Konten [Tampil]
Kamis, 27 Agustus 2015; Perjalanan Belum Berakhir
Dini hari kembali hadir sama seperti sebelumnya dengan kumandang adzan subuh yang kembali nyaring dari speaker masjid Desa gunung Labuh. Entah mengapa pula dingin pada pagi hari ini bisa menembus selimut tebal yang kami kenakan hingga menusuk sampai ke tulang. Pertanyaan pun muncul dalam benak kami berempat, “apakah dingin ini akibat fisik kami yang kelelahan usai menyelesaikan PENDAKIAN KE GUNUNG KERINCI kurang dari 12 jam yang lalu..?”
Kedua mata ini mulai
perlahan terbuka, walaupun rasanya seakan kelopak mata atas dan bawah adalah
medan magnet yang berlawanan. Perjuangan untuk kembali bangun semakin berat
dengan badan yang terasa sakit seakan usai diinjak gajah; tapi entahlah, saya sendiri belum pernah
diinjak gajah, yang jelas rasanya masih sakit – sakit di sekujur badan.
Kami di Puncak Kerinci
Credit: Bang Aiip
Hari ini kembali kami akan
dihadapkan oleh sebuah perjalanan ke sebuah tempat istimewa di Bumi Kerinci
yaitu Danau Gunung Tujuh. Amat disayangkan apabila usai menyambangi puncak
gunung api tertinggi di Indonesia, tetapi tidak turut menyambangi danau kaldera
tertinggi di Asia Tenggara. Yap, seperti yang baru saja saya tulis, Danau Gunung
Tujuh merupakan danau kaldera tertinggi di kawasan Asia Tenggara yang permukaannya terletak pada ketinggian 1950 meter di atas permukaan laut. Sungguh,
Kabupaten Kerinci di Provinsi Jambi yang terletak di pulau besar paling barat
Indonesia ini begitu beruntung karena mempunyai 2 tempat dengan predikat
tertinggi yaitu Gunung Kerinci sebagai gunung api tertinggi di Republik
Indonesia dan Danau Gunung Tujuh; seperti yang sudah dijelaskan.
Danau Gunung Tujuh
sebagai danau kaldera terbentuk sebagai akibat dari letusan gunung api pada
masa lampau yaitu Gunung Tujuh sehingga terbentuklah kaldera besar yang terisi
oleh air hujan dan menjadi sebuah danau. Air dari danau ini mengaliri ke
beberapa sungai di Porvinsi Jambi yang salah satunya adalah Sungai Batanghari.
Nama Gunung Tujuh disematkan kepada danau ini karena ada 7 gunung yang
mengelilingi danau ini yaitu Gunung Hulu Tebo (2.525 meter), Gunung Hulu Sangir
(2.330 meter), Gunung Madura Besi (2.418 meter), Gunung Lumut (2.350 meter),
Gunung Selasih (2.230 meter), Gunung Jar Panggang (2.469 meter) dan Gunung
Tujuh (2.735 meter). Tidak lupa pula sebagai informasi; Danau Gunung Tujuh juga
merupakan salah satu situs warisan dunia UNESCO. Benar – benar membanggakan.
Menuju Danau Gunung Tujuh
Letak Danau Gunung Tujuh tidaklah
jauh dari Gunung Kerinci, bahkan masih masuk dalam Taman Nasional Kerinci
Seblat tepatnya di Desa Pekompek, Kecamatan Kayu Aro. Pagi itu usai bersiap dan
sarapan pagi, kami mulai melakukan perjalanan ke Danau Gunung Tujuh sekitar
pukul 09.30 WIB.
Jarak yang dinilai cukup
dekat dengan Gunung Kerinci tidak serta merta membuat kami berjalan kaki dari
kediaman Mas Giyanto. Beruntung karena saat itu kami dipinjami motor oleh Mas
Giyanto, kali ini pula beliau turut mendampingi perjalanan kami.
Motoran
Total ada 3
sepeda motor yang kami gunakan; Bang Tebeh dengan Bang Reza, Bang Aiip dengan
Mas Giyanto, sementara saya sendiri. Kesempatan ini pula adalah untuk pertama
kalinya saya naik motor di luar Pulau Jawa.
Saia Motoran (Di sana helm hanyalah mitos)
Credit: Bang Aiip
Cuaca pagi itu begitu cerah, berbeda jauh dengan hujan deras yang turun
pada sore sebelumnya saat kami menyelesaikan pendakian ke Gunung Kerinci.
Langit biru yang berpadu dengan hijaunya daun teh Perkebunan Teh Kayu Aro
senantiasa menghiasi pemandangan awal perjalanan kami ini. Tentunya motor yang
dikendarai Mas Giyanto ada di depan, sementara 2 motor lainnya mengikuti beliau
dari belakang.
Bang Tebeg & Bung Reza
Perjalanan sampai ke gerbang masuk menuju Danau Gunung Tujuh sebenarnya
tidaklah jauh; hanya sekitar 1 jam dari kediaman Mas Giyanto. Kami mengambil
arah utara saat melintasi jalan utama Jambi – Padang (Sumatera Barat) kemudian
berbelok ke arah kanan saat ada pertigaan dengan plang arah ke Danau Gunung
Tujuh.
Plang Penunjuk Arah
Kami cukup mengikuti jalan tersebut dengan kondisinya yang tidak terlalu
bagus alias cukup banyak lubang. Akhirnya kami tiba juga di gerbang masuk Danau
Gunung Tujuh dan segera memarkir motor – motor kami di tempat penitipan yang
ada.
Sampai
Perjalanan yang Tidak Sesuai Dugaan
Pagi itu entah mengapa
tidak ada petugas jaga yang mengurusi administrasi untuk masuk Danau Gunung Tujuh
sehingga kami memutuskan untuk langsung masuk dan mengurusnya saat kembali
nanti, toh kami juga bersama Mas Giyanto yang sudah berpengalaman ke danau ini.
Gerbang Masuk
Kami mulai berjalan kaki menyusuri jalan tanah usai memasuki gerbang sekitar pukul 10.30 WIB. Rute awal perjalanan kami berupa jalan tanah yang cukup lebar dengan
perkebunan di sampingnya.
Rute Awal
Perjalanan kami menyusuri jalan ini berakhir usai terdapat plang penanda
arah menuju Danau Gunung Tujuh, kami pun mulai berbelok ke arah yang
ditunjukkan oleh plang tersebut dan mulai menapaki jalan setapak yang lebih
sempit. Sebelum melangkah lebih lanjut Mas Giyanto mengajak kami untuk berdoa
terlebih dahulu.
Belok Dimari
Usai berdoa mulailah kami memasuki jalan setapak yang lebih sempit
tersebut. Terdapat perkebunan – perkebunan di sisi jalan pada awal perjalanan
kami. Usai perkebunan kami mulai memasuki hutan dengan rute yang mulai menanjak
seperti pendakian gunung pada umumnya. Mulai dari sini kami mulai menyadari
bahwa perjalanan menuju Danau Gunung Tujuh tidak seperti dugaan kami. Awalnya
kami mengira bahwa danau ini terletak tidak jauh dari jalan yang bisa ditempuh
oleh kendaraan dan jalurnya tidak lagi menanjak, akan tetapi ternyata Mas
Giyanto menjelaskan bahwa rute menuju Danau Gunung Tujuh kurang lebih sama
seperti rute dari gerbang pendakian Gunung Kerinci sampai shelter 1. Kami
tentunya cukup terkejut dengan penjelasan tersebut, terlebih Bang Aiip, Bang
Reza, dan Bang Tebeh hanya mengenakan sandal jepit, sementara saya agak beruntung
karena memakai setelan yang sama seperti saat mendaki ke Gunung Kerinci
kemarin.
Jalur Pendakian
Kami tetap melanjutkan perjalanan dengan menyusuri rute yang becek,
menanjak, serta banyak akar sehingga cukup licin dilalui terlebih dengan
menggunakan sandal jepit. Sykurlah Bang Aiip, Bang Reza, dan Bang Tebeh begitu
bersemangat dalam melalui jalur ini sehingga kami tetap melaju. Kami bertemu
dengan rombongan lain di tengah perjalanan.
Rame
Sekitar pukul 13.30 WIB kami akhirnya sampai di puncak tertinggi dari
jalan yang kami lalui dengan ketinggian 2100 meter di atas permukaan laut.
Entah puncak apakah ini karena puncak gunung di sekitarnya tidak ada yang
berketinggian 2100 meter.
Saia di Puncak "????"
Sesampainya kami di puncak ini bukan berarti kamu sudah sampai di danau,
masih ada perjalanan turun sekitar 15 menit untuk sampai di tepian, walaupun
Danau Gunung Tujuh sudah mulai terlihat dari puncak ini di antara pepohonan.
Danau Gunung Tujuh
Danau Gunung tujuh
Alhamdulillah, pada akhirnya sekitar pukul 14.00 WIB kami
sampai di tepi danau tertinggi se-Asia Tenggara. Semilir angin cukup kencang
membelai kami dan juga menimbulkan gelombang di permukaan danau. Jajaran
pegunungan yang mengelilingi danau bagaikan benteng – benteng raksasa yang
menjulang tinggi. Cuaca saat itu agak berkabut sehingga pegunungan di seberang
danau tempat kami berpijak tidak nampak, tetapi kami cukup beruntung karena
tidak hujan.
Danau Gunung tujuh
Hanya ada suara angin dan gemercik air danau di sana sehingga suasana
begitu mendamaikan. Tentunya saya tidak lupa untuk membasuh muka dan meneguk air
langsung dari danau ini. Sebenarnya teman – teman yang lain terutama Bang Tebeh
ingin menceburkan diri ke danau ini, akan tetapi entah mengapa rasanya kami
begitu mager.
Danau Gunung tujuh
Kami pun hanya berfoto dan berjalan – jalan di sekeliling danau untuk
menikmati suasana, sementara Mas Giyanto memasakkan makanan untuk kami di balik
bebatuan agar terlindung dari angin.
Saia
Cukup lama kami menikmati suasanda Danau Gunung Tujuh ini karena baru
sekitar pukul 16.00 WIB kami mulai berjalan untuk kembali. Terlihat sebuah
perahu nelayan sedang melintas di tengah gelombang danau.
Perahu Nelayan
Sebenarnya akan sangat baik jika bermalam di tepi danau sehingga bisa
menyongsong matahari terbit pada keesokan paginya, akan tetapi kami memutuskan
untuk kembali saja.
Atas: Bang Aiip, Mas Giyanto, saia; Bawah: Bang Tebeh, Bang Reza
Credit: Bang Aiip
Hanya butuh 1,5 jam saja perjalanan kami hingga pintu gerbang sehingga
langit masih cukup terang untuk menerangi perjalanan kami. Usai adzan maghrib
kami baru memacu kembali motor – motor kami kembali ke rumah Mas Giyanto.
Tentu saja perjalanan kembali kami kali ini harus menerjang hari yang sudah gelap. Selain kegelapan malam, udara dingin rasanya begitu menggigit mengingat saat berkendara maka otomatis kami terkena angin dingin. Syukur Alhamdulillah karena kami bisa sampai ke rumah Mas Giyanto dengan selamat. Usai mandi dan makan malam kami kembali tidur; masih ada perjalanan yang masih kami tempuh keesokan harinya.
Kesel Cuy
Credit: Bang Aiip
Tentu saja perjalanan kembali kami kali ini harus menerjang hari yang sudah gelap. Selain kegelapan malam, udara dingin rasanya begitu menggigit mengingat saat berkendara maka otomatis kami terkena angin dingin. Syukur Alhamdulillah karena kami bisa sampai ke rumah Mas Giyanto dengan selamat. Usai mandi dan makan malam kami kembali tidur; masih ada perjalanan yang masih kami tempuh keesokan harinya.
Jumat, 28 Agustus 2015; Perjalanan Panjang Tuk
Kembali Pulang
Saat - saat Terakhir Liat Ginian
Hari ini merupakan hari
terakhir kami di Kabupaten Kerinci karena memang sudah menjadi jadwal kami
untuk memulai perjalanan pulang. Seperti beberapa hari sebelumnya, kami
mengawali hari dengan bersiap – siap dan sarapan. Tidak terasa kami sudah 5 hari berada di Kabupaten Kerinci ini
sekaligus di Rumah Mas Giyanto. Usai berpamitan dengan keluarga Mas Giyanto,
kami diantarnya menuju jalan utama Kerinci – Padang untuk mendapatkan
transportasi ke Kota Sungai Penuh.
Sekitar pukul 10.30 WIB kami semua sampai di jalan utama. Terdapat
sebuah patung macan yang mana berfoto di sana merupakan sebuah kewajiban bagi
mereka para pendaki Kerinci.
Tentu saja kami tidak melewatkan kesempatan langka ini untuk berfoto di Tugu Macan ini. Usai berfoto tibalah saat berpisah dengan Mas Giyanto. Kembali kami berterima kasih kepada beliau atas segala yang telah diberikan kepada kami selama 5 hari di Kabupaten Kerinci ini. Semoga keberkahan dan keselamatan selalu menyertai Mas Giyanto sekeluarga. Aamiin
Sebenarnya sebelum mulai naik angkot kami berencana untuk membeli suvenir terlebih dahulu, akan tetapi sayangnya entah mengapa toko – toko suvenir yang ada di pinggir jalan tutup. Beruntung kami masih bisa membeli teh dan kopi Kerinci sebagai oleh – oleh saat kembali pulang nanti. Sekitar pukul 10.45 WIB kami sudah mendapatkan angkot yang akan mengantar kami ke Kota Sungai Penuh. Sebagai langkah untuk menghemat waktu, Bang Aiip sudah menghubungi pengendara mobil carteran sejak pagi untuk menunggu kami di dekat Lapangan Kota Sungai Penuh.
Sekitar tengah hari kami tiba di Kota Sungai Penuh, tepatnya di Pasar Kota Sungai Penuh. Kami pun harus berjalan untuk mencapai tempat pertemuan dengan pengendara mobil carteran. Membutuhkan waktu sekitar 20 menit bagi kami untuk sampai di tempat yang dijanjikan.
Sekitar pukul 13.00 WIB mobil carteran mulai bergerak meninggalkan Kota Sungai Penuh menuju Kota Bangko. Benar saja, jika langsung menghubungi pengemudinya kami hanya membayar Rp 100.000,00 untuk jasanya. Kami langsung masuk ke dalam mobil yang akan membawa kami menuju Kota Bangko.
Kami dan Tugu Macan
Tentu saja kami tidak melewatkan kesempatan langka ini untuk berfoto di Tugu Macan ini. Usai berfoto tibalah saat berpisah dengan Mas Giyanto. Kembali kami berterima kasih kepada beliau atas segala yang telah diberikan kepada kami selama 5 hari di Kabupaten Kerinci ini. Semoga keberkahan dan keselamatan selalu menyertai Mas Giyanto sekeluarga. Aamiin
Sebenarnya sebelum mulai naik angkot kami berencana untuk membeli suvenir terlebih dahulu, akan tetapi sayangnya entah mengapa toko – toko suvenir yang ada di pinggir jalan tutup. Beruntung kami masih bisa membeli teh dan kopi Kerinci sebagai oleh – oleh saat kembali pulang nanti. Sekitar pukul 10.45 WIB kami sudah mendapatkan angkot yang akan mengantar kami ke Kota Sungai Penuh. Sebagai langkah untuk menghemat waktu, Bang Aiip sudah menghubungi pengendara mobil carteran sejak pagi untuk menunggu kami di dekat Lapangan Kota Sungai Penuh.
Ngangkot Lagi
Sekitar tengah hari kami tiba di Kota Sungai Penuh, tepatnya di Pasar Kota Sungai Penuh. Kami pun harus berjalan untuk mencapai tempat pertemuan dengan pengendara mobil carteran. Membutuhkan waktu sekitar 20 menit bagi kami untuk sampai di tempat yang dijanjikan.
Lapangan Kota Sungai penuh
Sekitar pukul 13.00 WIB mobil carteran mulai bergerak meninggalkan Kota Sungai Penuh menuju Kota Bangko. Benar saja, jika langsung menghubungi pengemudinya kami hanya membayar Rp 100.000,00 untuk jasanya. Kami langsung masuk ke dalam mobil yang akan membawa kami menuju Kota Bangko.
Mata – mata kami sebenarnya
mengantuk sehingga ingin rasanya untuk tidur, tetapi kami tetap berusaha untuk
menikmati pemandangan karena kami berangkat dari Kota Bangko kemarin pada malam
hari sehingga pemandangan tidak terlihat, sementara sekarang perjalanan kami
adalah pada saat siang hari sehingga pemandangan yang tidak terlihat di malam
hari menjadi terlihat. Keadaan jalan yang kami
lewati menuju Kota Bangko cukup lengang. Kami melewati sebuah danau besar di
pinggir jalan utama; Danau Kerinci. Kami tidak turun, hanya sempat mengabadikan
gambar dengan singkat saja karena kami harus kembali melanjutkan perjalanan,
terlebih kami juga harus mengejar bus ALS yang melewati Kota Bangko sekitar
pukul 16.00 WIB.
Danau Kerinci
Kembali mobil melaju dengan kencangnya melintasi jalan yang berliku
dengan medan berupa pegunungan dan hutan di samping kanan dan kirinya.
Pengemudi mobil memberikan informasi kepada kami bahwa saat ini kami sedang
membelah Taman Nasional Kerinci Seblat yang ternyata benar – benar luas.
Kondisi jalan cukup baik dan halus, tetapi naik – turun dan berkelok. Untunglah
pengemudi mobil sudah sangat berpengalaman sehingga mobil bisa dengan gesitnya
melalui jalanan tersebut seolah pengemudi sudah hafal di luar kepala belokan
mana saja yang akan dilalui. Ada sedikit hambatan di tengah perjalanan kami
menuju Kota Bangko, yaitu saat kami melewati suatu daerah entah apa namanya
itu, ada banyak sapi yang berdiri di tengah jalan, bukan sebuah masalah yang
berarti karena mobil bisa kembali melaju kencang.
Dihadang Sapi
Syukurlah Allah SWT masih memberi kami keselamatan sampai di Kota Bangko
setelah melewati perjalanan panjang dari Kota Sungai Penuh selama kurang lebih
4 jam. Sebuah perjalanan yang panjang tentunya. Tidak terbayang jika sampai ada
barang penting yang tertinggal di rumah mas Giyanto. Berkat kepiawaian
pengemudi juga kami sampai di Kota Bangko tepat sebelum bus ALS lewat di jalan
lintas Sumatera. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada pengemudi mobil
yang telah berjasa mengantarkan kami dari Bangko – Sungai Penuh – pulang –
pergi. Tidak lama kemudian bus ALS pun tiba, segera saja kami memasukkan barang
ke dalam bagasi, kemudian masuk ke dalam bus. Entah mengapa bus yang kami pakai
untuk kembali ini lebih bagus, bahkan dilengkapi dengan kamar kecil juga. Kami
pun memulai perjalanan pulang kembali, meninggalkan Kota Bangko yang semakin
jauh di belakang kami. Sampai Jumpa lagi Kota Bangko, semoga semakin berjaya dari
waktu ke waktu.
Suatu Ketika di Jalan Lintas Sumatera
Kembali lagi kami harus mengalami perjalan panjang selama lebih dari 24
jam ke depan untuk tiba kembali ke Jakarta. Yah, tidak masalah; lelah sudah
pasti jelas, akan tetapi perjalanan seperti ini yang akan selalu berkesan dan
terkenang sepanjang hayat. Bus ALS melaju melewati jalan yang sama saat kami
berangkat ke Bangko beberapa hari yang lalu, perbedaannya kali ini bus melaju
menuju arah selatan. Beberapa kali pula bus berhenti di rumah makan yang sama
saat kami berangkat, mungkin memang sudah melakukan kerja sama supaya bus ALS
berhenti di rumah makan tertentu agar sama – sama saling menguntungkan untuk
pemilik rumah makan dan manajemen armada bus ALS. Pengalaman berangkat tentu
saja kami gunakan ketika memilih makanan supaya dompet kami tidak semakin
tipis, terlebih pengeluaran kami sudah banyak sejak pertama kali berangkat.
29 AGUSTUS 2016: SAYONARA SUMATERA
Bus ALS yang kami
kendarai masih melaju ke arah selatan membelah jalur lintas barat Sumatera.
Suatu kejadian yang menyebalkan terjadi saat sebagian besar penumpang tertidur
dan matahari tidak bersinar. Saat kami sedang mencoba untuk terlelap, tiba –
tiba tercium bau yang berasal dari kamar kecil. Ternyata ada penumpang yang
melanggar aturan dengan menggunakan kamar kecil tersebut untuk buang air besar,
padahal sudah ada tulisan besar yang melarang penumpang untuk buang air besar
di dalam kamar kecil tersebut. Jadilah kami dan penumpang yang lain harus
menahan bau tersebut sambil dongkol di dalam hati tentunya. Bahkan ibu – ibu di
samping bang Reza mengomel dengan bahasa Padang karena kejadian tersebut. Saat
kami berhenti di Lahat untuk makan, kami pun membicarakan dan melampiaskan
kedongkolan kami atas kejadian tadi. Kejadian yang cukup lucu tetapi memang
menjengkelkan jika diingat sampai sekarang.
Langsung skip ke sore harinya sekitar pukul 16.00 WIB karena tidak ada
yang spesial pada perjalan dengan bus ALS sampai akhirnya kami tiba di
pelabuhan Bakauheni. Sebelum bus ALS kami memasuki pelabuhan, tiba – tiba
seorang petugas dari Badan Narkotika Nasional naik ke dalam bus dan melakukan
pemeriksaan. Kami juga tidak luput dari pemeriksaan, entah mengapa pula
pemeriksaan kami agak lama padahal tampang – tampang kami jauh dari kesan
kriminal dan tidak seperti orang yang kecanduan narkoba. Syukurlah karena kami
bisa melewati pemeriksaan itu tanpa hambatan karena memang kami tidak terlibat
dengan barang haram tersebut.
Naik Kapal Lagi
Setengah jam kemudian kami sudah masuk ke dalam kapal yang akan membawa
kami menyeberangi Selat Sunda. Beruntung bagi kami karena kondisi belum terlalu
gelap saat itu sehingga kami bisa menikmati suasana lalu – lalang kapal di
pelabuhan Bakauheni. Cuaca yang sedikit berawan membuat suasana sore itu
sedikit suram, matahari tidak menampakkan dirinya secara sempurna karena
sedikit terhalang oleh awan.
Kapal & Pelabuhan Bakauheni
Air di sekitar pelabuhan tampak keruh, wajar saja
karena banyak kapal – kapal yang melintasi perairan ini sehingga membuat air keruh.
Warna langit sore oranye bercampur dengan warna abu – abu awan, sementara
pandangan ke arah jauh seakan terhalang oleh uap air yang seakan menyibakkan
tirai transparan keabu – abuan. Kapal kami pun berangkat, secara perlahan
meninggalkan Pulau Sumatera mengantar kami kembali ke Pulau Jawa.
Kapal kami pun mulai bergerak membelah Selat Sunda. Berdiri di geladak
kapal sambil menikmati semilirnya angin laut benar – benar menenteramkan hati, tentunya
sesekali harus menghindar dari angin tersebut agar tidak terkena masuk angin.
Dek Kapal
Langit pun semakin gelap seiring dengan kembalinya matahari ke peraduannya.
Kapal pun teteap melaju membelah gelapnya malam di atas Selat Sunda.
Pemandangan yang sudah tidak terlihat lagi membuat beberapa dari kami
memutuskan untuk tidur saja. Terlebih di kapal tersedia tempat tidur untuk
berbaring.
Menara Siger
Sekitar pukul 20.00 WIB kapal sudah merapat di pelabuhan Merak. Bus ALS
yang kami naiki pun mulai berjalan kembali meninggalkan lambung kapal, kemudian
kembali berjalan menuju ibu kota setelah sebelumnya berhenti sebentar di rumah
makan. Malam hari itu sekitar pukul 23.00 WIB akhirnya kami tiba kembali di ibu
kota. Jauh lebih cepat tentunya perjalanan kembali ini daripada saat kami
berangkat. Syukur juga kondisi lalu – lintas di Jakarta tidaklah macet sehingga
bus ALS kami bisa dengan leluasa melenggang melalui jalanan ibu kota.
Alhamdulillah karena pada tengah malam kami sampai kembali di rumah mas Aiip
yang merupakan titik kumpul kami sebelum berangkat dengan selamat, serta tidak
kurang suatu apapun. Bang Reza langsung kembali ke rumahnya karena dia memang
domisili Jakarta, sementara saya dan bang Tebeh menginap lagi terlebih dahulu di
rumah bang Aiip karena kami masih harus menunggu jadwal kereta api yang akan
membawa kami ke kota kami masing – masing.
Jekardah lagi
Epilogue
Perjalanan saya sebenarnya
masih belum berakhir karena jadwal kereta api yang akan membawa saya kembali ke
Yogyakarta adalah pada tanggal 1 Septermber 2015. Saya menghabiskan waktu
menunggu jadwal kereta dengan mengunjungi sepupu di daerah Serpong; terima
kasih untuk mas Jalu dan mbak Ulfa yang telah menampung saya selama 2 hari saat
menunggu jadwal kereta.
Lost in Serpong
Akhirnya tanggal 1 Septermber 2015 pun tiba. Akhirnya saya bisa kembali
dengan kereta api Senja Bengawan yang berangkat dari Stasiun Pasar Senen pukul
11.00 WIB.
Naik KRL
Perjalanan panjang saya pun berakhir saat kereta api Senja Bengawan
yang saya naiki sampai di Stasiun Lempuyangan; Daerah Istimewa Yogyakarta.
Benar – benar sebuah perjalanan panjang selama 13 hari yang sangat
berkesan. Suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT, yang mana akhirnya saya bisa mengalami perjalanan panjang ini dengan sejumlah pencapaian yang
menggembirakan. Memang, jika Allah SWT sudah berkehendak, maka apa yang kita
kira tidak mungkin / tidak sanggup / atau mustahil “PASTI” akan terjadi juga.
Sama seperti perjalanan menuju Gunung Kerinci ini yang mana sama sekali tidak
pernah saya bayangkan sebelumnya akan saya lalui dengan berhasil.
Sampai Cirebon
Sebuah perjalanan panjang yang tidak akan pernah terlupakan, terima
kasih untuk bang Aiip yang telah mengajak, bang Tebeh dan bang Reza sebagai
rekan perjalanan, mas Giyanto yang telah menampung kami selama di Sumatera,
bang Tri yang telah mengenalkan kami dengan mas Giyanto, pak Alex yang telah
menemani kami selama pendakian di Gunung Kerinci, pihak PT Antar Lintas Sumater
dengan armada dan crew tangguhnya yang telah mengantarkan kami ke Sumatera
pulang – pergi, pihak ASDP yang telah membawa kami menyeberangi selat Sunda,
pihak PT Kereta Api Indonesia yang telah mengantar saya dari Jogja hingga Jakarta
pulang – pergi, hingga pihak – pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu –
per satu. Rasa syukur tiada tara juga saya panjatkan kepada Allah SWT karena
telah mengizinkan saya menjalani perjalanan panjang selama 13 hari ini.
“DAN PERJALANAN PUN MASIH BERLANJUT...”
Posting Komentar
Posting Komentar