Konten [Tampil]
Indonesia memang memiliki beragam kebudayaan dari ujung timur hingga
ujung barat. Salah satu budaya yang mungkin hanya ada di Indonesia dan tidak
ada di negara lain adalah budaya mudik hari raya Idul Fitri. Mudik sendiri
adalah kembali ke kampung halaman untuk merayakan hari raya Idul Fitri bersama
sanak keluarga.
Mudik
Sumber: http://www.datdut.com/mudik/
Mulai pertengahan Bulan Ramadhan hingga hari –H Idul Fitri, siaran
televisi Republik Indonesia senantiasa menayangkan berita mengenai kondisi arus
mudik di jalur – jalur utama yang dilalui oleh para pemudik. Berita mengenai
kemacetan di jalur mudik pun rasanya sudah menjadi hal biasa pada saat arus
mudik Idul Fitri.
Macett
Sumber: http://metro.news.viva.co.id/news/read/789226-dua-penyebab-kemacetan-saat-mudik-lebaran
ES (Entry Starter) sendiri
sebagai seorang WNI (Warga Negara Indonesia) tentunya juga turut menjadi bagian
dalam budaya mudik pada tahun 2016 ini. Kesibukan cukup senggang serta domisili
yang masih memungkinkan untuk melakukan mudik membuat ES kembali mengadakan
perjalanan untuk pulang ke kampung halaman di Kota Solo.
Mudik Anti Mainstream
ES memulai perjalanan
menuju kampung halaman pada hari Rabu tanggal 29 Juni 2016. Entry ini dibuat
karena perjalanan ES kali ini berbeda dari biasanya dan berbeda pula dari apa
yang kebanyakan orang lakukan saat mudik. Jika biasanya dan yang dilakukan orang
– orang saat mudik adalah mengambil rute tercepat agar sampai ke kampung
halaman; ES malah sebaliknya. Perjalanan kali ini ES mengambil rute memutar.
Jika pada umumnya perjalanan dari Yogyakarta menuju Solo ditempuh melalui rute
jalan utama Klaten – Delanggu – Kartasura – Solo, kali ini ES tidak melalui
jalan tersebut.
Road to Solo
Mainstream = Ijo // Anti Mainstream = Merah
Perjalanan Dimulai
Perjalanan mudik yang
berbeda kali ini awal mulanya disebabkan karena ES harus mengembalikan flash disk pinjaman milik teman bernama
Eko yang berdomisili di Pundong, Kabupaten Bantul. Jadilah ES menuju daerah
tersebut dengan tujuan mengembalikan flash
disk pinjaman tersebut sekaligus membuang waktu perjalanan supaya waktu
berbuka semakin dekat. Akan tetapi di tengah perjalanan entah mengapa ES
berpikir untuk tetap melanjutkan perjalanan ke selatan atau arah pantai, baru
kemudian lanjut ke arah timur.
Eko:
ES memulai perjalanan pada pukul 08.30 WIB dari kosan di daerah
Tawangsari, Sleman, Yogyakarta. Seperti yang sudah ES tulis tadi, tujuan
pertama adalah mengembalikan flash disk di
daerah Pundong Bantul. Rute ke daerah tersebut searah dengan jalan menuju
Pantai Parangtritis yang dapat dicapai dengan terus menyusuri Jalan
Parangtritis ke arah selatan. Hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam bagi
ES untuk sampai ke rumah pemilik flash
disk karena petunjuk jalan yang sudah diberikan oleh teman sebelum
perjalanan dimulai.
Hanya sebentar saja ES singgah di rumah teman tersebut karena masih
dalam suasana Ramadhan. Jika tidak, mungkin ES akan singgah lebih lama dengan
menikmati suguhan minuman segar dari tuan rumah. Perjalan pun ES lanjutkan
kembali menyusuri Jalan Parangtritis ke arah selatan hingga akhirnya sampai ke
Pantai Parangtritis. Beruntung karena ES tidak ditarik biaya retribusi karena
tujuan akhir ES adalah mudik; bukan untuk rekreasi di pantai. Walaupun
sebenarnya memang ada tujuan untuk sekaligus rekreasi.
Menyusuri Pantai Selatan Yogyakarta
Kondisi cuaca saat itu
sangat cerah langit biru seakan menyapa ES dengan senyumnya. Kini jalan mulai
mengarah ke timur di sepanjang Pantai parangtritis. Sebenarnya ada keinginan
untuk berhenti sejenak di gumuk pasir atau pantainya, tetapi entah mengapa rasa
malas untuk berhenti lebih kuat sehingga ES terus melaju, sebenarnya yang lebih
berat adalah rasa malas jika harus membayar parkir.
Paris
Saat hampir meninggalkan kawasan Pantai Parangtritis, entah mengapa ES
berkeinginan untuk mampir ke pantai. Pancen
ora cetha, ES pun akhirnya membelokkan motor ke arah pantai sebelum jalan
menanjak menuju perbukitan. Tibalah ES di perbatasan antara daratan dan lautan
alias pantai. Lokasi ES saat itu ada di Pantai Parangtritis agak ke timur,
sebelum memasuki area Parang Kusumo. Hanya sebentar saja, sekitar 15 menit ES
menikmati suasana pantai dan mengambil foto. Suasana pantai begitu mendamaikan
hati dengan angin semilir dan deburan ombaknya.
Awalnya rencana ES
adalah terus melaju ke arah timur tanpa berhenti, akan tetapi rencana tersebut
berubah total saat terdapat plang kayu ke arah selatan bertuliskan Pantai
Ngunggah. Penasaran dengan pantai tersebut, ES pun akhirnya membelokkan kuda
besinya ke arah yang ditunjukkan oleh plang kayu tersebut.
Rute menuju pantai rupa – rupanya jauh dari perkiraan ES. Jika kebanyakan rute menuju pantai di daerah Gunung Kidul sudah baik, maka kali ini sebaliknya. Rute yang ES tempuh pada awalnya adalah berupa jalan desa yang tidak terbuat dari aspal melainkan semen yang kondisinya tidak terlalu baik. Semakin ke arah selatan kondisi jalanan malah semakin parah, kali ini struktur penyusun jalannya hanya dari bebatuan saja ditambah keadaannya yang naik – turun dengan samping kanan dan kirinya yang tidak berpenghuni, bayangan akan bocornya roda motor kian menghantui ES sepanjang perjalanan. Kekhawatiran ES semakin bertambah dengan adanya anjing – anjing yang bersliweran di pinggir jalan menuju pantai, namun entah mengapa ES tetap terus melaju. Pancen ASU tenan..!!!
Paris
Failed Exploration: Pantai Ngunggah
Rute menuju pantai rupa – rupanya jauh dari perkiraan ES. Jika kebanyakan rute menuju pantai di daerah Gunung Kidul sudah baik, maka kali ini sebaliknya. Rute yang ES tempuh pada awalnya adalah berupa jalan desa yang tidak terbuat dari aspal melainkan semen yang kondisinya tidak terlalu baik. Semakin ke arah selatan kondisi jalanan malah semakin parah, kali ini struktur penyusun jalannya hanya dari bebatuan saja ditambah keadaannya yang naik – turun dengan samping kanan dan kirinya yang tidak berpenghuni, bayangan akan bocornya roda motor kian menghantui ES sepanjang perjalanan. Kekhawatiran ES semakin bertambah dengan adanya anjing – anjing yang bersliweran di pinggir jalan menuju pantai, namun entah mengapa ES tetap terus melaju. Pancen ASU tenan..!!!
ASU:
Perjalanan menuju pantai seakan tidak sampai – sampai, wajar karena
motor hanya bisa dipacu dengan kecepatan rendah untuk menghindari resiko roda
bocor dan jatuh ke jurang. Perlahan tapi pasti laut biru di ujung selatan mulai
terlihat, walaupun tempat ES berada saat itu rasanya bagaikan terasing dari
peradaban. Akhirnya ES sampai juga di ujung jalan yang bisa ditempuh dengan
motor saat terdapat gubug sederhana di tepi tebing dengan laut biru yang
membentag luas di hadapan. Ujung jalan bukan berarti ES sampai di pantai
Ngunggah karena untuk bisa mencapai lokasi bibir pantau diharuskan untuk
berjalan kaki sejauh kurang lebih 500 meter lagi.
Samudera Indonesia
ES pun memarkirkan motor dan
kemudian mulai menyusuri jalan setapak. Jangan dibayangkan jika jalan setapak
tersebut datar karena ternyata jalurnya menuruni bukit yang cukup terjal dengan
semak belukar yang masih tergolong rapat sehingga kedua tangan masih harus
menyingkirkan semak yang menghalangi jalan. Jalur semakin sulit dengan pijakan
yang cukup licin.
Perlahan – lahan ES
menyusuri jalan setapak tersebut, cukup melelahkan pastinya ditambah lagi saat
itu tentu saja ES melaksanakan ibadah puasa, sementara kondisi cukup lembab
sehingga membuat keringat mengucur deras. Setelah menempuh perjalan cukup jauh,
sekitar 100 meter lagi menuju bibir pantai, perjalanan ES tiba – tiba terhenti.
Bukan karena kelelahan atau medan yang berat, tapi karena terdengar suara
gonggongan anjing dari kejauhan. Entah kenapa mental petualangan ES runtuh
seketika saat itu, tiba – tiba rasa panik dan takut menguasai ES. Yang ada di
dalam pikiran ES saat itu adalah: “Asssssuuuuuuuuuuuuu....!!!
Let’s get fuck’n outta here A.S.A.P....!!!
Reaksi ES Lagi:
ES saat itu memang bukan dalam kondisi siap berpetualang. Setelan yang
ES kenakan saat itu adalah setelan untuk mudik, khususnya sepatu warrior dan celana kain. Terlebih bawaan
ES saat itu cukup merepotkan dengan tas besar berisi baju dan laptop sehingga
harus berpikir berulang kali jika sampai menemui hal yang tidak diinginkan, plus saat itu ES sendirian di tengah
semak. Jadilah akhirnya ES kembali menaiki bukit dengan berlari di tengah
teriknya matahari siang dalam kondisi berpuasa.
Menuju Pantai Ngunggah
Syukur Alhamdulillah karena ES
bisa kembali ke motor dengan selamat tanpa hadangan apapun, walapun nafas kian
terengah – engah usai berlari. Segera saja ES kembali mengendarai motor kembali ke arah jalan utama. Perjalanan
kembali terasa lebih cepat, padahal saat perjalanan menuju pantai rasanya
memakan waktu begitu lama dan tidak sampai – sampai. ES pun tiba kembali di
jalur lintas selatan kemudian langsung memacu kuda besinya ke arah timur.
Lengangnya Jalur Pantai Selatan
Sampai di Bali
Sekitar satu jam
kemudian kuda besi ES sampai di sebuah pantai dengan sebuah puranya yang berada
di tepi lautan. Terdapat pula patung – patung yang berbaris rapi di tepi
samudera denga deburan ombaknya. Benar – benar suasana serupa dengan yang ada
di Pulau Dewata. Mungkin jika ada orang yang terdampar di tepi pantai yang
sedang ES kunjungi saat itu, ia akan berpikir bahwa tempatnya terdampar adalah
di Pulau Bali.
Bali..??
Pantai dengan suasana khas Pulau Dewata yang ES singgahi tersebut adalah
Pantai Ngobaran yang terletak di Dusun Gebang, Desa Kanigoro, Kecamatan
Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelumnya
memang ES pernah membuat ENTRY MENGENAI PANTAI NGOBARAN, akan tetapi dalam
kunjungan terakhir ini ada perubahan mencolok di pantai Ngobaran.
Bali van Jogja
Beberapa hal yang membuat Pantai Ngobaran berbeda dari pantai – pantai
lainnya salah satunya adalah adanya sebuah pura di tepi laut. Keberadaan pura
ini termasuk baru karena pada kunjungan ES yang terakhir ke pantai ini pada
tahun 2014 belum ada sebuah pura yang berdiri di pantai Ngobaran. Hal – hal
lainnya adalah adanya sebuah candi dan juga deretan patung yang menambah
suasana Bali di pantai Ngobaran. Tidak hanya nuansa Hindhu saja yang ada di
pantai Ngobaran ini karena terdapat pula sebuah masjid yang letaknya ada di
antara pura dan candi. Masjid ini beralaskan pasir putih pantai dan yang aneh
adalah mimbarnya yang menghadap ke selatan (laut selatan), padahal mimbar masjid
– masjid di Indonesia hampir seluruhnya menghadap ke barat sesuai arah kiblat.
Masjid Menghadap Selatan
Pantai Ngobaran bersebelahan dengan
Pantai Nguyahan yang terletak di sebelah baratnya. Terdapat pula sebuah jalan
menuju atas sebuah bukit yang berada di sekitar selatan tengah jalan yang
menghubungkan Pantai Ngobaran dan Nguyahan. Kondisi jalan ke atas tersebut
cukup baik namun cukup menanjak pula sehingga diperlukan tenaga untuk menapaki
anak tangganya. Tidak terlalu jauh jarak untuk sampai ke puncak bukit.
Sesampainya di puncak, pemandangan membentang ke arah pantai ngobaran tersaji
di sisi timur, sementara di sisi barat pemandangan membentang ke arah Pantai
Nguyahan tersaji dengan kontur perbukitan hijaunya.
Pantai Nguyahan
Ngobaran dari Atas
Garis Pantai
Pura Pantai Ngobaran
Cuaca yang terik
ditambah kaki yang melangkah ke sana – ke mari membuat persediaan air di dalam
tubuh kian berkurang drastis. Andai sedang tidak dalam Bulan Ramadhan pastilah
tenggorokan ini sudah diguyur dengan air es kelapa muda yang diperjualbelikan
di sekitar pantai. Sekitar pukul 13.00 WIB ES mulai meninggalkan Pantai
Ngobaran. Panasnya cuaca membuat ES melepas jaket untuk menikmati semilirnya
angin.
Lanjut ke Timur Hingga Jawa Tengah
Lanjuut
Kuda besi ES kembali melanjutkan
perjalanannya ke arah timur menyusuri jalur lintas pantai selatan Yogyakarta.
Tak lama kemudian ES tiba ke kompleks pantai Baron – Kukup – Krakal yang
merupakan deretan 3 pantai yang berdekatan. Mulai dari Pantai Baron ke timur,
pemandangan berupa laut selatan senantiasa menghiasai pandangan karena letaknya
yang tidak jauh dari laut selatan.
ES cukup menikmati
suasana dari atas motor tanpa harus menepi ke pantai, akan tetapi saat melihat
garis pantai yang terlihat dekat, kuda besi ES pun berbelok ke selatan ke arah
pantai tersebut. Tibalah ES di Pantai Krakal dengan warna biru langit dan
lautan yang seakan menyatu dan membentang di sisi selatan. Hanya sebentar saja
ES berhenti di pantai Krakal ini untuk sekedar mengambil foto.
Pantai Krakal
Perjalanan menyusuri pantai selatan pun berlanjut. Selanjutnya banyak
sekali ditemukan plang – plang nama pantai yang berbaris di selatan Yogyakarta
seperti Pantai Sepanjang, Pantai Drini, Pantai Sadranan, dan pantai – pantai
lainnya. ES terus melaju ke arah timur tanpa mengunjungi pantai – pantai
tersebut karena pastinya akan menyita waktu. Pantai yang terakhir ES lihat di
pantai selatan adalah Pantai Indrayanti karena jalur pantai selatan tepat
berada di sampingnya. Selanjutnya perjalanan mulai masuk ke area pedalaman.
Masih di Krakal
Jalur selatan yang ES ikuti bisa
dibilang berakhir saat ES sampai di sebuah pertigaan yang mana jika ke selatan
maka akan sampai di Pantai Sadeng dan jika ke utara maka akan sampai di daerah
Pracimantoro. ES pun mengambil rute ke arah utara menuju Pracimantoro karena
tujuan utama adalah pulang kembali ke kampung halaman di Kota Solo. Jalan yang
ES tempuh selanjutnya mengarah cukup jauh ke utara, setelah cukup jauh
mengikuti jalan tersebut akhirnya sampailah juga pada pertigaan dengan plang
petunjuk arah ke Pracimantoro yang mengarah ke Timur. Jadilah ES membelokkan
kuda besi ke arah yang ditunjukkan plang tersebut.
Hanya sekitar 15 menit
sebelum akhirnya ES mulai meninggalkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
memasuki Provinsi Jawa Tengah. Perbedaan besar terlihat dari kondisi jalan yang
ES lalui yang mana jalan menjadi berkurang kualitasnya saat memasuki Provinsi
Jawa Tengah. ES beristirahat sejenak di sebuah Masjid di pinggir jalan untuk
menunaikan ibadah sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan kembali.
Mampir Masjid
Finishing Touch
Jalan yang ES lalui
akhirnya sampai pada sebuah perempatan Pasar Pracimantoro yang mana jika ke
arah barat adalah menuju Yogyakarta melalui Museum Karst, jika ke arah timur
adalah menuju Pacitan; Jawa Timur, dan jika ke arah utara adalah menuju
Wonogiri dan Surakarta. Empat tahun silam ES pernah melewati perempatan ini
saat menuju PANTAI NAMPU bersama teman – teman.
Surakarta yang menjadi tujuan utama membuat ES terus melaju ke arah
utara dari perempatan Pasar Pracimantoro ini. Kondisi jalan semakin ke utara
semakin ramai dengan lalu – lalang kendaraannya, bisa dibilang suasana jalanan
khas mudik lebaran mulai bisa dirasakan dengan adanya kendaraan dari luar
daerah dengan barang bawaannya.
Waduk Gajah Mungkur
Terus melaju ke arah utara,
pemandangan ES tertuju pada sebuah waduk besar di sisi timur sebelum memasuki
Kota Wonogiri. Waduk tersebut tak lain adalah Waduk Gajahmungkur yang terlihat
membentang luas di sisi kanan jalan. Keindahannya membuat ES sempat berhenti
sejenak untuk mengabadikan keindahan Waduk Gajahmungkur.
Kuda Besi ES
Tak lama kemudian ES
mulai memasuki Kota Wonogiri. Kondisi jalan sudah benar – benar ramai mulai
Kota Wonogiri ke utara karena memang merupakan jalan utama sehingga banyak
kendaraan yang berlalu – lalang mulai dari motor, mobil, bus, hingga truck.
Tentu saja konsentrasi ES tingkatkan saat melewati jalan utama ini, terlebih
kondisi fisik sudah lelah karena perjalanan panjang sebelumnya.
Sekitar pukul 16.30 WIB akhirnya ES sampai di rumah. Benar – benar
perjalanan panjang pulang ke kampung halaman selama depalan jam yang tentunya
melelahkan terlebih dengan kondisi yang tengah berpuasa. Hal terpenting adalah
ES bisa sampai tujuan dengan selamat, syukur Alhamdulillah jelas ES panjatkan kepada Allah SWT yang telah
senantiasa memberikan perlindungan-Nya hingga sampai tujuan.........
Posting Komentar
Posting Komentar