi lupa namanya lagi. Ondo ronte yang itulah, yang cuma satu pijakan. Itu kalo mau ada yang salipan gimana???
Posting Komentar