Konten [Tampil]
Prolog
Masih terngiang di dalam kepala saat seorang guru sekolah dasar berkata bahwa arti dari Jawa adalah Padi yang berarti nama pulau ini adalah pulau Padi. Sebuah nama sangat pantas bagi sebuah pulau yang subur dan merupakan lumbung padi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Slamet; Sang Penyangga Langit Jawa Tengah
Ada salah satu faktor yang membuat tanah di pulau Jawa begitu subur, salah satunya adalah karena banyaknya gunung berapi yang tersebar di pulau ini. Apabila dilihat topografi dari pulau Jawa, gunung – gunung tersebut memanjang di tengah pulau bagai paku bumi yang membuat pulau tersebut kokoh berdiri di atas samudera Hindia.
Pulau Jawa
Gunung – gunung tersebut selain berperan untuk
kesuburan tanah, kehadirannya juga menjadi daya tarik para pendaki untuk bisa
mencapai puncaknya. Ada banyak gunung yang terkenal, salah satunya adalah ujung
tertinggi pulau Jawa yaitu puncak Mahameru gunung Semeru dengan ketinggian 3676
meter yang kotor, ramai bagai pasar dan memakan banyak korban akibat dari film layar lebar yang
tidak memberikan contoh yang baik.
Mahameru
Masih banyak beberapa gunung terkenal lainnya
seperti gunung Merapi yang menurut informasi merupakan gunung teraktif di muka
bumi hingga gunung Slamet yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau Jawa
sekaligus atap tertinggi provinsi Jawa Tengah dengan ketinggian 3428 meter di
atas permukaan laut.
Impian yang Tertunda
Gunung Slamet mungkin sudah
dirindukan oleh mereka para pecinta ketinggian dua tahun terakhir ini karena
status vulkaniknya yang naik menyebabkan kegiatan pendakian ke atap Jawa Tengah
ini ditutup sampai status vulkaniknya kembali ke aktif normal. Kerinduan
terhadap gunung Slamet juga dirasakan oleh saya karena sudah sejak awal tahun 2014 kemarin saya berencana untuk mendaki ke atap Jawa Tengah tersebut. Sayangnya beberapa hari
setelah saya membuat rencana pendakian, status vulkanik Slamet naik ke level 2
(Siaga) sehingga mau tidak mau harus bersabar untuk mewujudkan rencana
tersebut.
Saya masih setia menanti sembari
selalu berdoa agar status vulkanik gunung Slamet kembali turun ke level aktif
normal, akan tetapi status vulkaniknya tak kunjung menurun sepanjang tahun
2014. Bahkan status vulkanik gunung Slamet sempat naik ke level 3 (siaga)
karena aktivitas vulkaniknya yang terus naik. Selain kecewa statusnya malah
naik, tentu hadir pula rasa khawatir karena ada sebuah ramalan bernama Jayabaya yang mengatakan jika letusan
besar gunung Slamet bisa membelah Pulau Jawa menjadi 2.
Slamet Kala Menggeliat
Sumber: http://regional.kompas.com/read/2014/08/07/11380561/Lagi.Gunung.Slamet.Keluarkan.Suara.Dentuman
Tentunya saya tidak
mempercayai ramalan tersebut begitu saja karena takdir murni di tangan Allah
SWT, namun saya diberi tahu oleh salah satu teman bahwa memang gunung Slamet
terhubung dengan fondasi pulau Jawa yang mana jika meletus besar bisa turut
menghancurkan fondasi tersebut. Informasi tersebut tentunya harus diteliti
lebih lanjut lagi oleh pihak terkait.
Setelah lama menunggu lebih
dari satu tahun akhirnya Allah SWT memerintahkan gunung Slamet untuk menurunkan
aktivitas vulkaniknya hingga ke level aktif normal kembali. Informasi tersebut
benar adanya dan banyak tersebar di media sosial. Tentu saja bagi saya ini adalah
kesempatan untuk kembali menggapai impian untuk berdiri di ujung tertinggi
provinsi tempat kelahiran saya. Informasi dibukanya kembali pendakian ke gunung
Slamet mulai tersebar awal pekan di bulan September; sekitar seminggu usai saya kembali dari perjalanan panjang dari atap vulkanik Indonesia di Tanah Pilih
Pusako Betuah.
ATAP SUMATERA
Catatan Perjalanan : http://www.menggapaiangkasa.com/2016/05/3805-mdpl-perjalanan-panjang-menggapai.html
Tentu saja ini adalah
panggilan jiwa yang tidak bisa begitu saja diacuhkan. Panggilan jiwa yang
membangkitkan tekad dan semangat petualangan dari dasar jiwa untuk mengatasi
semua halangan dan rintangan yang menghadang nantinya. Langsung saja saya melakukan persiapan baik fisik, logistik, hingga pencarian personel. Sayangnya
entah mengapa saya tidak mendapat teman mendaki satu pun hingga mendekati hari-H;
kebanyakan tidak ada waktu, tidak ada niat, tidak ada uang, hingga sedang
sakit. Tidak ada teman perjalanan tidak menyurutkan semangat dan niat saya untuk
tetap berangkat. Memang sangat sulit untuk tidak menghiraukan panggilan hati.
Menuju Bambangan
Hari itu tanggal 18
September 2015 merupakan hari spesial bagi saya. Selain karena hari ini
perjalanan menuju gunung Slamet akan dimulai, pada hari ini pula saya akhirnya
didadar setelah sekian lama berjuang menyelesaikan skripsi. Mengenai kisah
pendadaran saya tidak perlu diceritakan di catper ini. Langsung saja menuju siang
hari sekitar pukul 14.00 WIB yang merupakan saat keberangkatan saya.
Saat - Saat Bahagia:
Matahari sudah agak condong ke
arah barat saat saya bersiap berangkat dengan memanasi motor Fit-S setelah
sebelumnya makan siang terlebih dahulu. Mengenai packing, hal tersebut sudah
selesai pada malam hari sebelumnya yang seharusnya menjadi waktu belajar
menjelang ujian pendadaran. Perjalanan kali ini saya memutuskan untuk menggunakan
motor saja dengan pertimbangan akan lebih fleksibel, cepat, dan murah.
Siang itu Yogyakarta terasa
begitu panas; selain karena teriknya cahaya matahari, kondisi jalan dalam kota
juga cukup padat. Kondisi jalan mulai lancar saat saya memasuki jalan Magelang.
Rute keberangkatan menuju yang saya ambil adalah:
- Melewati jalan utama menuju Magelang.
- Berbelok ke arah kiri via Kepil yang akhirnya sampai di selatan pasar Kreteg kabupaten Wonosobo.
- Belok ke arah barat lewat jalur alternatif kabupaten Wonosobo sampai jalan utama Wonosobo – Banjarnegara.
- Lurus ke barat melewati jalan utama tersebut sampai pertigaan Klampok. Belok kanan ke arah utara menuju Purbalingga.
Abang: Budhal; Kuning: Balik
Sesampainya di
Purbalingga,adzan isya berkumandang sehingga saya memutuskan mampir di masjid
agung Purbalingga yang berada di samping alun – alun Purbalingga untuk
melaksanakan kewajiban sholat isya. Saya juga memutuskan untuk makan malam di
alun – alun Purbalingga karena perjalanan panjang selain mengosongkan tangki
bensin juga mengosongkan perut. Menu makan malam yang saya pilih adalah mie ayam
yang berada di sisi timur alun – alun dekat dengan perigaan jalan utama
Purbalingga. Mie ayam tersebut sangat enak dengan harga Rp 9000,00. Bagi yang
mampir ke Purbalingga harus mampir ke warung mie ayam tersebut.
Usai makan saya kembali melanjutkan perjalanan.
Atas saran dari bapak penjual mie ayam sangat enak tadi saya memacu motor ke arah
utara alun – alun kemudian berbelok ke arah timur, di sini ada sebuah pertigaan
yang mana berdiri patung knalpot. Perjalanan dilanjutkan dengan berbelok ke
arah kanan dari pertigaan patung knalpot ini menuju utara yang sekaligus
merupakan jalan menuju kabupaten Pemalang. Lurus saja ke arah utara sampai
nanti di kiri / barat jalan ada plang penunjuk arah menuju pendakian gunung
Slamet. Belokan ini berada di selatan Bobotsari, jadi jika perjalanan sampai ke
daerah Bobotsari maka bisa dipastikan kelewatan. Kondisi jalan saat itu cukup
macet karena sedang dilakukan pengecoran jalan sehingga hanya satu sisi jalan
yang digunakan.
Keadaan jalan menjadi lengang
saat saya berbelok kiri / barat mengikuti petunjuk arah menuju pendakian gunung
Slamet. Keadaan jalan benar – benar di luar bayangan saya karena sangat sepi
bagaikan melewati kampung mati yang tidak ada sama sekali aktivitas masyarakat.
Dinginnya udara juga semakin menusuk kulit, terutama saat kabut mulai turun,
namun dengan keyakinan dan tekad dalam hati saya tetap mantab memacu motor; entah
mengapa juga saya tetap yakin bahwa nanti pasti akan bertemu dengan manusia.
Terus melaju akhirnya saya sampai di kawasan kebun strawberry. Suasana tidak lagi begitu sepi di sini,
beberapa aktifitas masyarakat terlihat di bawah dinginnya malam. Tidak lupa saya menanyakan di mana letak base camp Bambangan yang ternyata tidak jauh lagi dari
tempat saya bertanya. Jalan yang saya lewati akhirnya sampai di sebuah pertigaan;
di sini apabila belok ke kiri maka akan sampai di base camp Bambangan, dan
apabila belok kanan adalah jalur alternatif ke Pemalang. Sampai sini tiba –
tiba kekhawatiran saya muncul jika pendakian Slamet belumlah dibuka karena
keadaan begitu sepi, padahal jika memang pendakian gunung Slamet sudah dibuka
maka akan ada beberapa pendaki yang juga mengadakan perjalanan menuju base
camp. Saya tetap memacu motor melewati jalan yang sepi menuju base camp walaupun
dengan pertaruhan hanya numpang tidur di base camp jika memang kegiatan
pendakian masih ditutup.
Akhirnya setelah menempuh sekitar 6 jam
perjalanan, saya tiba di base camp Bambangan. Suasana cukup ramai di base camp
dengan aktifitas beberapa pendaki dan warga setempat; kontras dengan kondisi
jalan yang saya lewati tadi.
Kekhawatiran saya pun tidak terbukti karena pendakian
gunung Slamet memang sudah dibuka. Agenda saya selanjutnya adalah segera makan
malam dan istirahat untuk mengisi tenaga karena perjalanan panjang sebelumnya
begitu melelahkan. Malam itu saya tidur di sebuah sofa tempat penginapan depan
base camp Bambangan.
Hari Baru, Petualangan Baru
Pagi di Bambangan
Pukul 04.30 WIB saya terbangun dari tidur seiring dengan adzan subuh yang berkumandang secara
bersahut – sahutan. Tentunya panggilan untuk melaksanakan kewajiban kepada
Allah SWT juga tidak boleh dilewatkan. Ternyata di daerah base camp Bambangan
gunung Slamet ini akses air masih sulit sehingga saya sempat kesulitan saat akan
buang air kecil dan berwudhu.
Selamat Pagi Slamet
Pagi pun tiba sekitar 06.00 WIB. Usai sarapan di
tempat penginapan, saya berinisiatif untuk turun ke bawah mencari air untuk
mandi. Inilah keuntungan mengadakan perjalanan menggunakan sepeda motor karena
fleksibilitasnya. Ternyata cukup jauh juga untuk mencari air karena saya baru
menemukan air yang melimpah di sebuah masjid di kabupaten Pemalang. Setelah
mandi saya segera kembali ke base camp untuk segera mempersiapkan diri dan
memulai pendakian.
Menuju Atap Jawa Tengah
Sekitar pukul 08.00 WIB perjalanan pun dimulai. Tentunya tidak lupa mendaftar, pemanasan, dan berdoa terlebih dahulu. Terlebih saya melakukan pendakian tidak secara berkelompok sehingga selain bawaan yang lebih berat, resiko yang lain juga lebih tinggi. Kedua kaki ini pun mulai melangkah memasuki jalur pendakian gunung Slamet; puncak tertinggi provinsi Jawa Tengah.
Gerbang Pendakian Gunung Slamet via Bambangan; Purbalingga
Rute pendakian dimulai begitu memasuki gerbang
pendakian gunung Slamet kemudian berbelok ke arah kanan menyusuri area
perkebunan warga yang merupakan gambaran awal dari rute pendakian. Terdapat
sebuah lapangan sepak bola setelah beberapa saat berjalan.
Terdapat tiga pilihan jalur dari lapangan bola
ini; yang pertama jalan menurun di sisi kiri, kemudian jalan naik di depan dan
sebelah kanan lapangan. Saya memutuskan untuk mengambil arah kiri karena tidak
adanya papan petunjuk arah memang membingungkan. Terus menyusuri jalan tersebut
saya bertemu dengan warga yang sedang mengambil air. Ternyata jalan uang saya ambil
salah, jalan tersebut adalah rute menuju tempat pengambilan air oleh warga
setempat. Jadilah saya kembali ke lapangan bola sebelumnya dan memilih jalur di
sebelah kanan sesuai dengan saran warga tadi. Untung saja belum terlalu jauh.
Langit El Nino 2015
Akhirnya saya kembali lgi ke jalan yang benar.
Terdapat sebuah patok yang menandakan bahwa jalan tersebut memang arah menuju
puncak gunung Slamet. Keyakinan saya semakin bertambah saat bertemu dengan
pendaki yang berangkat terlebih dahulu. Sekitar pukul 08.45 WIB saya tiba di pos
I pendakian gunung Slamet via Bambangan yang berupa sebuah gardu pandang karena
pemandangan ke arah timur terbuka luas. Banyak pendaki yang beristirahat di pos
I ini, sementara saya hanya sebentar saja berhenti kemudian lanjut berjalan lagi.
Pos 1 Via Bambangan
Rute mulai memasuki hutan gunung Slamet usai pos
I. Beberapa saat melangkah dari pos I terdapat tanjakan yang cukup curam dan
licin di sebelah kiri jalur, sementara jalur yang tidak cukup berat berada di
sisi kanan. Saya salah mengambil jalur sehingga menghadapi kesulitan saat
menapaki tanjakan curam dan licin tersebut. Tiba – tiba sesuatu yang
mengejutkan terjadi. Pengait carrier saya patah; mungkin karena beban yang
terlalu berat sehingga membuat keseimbangan saya hilang dan terperosok ke bawah
beberapa meter. Sempat saya merasa putus asa bahwa pendakian ini akan berakhir
karena tidak mungkin membawa tas carrier tersebut dengan kondisi pengait yang
patah. Saat saya berencana untuk kembali ke pos I muncul sebuah ide untuk
mengikat tali carrier yang ternyata bisa untuk setidaknya membuatnya bisa untuk
digendong kembali di punggung, walaupun kenyamanannya sedikit berkurang. Mungkin
ini pertanda bahwa saya harus pensiun mendaki pada tahun 2015 ini usai dari
gunung Slamet nanti.
Carrier memang sudah diperbaiki, namun untuk
berdiri kembali rasanya susah sekali karena licinnya jalur. Untunglah saat itu
ada beberapa pendaki yang naik sehingga saya bisa meminta tolong kepada mereka
untuk membantu berdiri kembali. Akhirnya perjalanan menuju puncak gunung Slamet
bisa kembali dilanjutkan. Kondisi cuaca saat itu cerah, namun rasanya begitu
lembap saat di dalam hutan.
Satu jam berselang saya tiba di pos II. Pos ini
berupa tanah lapang yang bisa menampung sekitar 4 tenda. Hanya beberapa saat saya berhenti di sini. Kondisi memang begitu lembab apabila berada di tempat yang
terkena sinar matahari, namun udara menjadi begitu dingin di tempat yang tidak terkena
sinar matahari terlebih kondisi baju yang basah karena keringat. Beberapa saat
melangkah dari pos II terdapat percabangan jalur yang mana salah satunya
mengarah ke gerbang pendakian Dipajaya di kabupaten Pemalang.
Pos selanjutnya adalah pos III, kondisinya sama
seperti pos sebelumnya hanya saja tanah datarnya tidak begitu luas. Saya beristirahat di sini cukup lama karena memang perjalanan menuju pos III cukup
melelahkan dan membuat perut kembali kosong. Saya beristirahat sambil mengganjal
perut dengan roti, colkat dan energen yang kandungan gizinya sudah cukup untuk
mengisi perut dan tenaga. Usai makan saya tidak langsung berjalan kembali
melainkan tidur sebentar di bawah cahaya matahari untuk menghilangkan kantuk
sekaligus menghangatkan badan.
Pos 3
Sekitar setengah jam kemudian saya kembali
melangkah melanjutkan perjalanan. Rute masih tetap setia berada di dalam hutan
gunung Slamet sehingga pemandangan terbuka masih belum terlihat. Kondisi jalan
juga masih tetap menanjak seperti sebelumnya walaupun tidak terlalu terjal,
bonus jalan datar adalah sesuatu yang langka di gunung Slamet. Setengah jam
berselang setelah kembali berjalan saya sampai di pos IV yang bernama Samarantu.
Hanya sebentar saja saya beristirahat di pos ini bukan karena informasi
keangkeran pos yang merupakan singkatan dari Samar Hantu atau berarti hantu
yang tidak terlihat, namun karena memang fisik belum terlalu lelah sekaligus
ingin mendapat tempat di dalam shelter begitu sampai di pos VII nanti.
Pos V Gunung Slamet via Bambangan
Pos selanjutnya adalah pos V. Saya tiba di pos
tersebut sekitar pukul 13.00 WIB. Pos ini cukup luas dengan shelter yang bisa
menampung 2 tenda. Beberapa pendaki dengan tujuan turun kembali tampak sedang
beristirahat di pos ini sehingga ada teman bercengkrama saat saya beristirahat.
Melalui percakapan tersebut saya mendapat informasi bahwa di pos V rawan akan
serangan babi hutan terutama di malam hari, begitu pula di pos VII. Bahkan ada
satu pendaki yang tendanya sampai bolong diseruduk babi hutan pada malam
sebelumnya. Mereka menyarankan saya agar sebisa mungkin mendirikan tenda di dalam
shelter saja. Setelah cukup beristirahat perjalanan kembali berlanjut.
Pos VI Gunung Slamet via Bambangan
Kondisi jalan selain mulai berdebu, usai pos V jalan
menjadi sedikit lebih menanjak dari sebelumnya. Pepohonan pun sudah tak lagi
tinggi menyebabkan pemandangan ke arah timur menjadi kembali terbuka. Puncak
gunung Slamet juga mulai terlihat dari pos V. Bunga Edelweiss juga mulai banyak
tumbuh di sekitar jalur pendakian. Berjalan menuju pos VI rasanya seperti
melewati sebuah lorong yang merupakan jalan air saat hujan datang. Setengah jam
dari pos V, saya tiba di pos VI. Keadaan pos VI sama seperti pos II hingga IV;
hanya berupa tanah lapang yang tidak terlalu luas. Mengetahui bahwa pos
selanjutnya adalah pos VII, saya tak berlama – lama berhenti di pos VI karena
saat tiba di pos VII saya bisa langsung makan berat dan tidur sepuasnya sampai
pagi.
Pos VII Gunung Slamet via Bambangan
Akhirnya saya tiba di pos VII sekitar pukul 14.00
WIB. Ada satu tim pendaki yang bersama saya saat itu sehingga kami memutuskan
untuk mendirikan tenda di dalam shelter. Hanya 2 tenda saja yang bisa berdiri
di dalam shelter pos VII.
Pemandangan Setelah Sekian Lama
Syukur Alhamdulillah
karena akhirnya saya tinggal berfokus untuk makan dan beristirahat sampai
dini hari nanti. Usai menyantap nasi telor yang dibeli di penginapan pagi tadi,
saya langsung tidur untuk mengistirahatkan fisik.
Ujung Menara Jawa Tengah
Pagi hari sekitar pukul 02.30
WIB alarm berbunyi membangunkan saya dari tidur panjang; menandakan bahwa sudah
saatnya bersiap untuk melakukan perjalanan menuju puncak gunung Slamet. Para
penghuni tenda di samping juga sudah bangun, bahkan saat saya bangun mereka sudah
siap tancap gas menuju puncak. Jadilah saya mempersilakan mereka berangkat
terlebih dahulu karena saya masih harus bersiap.
Selang 15 sampai 30 menit usai
tim tenda sebelah berangkat, saya mulai melangkah keluar tenda untuk melanjutkan
perjalanan menuju puncak. Ternyata banyak sekali pendaki yang bermalam di pos
VII ini sampai – sampai saya sempat kesulitan melewati tenda – tenda yang berdiri
menuju untuk keluar dari area pos VII menuju jalur pendakian. Kebanyakan
pendaki lain belum berangkat mendaki saat saya mulai menuju ke puncak. Saat itu waktu
menunjukkan sekitar pukul 03.00 WIB.
Perjalanan menuju titik
tertinggi Jawa Tengah dari pos VII dimulai dengan melewati tanjakan berdebu.
Terus melangkah naik sekitar setengah jam, saya menemukan sebuah plang dan patok
yang bertuliskan pos IX yang bernama Plawangan. Cukup mengherankan karena
sepanjang perjalanan dari pos VII saya tidak menemukan pos VIII. Medan pendakian
berubah menjadi tipikal medan pendakian gunung api menjelang puncak yang mana
merupakan tanjakan terjal terdiri dari pasir dan bebatuan, serta tidak ada lagi
vegetasi yang tumbuh di sepanjang jalur. Kondisi medan memang menanjak terjal
dan berpasir, namun kondisi pijakan menuju puncak gunung Slamet cukup padat
sehingga untuk menaikinya tidak sesulit rute menuju Mahameru yang terdiri dari
pasir halus. Memang lebih mudah dari Mahameru, namun tetap saja untuk
menapakinya merupakan hal yang melelahkan.
The Rooftop of Central Java
Sekitar pukul 05.20 WIB akhirnya saya tiba di
ujung atap provinsi Jawa Tengah. Kondisi saat itu masih gelap karena matahari
memang masih belum muncul di langit timur. Beberapa orang di puncak sudah
berfoto ria walaupun masih gelap. Setelah sholat subuh dan menunggu beberapa saat,
akhirnya sang mentari pun muncul dengan cahaya oranye terangnya dari kaki
langit timur sehingga area puncak gunung Slamet yang sebelumnya tidak tampak
ditelan kegelapan malam menjadi terlihat.
Area puncak gunung Slamet membentang luas.
Puncak tertinggi gunung Slamet berada di sisi utara, di sebelah selatan
terdapat puncak lain yang tidak kalah tinggi dari puncak tertinggi gunung
Slamet, namun dari puncak ini pemandangan menuju ke kawah aktif raksasa gunung
Slamet yang berada di barat daya area puncak
terasa begitu dekat.
Sunrise |
Dua puncak kembar Sindoro – Sumbing terlihat anggun di kaki langit sebelah timur bersandingan dengan matahari yang perlahan naik menyinari dunia. Sementara samar – samar dari balik kabut di sebelah barat tampak atap provinsi Jawa Barat; gunung Ceremai.
Para Pendaki Slamet |
Luasnya area puncak gunung Slamet membuat saya ingin mengeksplor area lain selain di titik tertinggi yang berada di sisi
utara. Tujuan saya selanjutnya ialah puncak yang berada di sebelah selatan yang
untuk menggapainya harus terlebih dahulu menuruni sebuah lembah di antara
keduanya. Berselang 10 menit saya tiba di puncak gunung Slamet sebelah selatan,
ternyata puncak sebelah selatan ini semacam sebuah kaldera yang mengitari kawah
utama gunung Slamet.
Kawah Raksasa Slamet |
Saat saya berniat untuk kembali, tampak beberapa
pendaki berfoto tepat di samping kawah utama gunung Slamet sehingga saya berniat
untuk mengeksplor daerah tersebut yang ternyata bisa untuk dikunjungi. Jalan
menuju kawah gunung Slamet adalah melalui lembah yang berada di antara kedua
puncak. Lurus saja ke arah barat menyusuri lembah tersebut, maka nantinya akan
dijumpai sebuah lereng yang cukup terjal sehingga butuh konsentrasi dan
kejelian tinggi untuk menuruninya. Usai lereng terjal tersebut terlewati maka
sampailah pada sebuah hamparan lembah yang luas bernama Segara Wedi atau lautan pasir. Cukup berjalan ke arah selatan untuk
sampai di pinggir kawah utama. Tentu saja perlu pertimbangan dan kecermatan
terhadap kondisi alam jika ingin mendekat ke kawah utama gunung Slamet.
Beberapa tipsnya antara lain:
- Pastikan bahwa status vulkanik gunung Slamet berada di level normal.
- Lebih baik saat angin berhembus.
- Lebih baik lagi saat hembusan angin mengarah ke selatan
Tiga hal tersebut menjadi pertimbangan saya untuk
mendekat ke kawah gunung Slamet. Poin pertama; jelas saat status vulkanik
gunung Slamet berada di atas batas normal untuk mendakinya saja berbahaya,
apalagi jika mendekat ke kawahnya. Poin kedua; saat angin berhembus maka
sirkulasi udara segar akan terus terjadi. Poin ketiga; jika angin berhembus ke
arah selatan maka asap dan uap belerang akan terbawa angin menjauh dari tempat
berdiri yang berada di sebelah utara kawah. Khusus untuk poin kedua dan ketiga;
selalu ada ancaman berupa gas CO2 yang tidak berbau dan berwarna di sekitar
kawah gunung berapi sehingga dengan berhembusnya angin maka gas berbahaya itu
akan menjauh tertiup angin. Hanya hipotesa dari pemikiran saya, semoga benar
adanya dan bermanfaat.
Saia di Samping Kawah Utama Slamet |
Kawah Utama Menara Jawa Tengah |
Setelah puas menjelajah beberapa area di kawasan
puncak gunung Slamet, saya memutuskan untuk kembali ke pos VII. Ternyata untuk
turun tidak semudah naiknya karena pijakan yang seringkali longsor saat dipijak
sehingga membutuhkan kecermatan mengenai pijakan yang akan diambil. Jika salah,
selain bisa terpeleset longsoran batu juga akan mengancam pendaki di bawah.
Sekitar pukul 10.30 WIB saya mulai bergerak turun dari pos VII setelah mengisi
perut dan memberesi perlengkapan kembali.
Mahamerunya Jawa Tengah |
Perjalanan Turun |
Epilogue
Sekitar pukul 14.00 WIB
perjalanan panjang saya kembali ke Yogyakarta dimulai setelah mandi, makan, dan
juga mengemasi barang bawaan. Tidak lupa sholat Dzuhur terlebih dahulu dan
meminum kopi dua bungkus sekaligus dengan susu agar mata tetap terjaga selama
di perjalan panjang yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Perjalanan Pulang |
Jalan yang saya ambil
saat kembali berbeda dengan saat berangkat karena saat tiba di daerah Mandiraja
saya membelokkan motor ke arah selatan melewati jalan tembus Banjarnegara –
Gombong yang sampai ke waduk Sempor di Kabupaten Kebumen. Saat sampai di jalur
utama selatan Jawa Tengah saya tinggal mengikuti jalur tersebut ke arah timur
sampai ke Yogyakarta sekitar pukul 19.00 WIB.
Waduk Sempor, Kebumen |
Akhirnya perjalanan saya menuju
ujung menara tertinggi provinsi Jawa Tengah berakhir. Segala Puji bagi Allah
SWT tentunya senantiasa saya ucapkan karena telah diizinkan oleh-Nya menjalani
sebuah perjalanan panjang penuh makna kali ini sampai kembali dengan selamat.
Perjalanan saya kali ini juga merupakan akhir dari rangkaian pendakian di tahun
2015 ini karena memang hati ini berkata “cukup”. Cukup yang berarti sekarang
adalah gilirannya bersyukur atas segala karunia dan izin Allah SWT atas segala
petualangan hebat di tahun ini.
Memang bagi sebagian orang apa
yang saya lakukan merupakan sesuatu yang membuang waktu, uang, serta tenaga;
namun hal tersebut tidaklah berlaku bagi saya. Karena bagi saya; apa yang lebih mahal dari
sebuah pengalaman..? Pengalaman, bukannya hanya bisa dibeli dengan waktu,
kesempatan, dan kemauan..? Kemauan mungkin bisa dikumpulkan..., akan tetapi
bagaimana dengan waktu dan kesempatan..? Waktu dan kesempatan; jika terlewat
sedikit saja maka uang sebanyak apapun tidak akan bisa mengembalikannya lagi,
walaupun hanya 1 detik saja........
"SAMPAI JUMPA LAGI DI KISAH PERJALANAN SELANJUTNYA
JIKA ALLAH SWT; TUHAN SEMESTA ALAM MASIH BERKENAN
MEMBERIKAN KESEMPATAN"
KISAH PENDAKIAN 2015
TAMAT
Posting Komentar
Posting Komentar