Konten [Tampil]
Hidup ini memang penuh dengan dinamika dan juga
lika-liku kisahnya. Seringkali sesuatu terjadi begitu cepat, tanpa terduga
sebelumnya. Begitu juga dengan cinta yang juga mempunyai kisah perjalanannya
sendiri; sama seperti kehidupan yang berliku. Yah, hatiku pun juga demikian;
sebagai sesosok insan ciptaan Tuhan yang lengkap dengan rasa cinta dalam
hatinya.
Entah, kisah ini
terjadi begitu saja tanpa pernah aku sangka sebelumnya. Kisah ini dimulai dari
perjalananku menuju Bumi Banyumas beberapa waktu yang lalu untuk menghadiri
pernikahan teman. Tidak ada sama sekali terbanyangkan akan ada kisah seperti
ini. Hanya ada bayangan berupa travelling
yang menyenangkan di dalam benak sebelum perjalananku dimulai.
Semua berjalan sesuai apa yang kuperkirakan pada awalnya. Syukur Alhamdulillah karena keselamatan senantiasa selalu dilimpahkan-Nya kepadaku. Tujuan utama untuk hadir menyaksikan ijab-qabul temanku pun tuntas. Namun mulai dari sinilah sesuatu yang belum pernah aku perkirakan sebelumnya itu terjadi.
Semua berjalan sesuai apa yang kuperkirakan pada awalnya. Syukur Alhamdulillah karena keselamatan senantiasa selalu dilimpahkan-Nya kepadaku. Tujuan utama untuk hadir menyaksikan ijab-qabul temanku pun tuntas. Namun mulai dari sinilah sesuatu yang belum pernah aku perkirakan sebelumnya itu terjadi.
Dia yang Sudah Cukup
Lama Aku Kenal
Kalau tebakan yang
muncul adalah aku bertemu tamu lain dengan paras jelita sehingga hati ini
terpikat seperti di banyak serial FTV (padahal aku jarang nonton FTV), maka
selamat; Anda salah. Bahkan aku sama sekali tidak berkenalan dengan sosok
wanita yang baru dalam kehidupanku pada perjalananku kali ini.
Dirinya sebenarnya
sudah cukup lama aku kenal. Kurang-lebih pertama kali aku bertemu dengannya
adalah di tahun 2013 silam. Namun selama 4 tahun itu pula aku hanya
menganggapnya biasa saja, tanpa ada rasa spesial yang tumbuh di dalam hati. Akan
tetapi memang Allah SWT maha membolak-balikkan hati karena hanya dalam hitungan
jam saja perasaanku padanya berubah.
Entah apa yang Allah
SWT rencanakan terhadapku karena pada hari itu tiba-tiba saja secara spontan
aku menghubungi dirinya usai melihat insta
story nya. Sebelumnya padahal aku pun
tidak tahu bahwa dia adalah orang daerah Banyumasan (Purbalingga, Purwokerto,
Banyumas, dan sekitarnya), tetapi hatiku entah kenapa begitu yakin bahwa
dirinya berada tak jauh dariku saat itu.
Ternyata di luar dugaan,
tempat tinggalnya memang ada di Purbalingga. Hanya berjarak beberapa kilometer
dari tempatku berada, meski lokasiku saat itu ada di Purwokerto. Hati ini pun
segera berkata untuk mengajaknya melihat dunia pada esok hari. Yak, dan
jawabannya membuatku tak sabar untuk menantikan perjalanan pada hari esok.
The
Princess
Perlahan tapi pasti,
esok hari pun tiba. Segera aku berangkat dari lokasiku di Purwokerto saat itu
menuju kediamannya yang dibertitahukan olehnya melalui Google Map sebelumnya.
Perjalananku ke sana pun juga tidak ada masalah, bahkan begitu lancar karena
hanya berselang setengah jam saja aku sudah sampai di lokasi yang tertera.
Aku tidak langsung
menuju lokasi, tetapi terlebih dahulu berhenti di sebuah warung untuk sekadar
minum kopi. Yah, selain supaya rasa kantuk dan lelah semakin menghilang, butuh
persiapan juga bagiku untuk datang ke rumahnya. Tentu saja bukan hanya dia yang
akan aku temui nanti, melainkan juga keluarganya. Entah kenapa jantung ini
berdegub semakin kencang pula saat membayangkannya.
Usai kopi selesai aku
habiskan, bergegaslah aku ke rumahnya. Hanya berselang beberapa menit aku pun
sampai juga di istananya. Dia juga sudah menungguku di halaman depan rumahnya
sehingga aku tak perlu khawatir salah alamat. Aku berusaha bersikap setenang
mungkin saat itu, memberanikan diri dengan bismillah
di dalam hati untuk bertemu keluarganya.
Ternyata benar
dugaanku. Tidak hanya dia seorang yang aku temui. Anggota keluarga pertamanya
yaitu budhe nya juga menyambut kedatanganku dengan ramah. Aku kemudian
dipersilakan masuk untuk beristirahat sejenak. Pertama memang rasanya begitu
canggung mengingat sebelumnya interval komunikasiku dengannya bahkan bisa
dihitung dengan jari.
Akan tetapi syukur Alhamdulillah karena akhirnya obrolan
pun bisa mengalir. Tak lama kemudian satu orang anggota keluarganya datang. Tak
lain dan tidak bukan, dia adalah ibunya yang diperkenalkan oleh budhenya usai
pulang dari pasar. Tentu saja aku semakin berusaha sesopan mungkin untuk
mengobrol dengan beliau.
Kembali, syukur Alhamdulillah karena ibunya bisa cukup
nyaman bercengkrama denganku, meski hanya sebentar saja. Entah mengapa pula
saat aku berdiskusi mengenai tujuan travellingku
dengannya, semua (ibu dan budhenya) seolah begitu antusias membertitahu kami
memilih lokasi dan rutenya. Hadehh, jadi makin grogi rasanya.
1
Hari untuk Selamanya
Usai menentukan tujuan
dengan dibantu keluarganya, kami segera bersiap berangkat. Usai aku menitipkan
tas berisi laptop yang memberatkanku, kami pun berangkat. Perjalanan pertama
kami adalah mengunjungi sebuah taman bunga yang ada di lereng Slamet. Obrolan
kami pun mulai lancar di atas Supra X ku sepanjang perjalanan ke sana.
Syukurlah, ternyata dia
enak untuk diajak mengobrol. Kami bisa saling bercerita satu sama lain sehingga
perjalanan kami menjadi menyenangkan. Namun entah mengapa pula tiba-tiba hati
ini menjadi sedih tatkala dia memberitahuku bahwa tak lama lagi dia akan pergi
meninggalkan perantauan kami; Yogyakarta ke perantauan barunya.
Tempat yang akan
menjadi perantauan barunya tersebut juga tidaklah dekat, antara Surabaya atau
lebih jauh ke arah barat; Riau. Kami menjadi terdiam selama beberapa menit, di
dalam hati entah mengapa aku merasa kehilangannya. Padahal baru saja aku
berekspektasi untuk bisa lebih banyak melakukan perjalanan dan menghabiskan
waktu dengannya ke depannya.
Aku tak mau terlarut
akan hal itu. Jika memang dia akan segera pergi, maka perjalanan ini harus
menjadi menyenangkan dan berkesan. Obrolan kami pun berlanjut kembali dengan
asyiknya di atas suara deru mesin motorku melewati jalan menanjak. Sempat kami
tersesat, beruntung akhirnya kami kembali ke jalan yang benar.
Cuaca saat itu cukup
berawan, tetapi perlahan Slamet di sisi barat mulai menampakkan dirinya.
Sembari berhenti di warung untuk menanyakan jalan ke taman bunga, aku bercerita
padanya mengenai pengalamanku menggapai atap Jawa Tengah tersebut pada 2015
silam. Obrolan kami mengenai pendakian pun nyambung karena sebenarnya dia suka
dengan pendakian.
Meski dia menyukai
pendakian, tetapi total baru 1 gunung saja yang dia daki sehingga dengan cukup
antusias dia mendengarkanku. Bahkan Slamet yang nampak begitu jelas dari
rumahnya sama sekali belum pernah ia daki. Hmm.. Andai saja aku bisa membawanya
menggapai atap Jawa Tengah itu..
Tak lama kemudian
perjalanan kami pun sampai di destinasi pertama yaitu sebuah taman bunga cantik
yang ada di dekat tempat kami berada saat itu yaitu Taman Bunga Kutabawa.
Ternyata taman tersebut sangatlah indah dan baru saja dibuka beberapa bulan
yang lalu. Berdua kami berjalan-jalan di antara bunga yang indah
berwarna-warni.
Rasanya nyaman sekali
saat bercengkerama dengannya. Bahkan kami pun bisa sampai tertawa lepas,
terutama saat dia terpeleset. Sayang untuk memfotonya rasanya susah sekali,
tetapi akhirnya aku berhasil membujuknya, bahkan turut mengajaknya berfoto
berdua. Yah, foto itu akan menjadi cinderamata kenangan yang takkan terlupakan
pastinya.
Perjalanan kami
selanjutnya adalah menuju tempat bernama Lembah Asri. Kami untuk pertama
kalinya mencoba menaiki bebek kayuh di sini. Meski kami sama-sama konyol karena
kesulitan mengendalikan bebek kayuhnya, tapi justru di sinilah kami bisa saling
tertawa lepas.
Kembali kami
berjalan-jalan untuk menikmati sejuknya udara pegunungan di antara pepohonan
pinus yang menjulang tinggi. Mengenai obrolan, sudah tidak ada masalah saat
itu, semua mengalir lancar tanpa kehabisan bahan. Pertama kalinya pula aku
melakukan wefie di sini, tentu dengan
dirinya sebagai orang pertama.
Perjalanan kami
berlanjut menuju Kampung Kurcaci yang menjadi destinasi ketiga kami. Tak terasa
waktu sudah masuk tengah hari. Meski sedang tidak sholat, dia tetap menghendaki
aku sholat terlebih dahulu di sebuah masjid dekat destinasi ketiga kami. Oke,
kriteria muslimah sudah pasti masuk untuk wanita seperti ini.. hehe
Segera kami tiba di
pintu masuk menuju Kampung Kurcaci setelahnya. Bisa dibilang kami menyambangi
destinasi ketiga dan keempat di sini karena juga terdapat sebuah air terjun
bernama Curug Lawang. Pertama-tama kami menuju Curug Lawang tersebut yang
letaknya cukup terpisah dari kampung Kurcaci.
Perjalanan menuju Curug
Lawang harus ditempuh melalui jalan setapak yang sekilas tampak seperti
pendakian gunung, namun tidak menanjak. Untunglah baginya rute seperti ini
bukanlah masalah. Bahka ia melepas alas kakinya untuk berjalan sehingga dapat
dipastikan dia adalah wanita yang tangguh. I like it.. hoho
Sampailah kami ke Curug
Lawang. Meski lokasinya terpisah dari peradaban, kondisinya sudah baik dengan
taman-tamannya. Saat itu hanya ada kami berdua di sana sehingga kesempatan untuk
bebas berfoto tidak kami lewatkan. Berada dekat dengannya terasa semakin nyaman
dengan ditemani suara air terjun dan sejuknya udara pegunungan saat itu.
Kami kembali berjalan
menuju Kampung Kurcaci usai puas menikmati Curug Lawang melewati jalan setapak
yang sama. Tak lama kemudian kami tiba kembali di kawasan hutan pinus yang
rindang; lokasi dari Kampung Kurcaci. Usai berjalan rasanya memang sedikit melelahkan. Mulai dari sini aku
berharap agar waktu berjalan semakin pelan saja.
Sebenarnya rencana
awalku pada perjalanan kali ini adalah sampai siang hari saja kemudian
dilanjutkan dengan perjalananku kembali ke Yogyakarta. Namun hatiku seolah tak
rela untuk mengakhiri kebersamaan dengannya begitu cepat. Usai mengajaknya
makan siang di sebuah warung makan dekat sana, aku kembali membuat rencana
dadakan.
Aku memutuskan
melanjutkan perjalanan kembali, kali ini ialah menuju Baturraden melalui jalur
Wana Wisata Baturraden. Jalur ini sebenarnya pernah aku lalui pada 2014 silam
bersama teman-temanku saat kunjungan pertama ke Purbalingga. Yah, hitung-hitung
mengenang masa lalu sambil membuat sejarah baru dengannya.
Syukurlah dia setuju
saja aku ajak menuju Baturraden lewat sana. Meski sebenarnya aku khawatir
karena kondisi jalannya buruk. Ternyata memang benar, kondisi jalan masih
seperti sungai kering terutama menjelang sampai Kebun Raya Baturraden. Alhamdulillah kami berhasil melaluinya
dengan senang karena hal tersebut semakin membuat seru perjalanan.
Destinasi kami
selanjutnya ditentukan secara spontan yaitu menuju Pancuran Pitu (7). Ternyata
dia baru ingat kalau sebelumnya sudah pernah kemari, tetapi karena aku masih
belum pernah ke sana, perjalanan tetap dilanjutkan sampai di Pancuran Pitu. Lokasi
ini unik karena terdapat air terjun kecil dengan aliran airnya yang hangat.
Fisik kami memang mulai
lelah setibanya di sini, tetapi bukan berarti kami berhenti bercengkerama.
Obrolan kami tetap berlanjut dengan bahan yang infinity. Tak lama kami di sini karena memang waktu sudah pukul
16.00 WIB yang merupakan jam tutup kawasan Pancuran Pitu. Hmm.. Cepat sekali
waku berlalu; gumanku dalam hati saat itu.
Perjalanan kembali kami
dimulai usai dari Pancuran Pitu. Cukup sedih rasanya menyadari bahwa perjalanan
ini akan segera berakhir. Aku memacu motor dengan kecepatan pelan untuk menikmati
setiap detik yang berharga ini. Rute yang kami ambil yaitu melalui Purwokerto,
bukan kembali melewati jalan yang buruk sebelumnya.
Langit masih cukup
cerah saat kami sampai kembali ke Purbalingga. Saat itu waktu menunjukkan
sekitar pukul 17.00 WIB. Tiba-tiba dia memintaku untuk mampir di aloon-aloon
Purbalingga sebelum pulang, katanya dia sudah lama sekali tidak mengunjunginya
meski merupakan warga Purbalingga.
Well, tentu saja aku
mengabulkan permintaannya. Syukurlah, setindakya masih ada waktu bagi kami
meskipun sedikit saja sebelum kembali ke rumahnya. Kondisi aloon-aloon
Purbalingga sore itu cukup ramai. Masyarakat berkumpul bersama keluarganya
menikmati sore yang Alhamdulillah tidak
hujan pada hari Sabtu terindah bagiku itu.
Conclusion
Banyak para orang tua
yang membawa serta anak kecilnya bermain di aloon-aloon Purbalingga saat itu.
Aku merasa begitu nyaman saat duduk bercengkerama dengannya di aloon-aloon
Purbalingga ini. Terbanyang begitu saja dalam benakku dan juga tersirat harapan
bahwa di masa depa nanti, semoga kami akan kembali ke sini sebagai sebuah
keluarga kecil dan melihat anak kami berlarian di atas hijaunya rumput
aloon-aloon kampung halaman ibunya. Aamiin
Saat itu pula aku mulai
berani mengambil kesimpulan atas rangkaian perasaanku sejak awal memulai
perjalanan ini tadi pagi. Bagaimana berdebar-debarnya jantung ini saat pertama
kali menyambangi istananya, hingga bagaimana nyamannya dan bahagianya hati ini
ketika menjelajah Bhumi Banyumas tadi.
Hanya ada satu
kesimpulan yang bisa aku dapatkan saat itu. Ya, I’m fall in love with her. Perasaan nyaman yang diberikannya padaku
benar-benar spesial, sudah lama aku tidak merasakan sensasi ini di dalam hati.
Kenyamanan dan kebahagiaan yang mana aku juga berharap agar bisa terus
kurasakan selamanya, selama hayat masih di kandung badan.
Pulang
Saat waktu maghrib
tiba, kembali dia menyuruhku untuk menunaikan sholat maghrib terlebih dahulu di
Masjid Agung Purbalingga. Dia menungguku di luar sembari mengingat kenangannya
sendiri akan masjid terbesar di kampung halamannya ini, entah apa saja itu aku
pun tidak tahu.
Hari sudah mulai gelap
saat kami kembali. Selain rasa sedih menyadari perjalanan ini sudah selesai,
terbesit pula rasa khawatir dimarahi oleh ayah-ibunya karena telah membawa
putrinya keluar hingga hari gelap. Namun syukur Alhamdulillah kekhawatiran itu tidak terjadi karena keluarganya
tetap menyambutku dengan ramah.
Kali ini selain anggota
yang sama dengan sewaktu pagi tadi, keluarganya kian lengkap dengan kepulangan
ayahnya. Sehingga selain dirinya, di hadapanku sekarang berdiri budhenya,
ibunya, serta ayahnya. Sejenak aku mengakrabkan diri dengan ayahnya yang
ternyata seorang traveller tangguh. Pantas saja putrinya meski kalem, namun setrong.
Sejenak kemudian dia
kembali keluar dari dapur dengan membawakan segelas kopi hangat dan bakso yang
memang sudah disiapkan oleh keluarganya sejak sore tadi. Rasanya kenyamanan dan
kebahagiaan ini pun semakin lengkap. Rasanya seperti berada di keluargaku
sendiri. Yah, kembali tersirat harapan supaya demikian; ketika aku bergabung di
keluarganya yang ramah ini.
Kemudian kami
ditinggalkan berdua di ruang tamu untuk menyantap bakso bersama. Saat itu pula
aku berharap ada alat untuk menghentikan waktu. Untuk terakhir kalinya pada
hari itu kami bisa kembali berbagi tawa sembari menikmati hangat dan nikmatnya
bakso. Sebuah dilema juga tentunya, sebab aku masih harus menempuh perjalanan
panjang ke Yogyakarta sehingga mau tidak mau aku harus segera memulainya agar
kantuk tidak menyerangku di jalan jika terlalu malam.
Aku pun segera
berpamitan setelah itu. Semuanya pun lengkap; ada ayah, ibu serta budhenya yang
turut melepas keberangkatanku kembali ke Yogyakarta. Aku pun juga dibekali oleh
satu kotak telur asin dari keluarganya jika nanti sewaktu-waktu lapar
menyerangku di jalan. Kembali, aku merasa seperti sudah menjadi bagian dari
keluarga ini.
Perjalanan panjangku
kembali ke Yogyakarta pun dimulai. Fisikku memang sangat lelah, tetapi kenangan
akan perjalanan tadi bersamanya seolah menghapus semua kelelahan itu. Malam itu
pun begitu indah dan cerah dengan cahaya bulan purnamanya, seolah sesuai dengan
perasaanku yang sedang berbunga-bunga saat itu.
Titik
Balik
Kini 20 hari berlalu
semenjak perjalanan indah yang berkesan itu. Lantas bagaimana hubungan kami
selanjutnya..? Tambah akrab kah..?
Sayangnya tidak. Semua
berjalan tidak sesuai dengan harapan. Aku harus bekerja saat weekdays di kota asalku; Solo sehingga
waktu untuk menemuinya tidak leluasa. Terlebih di akhir pekan kami harus
mempersiapkan diri untuk sebuah acara yang begitu penting di depan mata.
Puncaknya adalah saat
acara tersebut beberapa waktu yang lalu. Hari itu aku sangat senang, gembira,
dan lega karena berhasil menunaikan tugas dengan baik. Namun pascaacara
tidaklah demikian. Rasanya bagaikan tersambar petir saat aku melihatnya
bercengkerama akrab dengan seorang laki-laki, enatah siapa itu.
Aku pun masih berusaha
menghidupkan asa dengan mengajaknya bertemu dan sekali lagi megulangi
perjalanan menyenangkan seperti Hari Sabtu tanggal 2 Desember yang indah
tersebut. Aku berharap pula supaya bisa mengungkapkan perasaan ini kepadanya
pada perjalanan itu. Perasaan cinta yang sebenarnya telah membulatkan tekadku
untuk menjadikannya istriku di masa depan nanti.
Aku pun sebenarnya
sudah siap, meski jarak akan memisahkan kami. Juga aku akan siap menunggu
sampai kesempatan itu tiba. Bahkan, jarak itulah yang akan aku jadikan motivasi
tambahan untuk kesuksesan berkarir agar kelak bisa segera memboyongnya pulang
untuk meminangnya.
Namun semua itu hanya
bisa aku pendam dalam angan saja. Segalanya tidak terjadi sesuai dengan
harapanku. Akir pekan terakhir itu terlewati begitu saja. Yah, akhir pekan
terakhir karena akhir pekan selanjutnya dia sudah benar-benar pergi
meninggalkan Yogyakarta.
Tentu aja kekecewaan
yang muncul dalam hati. Bagaimana ketika waktu masih melimpah dahulu aku sama
sekali tidak melihatnya. Bagaimana sewaktu aku berkesempatan mengajaknya
melihat indahnya senja itu tidak kumanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bagaimana
sama sekali tidak terlintas dalam pikiran untuk mengajaknya menggapai
puncak-puncak nan memesona itu dulu.
Yah, semuanya sudah
terlambat. Semua kesempatan itu telah berlalu. Menyesali dan berkata “andai
saja” untuk sesuatu yang sudah berlalu itu hanya akan menambah dosaku. Aku
sadar bahwa semua ini memang takdir yang sudah digariskan oleh-Nya. Aku harus
menerimanya apa pun yang terjadi.
Kini dalam hitungan
hari lagi dia akan pergi. Pergi untuk waktu yang lama dengan jarak yang begitu
jauh. Waktu kebersamaan kami di perantauan telah usai. Tak ada lagi yang bisa
aku lakukan selain berdoa agar Allah SWT senantiasa menjaganya. Juga hanya bisa
berharap karena aku masih yakin jika memang dia jodohku, maka bagaimana pun
juga dia akan kembali lagi kepadaku...
Demikianlah catatan ini
aku buat untuk semakin membuatnya tak terlupakan. Apa pun yang terjadi nanti,
hari itu tetaplah akan menjadi satu hari paling membahagiakan untukku. Catatan
ini akan selalu mengingatkanku akan perjalanan indah itu sampai kapan pun di
masa depan nanti.
“Well, so long goodbye for
you..
Terima kasih atas
perjalanan yang kemarin itu. Memang hanya 1 hari saja kita berjalan-jalan
menjelajahi indahnya dunia sembari saling bercengkerama dan tertawa. Namun
kenangan 1 hari itu takkan pernah bisa aku lupakan untuk selamanya...
Semoga engkau selalu
dalam lindungan-Nya di perantauanmu yang baru.............”
Aamiin
1 komentar
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Aku ikutan sediiih
Kalo yang sekarang ini aku baca yang terakhir2nya, emoh terjungkir balikkan dari 😍😍 ke 😢😢 terus ke 😭😭
Scroll foto2nya doang aku wes melu sedih
Huhuuu... Semoga lekas ketemu seseorang yang bener2 jodoh ya mas 😢
Posting Komentar