Konten [Tampil]
Tahun mulai memasuki angka 2016. Syukurlah karena saat itu hujan sudah muali turun dengan derasnya membasahi Bumi NKRI yang dilanda berbagai bencana kekeringan dan kebakaran hutan akibat EL NINO 2015. Musim hujan di awal tahun 2016 berjalan dengan semestinya; memadamkan api dan menyapu asap kebakaran hutan yang begitu parah sebelumnya. Rasa syukur juga tentu harus dipanjatkan atas hujan yang kembali turun dengan derasnya yang mana akan mengembalikan hijaunya hutan dan gunung usai dilalap si jago merah.
Gn.Merbabu; Jawa Tengah
Prologue (Satu Lembar
Halaman Menuju Transisi Kehidupan)
Alhamdulillah Wisuda
Mulai Bulan Januari
hingga Mei 2016, tidak ada agenda pendakian yang saya lakukan karena memang musim hujan adalah saatnya
untuk beristirahat dari dunia pendakian untuk sementara. Tahun 2016 ini pula saya sudah bukanlah seorang mahasiswa lagi karena syukur Alhamdulillah sudah wisuda dan lulus dari Universitas Gadjah Mada
pada Bulan November 2015 yang lalu. Tentu bekerja adalah yang saya lakukan,
walaupun masih berupa sampingan-sampingan karena masih adanya keinginan untuk
menjelajah titik-titik tertinggi NKRI di tahun 2016 ini.
2016; Tahun Awan Kelabu Indonesia
Bulan Mei 2016 sudah memasuki dasarian III atau sepuluh
hari terakhirnya, akan tetapi hujan masih seakan enggan untuk beranjak dari
langit NKRI. Saat itu hujan masih sering turun dengan deras, bahkan hingga
menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Benar-benar keadaan
yang merupakan kontradiksi dari tahun 2015 yang lalu. Tentu jika curah hujan
masih tinggi, yang terbaik adalah tidak melakukan pendakian terlebih dahulu
karena faktor cuaca yang membahayakan.
Hujan Terus Sepanjang Tahun
Sayangnya cuaca cerah
akan menjadi hal yang cukup langka di tahun 2016. Sesuai yang dinyatakan oleh
Badan Meteorologi dan Geofisika, usai EL NINO maka 75% LA NINA akan menyertainya
di tahun berikutnya. Benar saja karena di Bulan Bulan Mei ini ia telah hadir
dan kembali menutupi langit NKRI dengan awan hujannya.
Spekulasi Kembali Menggapai
Ketinggian
Sebenarnya agenda pendakian sudah disusun dengan
matang. Berkaca pada kisah pendakian tahun sebelumnya, tentunya ada harapan
untuk kembali menikmati cerahnya cuaca di sana. Akan tetapi ternyata Allah SWT
memang maha adil karena usai tahun yang begitu kering, DIA menjadikan tahun
2016 begitu basah sehingga bencana kebakaran hutan tak lagi terulang kembali.
Kebakaran Hutan Merbabu 2015
Sumber: http://news.okezone.com/read/2015/08/26/512/1202568/kebakaran-hutan-merbabu-tidak-pengaruhi-populasi-elang-jawa
Sebenarnya merupakan
suatu kebimbangan; apakah harus mengurungkan niat untuk mendaki dalam kondisi
cuaca seperti ini, atau tetap melaksanakan agenda-agenda pendakian yang sudah
lama dinanti.Akhirnya keputusan pun diambil yaitu untuk tetap melaksanakan
agenda yang telah disusun sebelumnya dengan Merbabu sebagai pilihan pertama.
Tentu saja dengan berbagai pertimbangan yang mana selain asumsi bahwa curah
hujan sudah tidak setinggi saat puncak musim hujan, persiapan mantol ganda pun juga
harus dipersiapkan.
Kembali Menggapai Merbabu
Tibalah hari
keberangkatan pada hari Selasa, 24 Mei 2016. Hujan yang turun dengan derasnya
beberapa hari yang lalu tidak menyurutkan semangat untuk tetap melaksanakan
agenda pendakian pertama di tahun 2016 ini. Kali ini tim pendakian tidak hanya
2 orang saja seperti tahun 2015, melainkan 4 orang. Sebenarnya awalnya ada
total 6 orang yang akan melakukan pendakian, akan tetapi 2 orang berhalangan
untuk bergabung karena alasan pekerjaan. Jadilah hanya 4 orang yang berangkat;
2 orang kaum Adam dan 2 orang kaum Hawa. Berikut ini adalah tim saya saat itu:
Dari Kiri: Saia, Jojo, Bosu, Eko
Via Jalan Magelang
Perjalanan kami
dimulai dengan berkumpul terlebih dahulu di kontrakan Jojo pada siang hari, di
mana kami melakukan pengecekan ulang dan penataan perlengkapan yang akan
dibawa. Usai pengecekan perlengkapan kami selesai, segera saja kami memulai
perjalanan menuju Merbabu dengan mengendarai 2 motor menuju Terminal Jombor.
Kami berencana untuk menggunakan angkutan umum untuk mencapai Cunthel. Transportasi
yang akan kami gunakan adalah dengan bus jurusan Jogja-Magelang kemudian
disambung dengan mini bus jurusan Salatiga yang melalui Kopeng. Sebenarnya saya agak ragu karena ini adalah pertama kalinya saya ke Merbabu via Magelang,
sementara sebelum-sebelumnya jalan yang ditempuh adalah melalui
Jogja-Kartasura-Salatiga-Kopeng.
Terminal Jombor
Sumber: https://www.yogyes.com/id/places/1139/
Sesampainya di Terminal Jombor, langsung saja
kami menitipkan motor-motor kami kemudian segera mencari bus jurusan Terminal
Tidar, Magelang. Tak lama kemudian kami sudah berada di dalam bus yang akan
membawa kami ke Terminal Tidar. Bus yang kami gunakan bukanlah bus kelas
eksekutif yang dilengkapi dengan AC, tetapi hanya bus kelas ekonomi karena
harganya yang begitu murah. Lagipula Yogyakarta-Magelang bukanlah sebuah
perjalanan yang jauh sehingga bus kelas ekonomi sudah cukup bagi kami.
Ngebis
Sekitar 1 jam perjalanan kami sudah tiba di
Terminal Tidar, Magelang. Usai turun kami segera mencari mini bus yang akan
membawa kami ke Kopeng. Beruntung karena sudah ada mini bus yang sedang ngetem
saat itu sehingga kami bergegas masuk. Mini bus mulai bergerak beberapa saat
kemudian melewati jalan yang menghubungkan antara Magelang-Salatiga. Cuaca saat
itu tidaklah terlalu cerah, kabut terlihat menyelimuti kawasan Gunung Merbabu
dan sekitarnya sehingga membuat pemandangan ke tempat terbuka menjadi tidak
terlihat. Akhirnya sekitar 1 jam kemudian kami tiba di Kopeng. Kami singgah
dahulu di masjid untuk menunaikan kewajiban ibadah.
Cuaca memang berkabut, tetapi syukurlah karena tidak
turun hujan. Kami segera berjalan kaki menuju Basecamp Cunthel sekaligus
melakukan pemanasan untuk pendakian esok hari. Matahari sudah tenggelam di ufuk
barat saat kami hampir sampai di Basecamp Cunthel sehingga senter harus
digunakan untuk menerangi jalan. Syukurlah karena tak lama kemudian kami sudah
sampai di Basecamp Cunthel dengan selamat. Kami segera makan dan beristirahat
untuk pendakian esok hari. Saat itu hanya kami berempat yang ada di basecam,
sementara petugas kembali pulang karena hanya ada kami berempat dan pendakian
kami baru dimulai esok hari.
Perjalanan Dimulai
Hari baru tiba yang merupakan awal dari perjalanan
kami menggapai Merbabu. Setelah bangun kami segera melakukan persiapan
sekaligus sarapan pagi di warug dekat basecamp. Cuaca pagi itu yang cukup
berkabut membuat pemandangan ke arah utara dan barat laut menjadi tidak
terlihat. Padahal jika cuaca cerah, pemandangan yang tersaji di hadapan adalah
Gunung Andong, Gunung Prau, hingga si kembar Sindoro-Sumbing.
Pemandangan jika cerah
Usai sarapan, kami
melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum berangkat. Akhirnya setelah semua
persiapan termasuk urusan administrasi pendakian selesai, kami mulai menapakkan
kaki menuju Puncak Merbabu via Cunthel. Cuaca yang berkabut tentu menimbulkan
kekhawatiran akan hujan, akan tetapi kami tetap melangkah dan juga berharap
sekaligus berdoa agar tidak turun hujan.
Pos Bayangan 1
Syukurlah cuaca menjadi cerah saat kami memasuki
area hutan. Cahaya matahari mulai tampak dari sela-sela pepohonan. Kami tetap
melangkah maju menapaki jalan setapak menuju Puncak Merbabu via Cunthel.
Perjalanan kami cukup santai saat itu karena pukul 09.30 WIB kami baru sampai
di pos bayangan 2. Entah mengapa saat itu udara terasa begitu lembap, tidak
seperti cuaca di musim kemarau yang biasanya tidak begitu lembap. Kondisi
tersebut membuat kami cepat kehausan.
Pos Bayangan II
Tahun 2015 lalu terdapat air yang melimpah di
pos bayangan 2 ini, akan tetapi ternyata tempat penampungan air tersebut kosong
saat kami melewatinya. Jadilah kami harus menghemat persediaan air yang ada.
Langsung kami melanjutkan perjalanan dengan kembali melangkahkan kaki menyusuri
jalan setapak yang ada. Masih ada pos I dan camp ground di bawah Bukit Watu
Tulis yang harus kami lewati sebelum dihajar tanjakan terjal untuk bisa sampai
di pos pemancar.
Berkabut
Cuaca cerah tidak bertahan lama sesuai dengan
prediksi saya karena usai kami melewati pos I Watu Putut kabut kembali
menyelimuti perjalanan kami. Udara yang hangat karena kondisi permukaan laut di
Indonesia yang memang lebih hangat pada tahun 2016 membuat penguapan air ke
angkasa menjadi lebih besar. Kabut memang melindungi kami dari panas, akan
tetapi pemandangan ke arah jauh menjadi tidak terlihat dan juga memunculkan
kekhawatiran akan terjadinya hujan.
Setengah Perjalanan
Pos Menara Pemancar Berselimut Kabut
Perjalanan kami
berlangsung secara perlahan, tidak secepat tahun sebelumnya karena kemampuan
fisik setiap orang memang berbeda-beda. Baru sekitar pukul 14.30 WIB kami
sampai di pos pemancar. Cuaca cukup berkabut, akan tetapi beruntung karena
tidak turun hujan yang mana jika turun akan semakin merepotkan perjalanan kami.
Kami beristirahat cukup lama di pos pemancar setelah sebelumnya dihajar
tanjakan terjal Bukit Watu Tulis.
Between Two Madams
Satu jam kemudian kami baru melanjutkan
perjalanan. Akan tetapi kami kembali harus berhenti karena harus mengisi
persediaan air di Kawah Merbabu. Jalan ke kawah yang cukup curam dan licin
membuat hanya saya yang mengambil air seorang diri. Sebenarnya cukup menyeramkan
jika harus turun ke lembah dengan langit yang tidak terlalu cerah, akan tetapi
saya tetap memberanikan diri untuk mengambil air sendiri. Tentu doa saya panjatkan
kepada Allah SWT agar perjalanan mengambil air bisa berlangsung lancar.
Sementara teman-teman yang lain menunggu di jalur pendakian untuk
beristirahat.
Sesampainya saya di kawah, ternyata air yang
berada di penampungan air tempat saya mengambil air tahun lalu tidaklah terlalu
jernih. Air tersebut bahkan mengandung belerang sehingga rasanya pahit. Kondisi
yang semakin gelap tidak memungkinkan saya untuk berlama-lama sendirian di sana.
Syukurlah karena terdapat sebuah air terjun kecil di sebelah barat yang mana
airnya bersih sehingga saya mulai mengisi penuh botol-botol air untuk persediaan
air. Usai semua botol air terisi penuh, saya segera kembali ke tempat teman-teman
berada. Ingin rasanya untuk segera meninggalkan area kawah karena kondisi yang
semakin gelap.
Lajut Berjalan
Akhirnya perjalanan kami kembali berlanjut usai
saya sampai di tempat teman-teman menunggu. Saya sendiri tidak perlu beristirahat
setelah mengambil air di kawah supaya perjalanan kami tidak terlalu malam. Rute
selanjutnya semakin menantang dengan tanjakan yang terjal dan penuh bebatuan,
terlebih saat itu waktu sudah menunjukkan lebih dari pukul 17.00 WIB. Rute yang
semakin sulit entah mengapa tidak membuat kami kelelahan, padahal di rute yang
masih cukup nyaman sebelum Bukit Watu Tulis tadi perjalanan terasa begitu
menguras fisik kami. Mungkin karena beratnya medan membuat kami fokus berpikir
bagaimana untuk melewatinya agar tetap selamat sehingga lupa akan rasa lelah.
Menuju Senja di Tahun La Nina
Saat matahari sudah benar-benar terbenam,
perjalanan kami masih berlangsung sehingga senter harus digunakan untuk
menerangi jalan. Kami masih terus melangkahkan kaki dengan berhati-hati di
bawah gelap malam. Rencana kami memang langsung menuju puncak saat itu.
Beruntung karena cuaca menjadi bersahabat usai matahari terbenam. Bintang-bintang
tampak gemerlap di atas kami sehingga kekhawatiran akan hujan menjadi
menghilang.
Akhirnya tibalah kami di tantangan terberat
sebelum mencapai Puncak Kenteng Songo yaitu rute Jembatan Setan dengan pijakan
sempit yang mana jika melewatinya harus merayapi dinding. Melewati Jembatan
Setan haruslah sangat berhati-hati karena jika sampai terjatuh maka akibatnya
akan fatal, terlebih saat itu kami harus melewatinya hanya dengan pencahayaan
dari lampu senter kami. Sebenarnya saya merasa bersalah karena melewatkan anggota
di jalur yang cukup berbahaya seperti ini, plus dengan keadaan yang sudah
malam. Saya terus saja memanjatkan doa agar kami semua bisa melewati rintangan
tersebut dengan lancar.
Semakin Gelap di Tengah Tanjakan Terjal
Syukur Alhamdulillah
kami akhirnya bisa melewati Jembatan Setan dengan selamat, meski pun cukup
mendebarkan melihat anggota perjalanan saya satu per satu melewatinya. Kini
tinggal sebuah tanjakan terjal terakhir sebelum mencapai Puncak Kenteng Songo
yang harus kami lewati. Tetap saja konsentrasi penuh harus kami pertahankan
saat melalui tanjakan terjal ini karena jika sampai terpeleset atau salah
melangkah maka bisa menimbulkan kecelakaan fatal
Badai di Kenteng Songo
Malam itu sekitar pukul 20.00 WIB atas berkat Allah
SWT kami berhasil menginjakkan kaki di Puncak Kenteng Songo Gunung Merbabu.
Malam itu cuaca cerah, bulan menampakkan dirinya di langit malam beserta
bintang-bintang yang bertaburan di atas langit maupun yang ada di permukaan
bumi; berupa lampu-lampu kota yang berkerlap-kerlip. Malam itu kami langsung
berfokus untuk makan malam dan segera tidur. Tak lama kemudian tenda dapat
dengan cepat berdiri sehingga kami bisa beristirahat dan berlindung di dalamnya
dari dinginnya udara malam.
Rencana kami adalah untuk segera terlelap tidur
kemudian bangun menjelang matahari terbit. Awalnya rencana tersebut berjalan
lancar karena kami semua berhasil untuk terlelap setidaknya hingga pukul 01.30
WIB. Tiba-tiba saja cuaca yang semula cerah berubah dengan suara gemuruh petir
dan angin yang berhembus kencang. Sayapun terbangun beserta semakin meningkatnya
detak jantung karena perasaan was-was akan datangnya badai.
Benar saja, tidak
lama kemudian hujan turun dengan cukup deras diserti angin dan kilatan petir.
Spontan saja saya langsung keluar tenda untuk melapisinya dengan mantol. Begitu
saya keluar, keadaannya cukup menyeramkan dengan hujan disertai angin dan kilatan
petir. Ingin saya untuk segera kembali masuk dan berlindung ke dalam tenda.
Setelah kembali masuk pun saya masih belum bisa tidur melainkan berdoa dengan
sepenuh hati agar cuaca menjadi cerah. Memang hujan di gunung adalah sesuatu
yang mengerikan dan sangat saya hindari.
Menyambut Pagi di Ujung
Merbabu
Semburat Fajar
Allah SWT memang maha
mendengar karena beberapa saat kemudian hujan pun reda. Saya kemudian bisa
melanjutkan tidur kembali dengan lelapnya hingga akhirnya terbangun saat alarm
kami berbunyi sebelum matahari terbit. Satu hal yang saya khawatirkan pagi itu
adalah saat keluar tenda akan langsung disambut dengan cuaca berkabut karena
pada malam hari turun hujan.
Menunggu Pagi
Syukur Alhamdulillah karena kekhawatiran tersebut tidak terbukti karena begitu kami keluar dari tenda cuaca cerah
langsung menyambut kami. Cuaca di atas Gunung Merbabu begitu cerah, sementara
gumpalan awan terlihat di bawah dan terlihat pula awan-awan tinggi di kaki
langit sebelah timur dan selatan. Cuaca tersebut membuat kami optimis dapat
menyambut terbitnya matahari pagi di ufuk timur untuk yang pertama kalinya dari
Puncak Merbabu tahun 2016 ini.
Di Ujung Timur
Perlahan tapi pasti, matahari mulai perlahan
menampakkan dirinya dengan anggun dari ujung langit timur. Keadaan yang cukup
berawan di bawah bukannya mengurangi keindahan terbitnya matahari pagi, tetapi
malah semakin mempercantik kemunculannya yang mana gumpalan awan tersebut
terlihat bagaikan samudera putih yang membentang luas menyambut terbitnya
matahari pagi.
Sunrise
Matahari yang semakin meninggi juga semakin
menghangatkan suhu udara yang begitu dingin sebelumnya sehingga kami pun bisa
menghangatkan badan di bawah sinar matahari pagi yang menyehatkan. Tentu
pemandangan dari ketinggian yang begitu indah tidak lepas dari jepretan kamera
kami, begitu juga kedua mata kami yang dengan seksama menjelajah tiap sudut bentang
alam Merbabu yang memesona.
Enjoy The Sun
Suwanting
Cukup lama kami
menikmati suasana di puncak karena kami baru mulai bergerak turun sekitar pukul
09.00 WIB. Entah apa yang membuat kami selama itu di puncak, waktu terasa
begitu cepat berlalu. Saat kami mulai bergerak turun, awan perlahan sudah mulai
bergerak ke atas. Bahkan Gunung Merapi di sisi selatan semakin tenggelam
ditelan awan. Benar-benar begitu cepat pergerakan awan ke atas karena hangatnya
suhu udara akibat La Nina.
Merapi yang Begitu Cepat Diselimuti Kenangan. Eh.. Awan..
Rute turun kami kali ini bukanlah melalui Selo
seperti pendakian saya sebelumnya, melainkan melalui jalur Suwanting di Kabupaten
Magelang. Jalur ini adalah rute Merbabu yang berada di sebelah barat, sementara
Selo adalah jalur di sisi selatan, dan Cunthel adalah jalur sisi utara.
Turun Via Suwanting
Jalur Suwanting menyajikan pemandangan berupa
hamparan savana hijau yang begitu indah dan memanjakan mata. Pemandangan ke
arah utara terlihat indah dengan lekukan perbukitan lereng Merbabu yang
meliuk-liuk ditambah dengan jajaran pegunungan di sebelah utaranya mulai dari
Andong, Telomoyo, hingga Ungaran.
Pos Pemancar
Sementara itu di sebelah barat hamparan
menghijau lereng Merbabu masih terlihat indah ditambah dengan Gunung
Sindoro-Sumbing yang tampak dari kejauhan. Perjalanan melewati jalur Suwanting
seakan membelah hijau dan indahnya hamparan padang rumput yang memesona. Kami
terus menuruni jalan setapak via Suwanting dengan tidak bosan-bosannya untuk
terus memanjakan mata, menikmati suasana, dan mengabadikan momen yang ada.
Berlatar Savana Suwanting
Hutan Manding yang Panjang
Rute savana ternyata
hanya singkat saja. Sesampainya kami di pos 3 jalur Suwanting atau tempat
sumber air, kami mulai kembali memasuki kawasan hutan manding. Pemandangan pun
kembali tertutup karena jalur berada di tengah hutan, selain itu kemiringan
medan tempat berpijak cukup curam dan licin sehingga sulit untuk dilalui. Kami
harus berjalan perlahan agar tidak terpeleset di jalan licin yang semalam
diguyur hujan. Bahkan di beberapa titik terdapat tali untuk membantu pendaki
melalui tempat yang curam tersebut.
Licin dan Curam
Cukup lama kami melalui jalur Suwanting tersebut
karena menjelang sore hari kami baru sampai di kawasan hutan pinus yang
letaknya sudah berada di bawah. Baru lah sekitar pukul 17.00 WIB kami baru tiba
di base camp pendakian Suwanting. Sebuah perjalanan turun yang bagitu lama tentunya,
tetapi yang terpenting ialah kami bisa sampai dan melapor kembali dengan
selamat.
Kembali Pulang
Usai istirahat dan
makan kami berencana untuk segera kembali ke Yogyakarta. Perlu diketahui bahwa
base camp Suwanting terletak di perkampungan penduduk yang cukup masuk ke dalam
sehingga tidak ada kendaraan umum. Satu-satunya transportasi yang bisa
digunakan yaitu dengan mencarter mobil atau dengan menggunakan ojek. Masalah
transportasi tentunya sudah saya rencanakan sebelum keberangkatan.
Base Camp Suwanting
Beberapa minggu sebelumnya saya sudah melakukan survey
ke base camp Suwanting dan mendapat nomor petugas base camp yang juga bisa
melayani masalah transportasi. Oleh karena itu begitu tiba di base camp kami
tinggal menunggu kendaraan yang akan membawa kami ke Terminal Muntilan.
Naik Mobil
Tak lama kemudian
mobil avanza yang akan membawa kami kembali pun tiba. Segeralah kami masuk ke
dalamnya kemudian langsung bergerak ke arah Muntilan. Hanya berselang satu jam
saja kami akhirnya tiba di jalan utama Muntilan menuju Yogyakarta. Usai mengucapkan
terima kasih kepada pengemudi avanza, kami masih harus mencari transportasi
untuk sampai ke Terminal Jombor, tempat di mana motor kami berada.
Penutup
Akhirnya sekitar setengah jam kemudian kami sudah
berada di dalam bus dengan tujuan Terminal Jombor, Yogyakarta. Lagi-lagi syukur
Alhamdulillah karena atas izin Allah SWT kami bisa sampai kembali di Yogyakarta
dengan selamat setelah melalui perjalanan panjang menggapai Merbabu via
Cunthel-Suwanting.
Perjalanan Belum Berakhir
Perjalanan pertama di
tahun 2016 ini pun masih merupakan pembuka dari rangkaian-rangkaian perjalanan
lainnya. Tentu saja di Bulan Mei mulai muncul keinginan-keinginan untuk bisa
menjelajah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Sampai jumpa di postingan selanjutnya…....>>>LANJUTAN
Bus Jogja-Magelang
Rp10.000,00*
Bus Magelang-Kopeng
Rp10.000,00*
Tiket Pendakian
Rp10.000,00*
Avanza Suwanting-Muntilan
Info Hubungi BC Suwanting: 085727189769
Bus Muntilan-Jogja
Rp7.000,00*
*: Harga bisa berubah sewaktu-waktu
Sampai jumpa di postingan selanjutnya…....>>>LANJUTAN
Info Transportasi
Bus Jogja-Magelang
Rp10.000,00*
Bus Magelang-Kopeng
Rp10.000,00*
Tiket Pendakian
Rp10.000,00*
Avanza Suwanting-Muntilan
Info Hubungi BC Suwanting: 085727189769
Bus Muntilan-Jogja
Rp7.000,00*
*: Harga bisa berubah sewaktu-waktu
Posting Komentar
Posting Komentar