Konten [Tampil]
Hari Sabtu pagi, 16 Januari 2016. Sebuah hari di
tengah musim penghujan yang sedang dialami oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia hingga bulan Mei nanti. Pada musim penghujan ES (Entry Starter) memang tidak
melakukan perjalanan panjang karena selain cuaca yang kurang mendukung, momen
musim hujan ES gunakan juga untuk mengumpulkan uang sebanyak – banyaknya untuk
petualangan pada musim kemarau nanti.
Awan Mendung
Hal berbeda pada hari dan tanggal yang telah
disebutkan di baris paling awal pada paragraf pertama tadi adalah; pada tanggal
tersebut ES dan
beberapa teman – teman akan mengadakan perjalanan. Tentu saja bukan sebuah
ekspedisi yang memakan waktu hingga berhari – hari karena hanya perjalanan
melepas penat dengan menjelajah candi – candi di sekitar Yogyakarta saja.
Total jumlah tim terdiri dari 5 orang termasuk
ES. Sebenarnya jauh – jauh hari sebelumnya ada banyak orang yang diajak, akan
tetapi karena berbagai kesibukan akhirnya hanya 5 orang saja yang bisa. Berikut
adalah personel yang bergabung dalam perjalanan kali ini.
Dari sebelah kanan ada Don Maulana SP A.K.A
Malik, sebelah kanannya ada Puddy, sebelah kanannya ada Dian Kartika D A.K.A Bosu, yang paling kanan ada Desta. Lalu di manakah ES..? Tentu saja sebagai
orang yang memegang kamera ditambah tidak adanya tripod dan tongsis, ES hanya
bisa memotret sehingga tidak ada foto ES sendiri.. T_T
Kami memulai perjalanan
sekitar pukul 08.15 WIB karena jika semakian siang kemungkinan hujan turun
semakin besar pada pertengahan musim hujan seperti ini. Total ada 3 motor yang
kami gunakan, ES dengan Puddy, Desta dengan Bosu, sementara Don Malik sendirian
karena memang sudah seperti berboncengan 2 orang walaupun sendirian.
Lanjutan
Tujuan kami yang pertama adalah Candi Abang yang
terletak di daerah Berbah. Rute yang kami ambil bukanlah jalan utama untuk
menghindari macet, melainkan melalui jalan tembus dari Stasiun Lempuyangan ke
timur hingga nantinya sampai di perempatan Blok O di ring road timur yang
terletak di timur Jogja Expo Center (JEC). Kami lurus terus ke arah timur dari perempatan ini
karena kami arah JEC atau sebelah barat. Terus saja kami mengikuti jalan
tersebut ke arah timur menuju pusat Kecamatan Berbah.
Perjalanan terus berlanjut ke arah timur usai dari pusat Kecamatan Berbah hingga jalan berkelok yang memasuki areal persawahan. Mungkin akan cukup sulit bagi mereka yang tidak tahu lokasinya yang pasti. Beruntung karena ES memang sudah mengetahu secara pasti letak Candi Abang tersebut.
Sampe Candi Abang
Perjalanan terus berlanjut ke arah timur usai dari pusat Kecamatan Berbah hingga jalan berkelok yang memasuki areal persawahan. Mungkin akan cukup sulit bagi mereka yang tidak tahu lokasinya yang pasti. Beruntung karena ES memang sudah mengetahu secara pasti letak Candi Abang tersebut.
Candi Abang
Ini Candi Abang
Kami terus ke timur hingga ada plang penunjuk
jalan ke arah kiri jalan yang bertuliskan Candi Abang. Kami berbelok arah
mengikuti arah yang ditunjukkan oleh plang tersebut melalui jalan yang cukup
menanjak. Akhirnya kami tiba di tempat parkir kendaraan menuju Candi Abang
sekitar pukul 09.00 WIB, dari parkiran kami harus berjalan kaki untuk sampai di
Candi Abang tersebut dengan tidak dipungut biaya retribusi masuk.
Hanya memakan waktu hanya sekitar 15 menit untuk
berjalan kaki melalui jalan yang cukup menanjak dari tempat parkir kendaraan
sampai ke Candi Abang karena memang letak candi ini ada di atas bukit. Bentuk
dari Candi Abang tidak seperti candi – candi lain yang megah; candi ini berupa
sebuah gundukan tanah di puncak sebuah bukit. Beberapa bagian candi yang
terkubur di dalam gundukan tanah tersebut tampak di sisi utara. Berbeda pula
dari candi – candi lain di sekitarnta yang disusun dari batu andesit, Candi Abang
ini disusun dari batu bata merah; mungkin inilah asal muasal dari nama Candi
Abang.
Berikut ini adalah kutipan dari papan informasi tersebut:
“Situs Candi Abang terletak di puncak bukit. Secara
Administratif terletak di Dusun Blambangan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah,
Kabupaten Sleman, pada koordinat UTM 49 X: 0441409 dan Y: 9136606. Penamaan
Candi Abang oleh masyarakat, karena bahan bangunan yang digunakan dari batu
bata yang berwarna merah (dalam bahasa Jawa disebut “abang”). Penempatan candi
di atas bukit, ada hubungannya dengan kepercayaan masyarakat saat itu, bahwa
tempat yang tinggi dianggap sebagai tempat yang suci (tempat tinggalnya dewa –
dewi). Tinggalan purbakala lain di kawasan situs Candi Abang adalah Gua Sentono
dan Gua Jepang.
Kondisi eksisting Candi Abang adalah sebuah bukit yang
mempunyai ukuran tinggi 6m dan diameter 40m. Keistimewaan dari Candi Abang ini
adalah bahan bangunannya terbuat dari batu bata, berbeda dengan candi – candi
pada umumnya yang terbuat dari batu andesit. Namun saat ini bangunan tersebut
hanya tinggal gundukan tanah yang ditumbuhi rumput dengan cekungan di bagian
puncaknya, dan sebagian masih terlihat susunan batu candi yang terbuat dari
batu bata. Di sebelah selatan situs Candi Abang terdapat batu andesit berbentuk
padma persegi delapan, dalam kondisi pecah, terbagi dua. Batu ini bernomor
inventaris B. 586, kemungkinan merupakan sebuah lapik area.
Data mengenai situs Candi Abang tidak banyak diketahui,
catatn tertua tentang Candi Abang terdapat pada laporan ROD (Raport
Oudheidkundige Dients) tahun 1915. Dalam ROD 1915 disebutkan bahwa di Candi
Abang pernah ditemukan sebuah lingga dan arca Buddha. Lingga adalah lambang
Dewa Siwa, Dewa tertinggi dalam ajaran Hindu.
Di situs Candi Abang juga pernah ditemukan sebuah
prasasti pendek pada tahun 1932. Menurut Dr. Rita Margaretha (epigraf),
prasasti tersebut berisi tentang pertanggalan dengan angka tahun 794 Saka atau
872 Masehi. Namun pertanggalan tersebut belum dapat dipakai sebagai
pertanggalan pendirian Candi Abang.
Data arkeologis lain diperoleh dari hasil tespit
(eksvakasi), yaitu ditemukannya sisa – sisa struktur bangunan candi yang dibuat
dari batu bata. Terungkap juga bahwa Candi Abang terdiri dari satu bagunan,
dengan satu halaman yang diperkirakan berukuran panjang 65 meter dan lebar 64
meter. Namun penelitian dari hasil tespit tersebut belum dapat mengungkap
banyak tentang Candi Abang sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut.”
Tentu saja sejarah mengenai Candi Abang ini
masih misterius; mengenai siapa yang membuatnya, kapan dibuatnya, untuk apa
dibuatnya, hingga seperti apa wujud aslinya, semuanya masih misterius. Andai
saja ada mesin waktu yang bisa menghantarkan kita ke masa lalu yaitu pada masa
kejayaan candi tersebut, pastinya semua misteri tersebut bisa terpecahkan.
Time Machine
Sumber Gambar: http://japanesestation.com/tongtengtongteng-ini-alat-alat-ajaib-di-film-doraemon-stand-by-me/
Terlepas dari misterinya, Candi Abang tetap
memiliki keeksotisannya tersendiri. Berdiri di atas puncak bukit membuat
pemandangan dari ketinggian terlihat jelas. Jika cuaca sedang cerah – cerahnya,
Gunung Merapi di ujung utara bisa terlihat jelas dari puncak bukit Candi Abang
ini. Hamparan persawahan dan perbukitan di sekitar Candi Abang juga terlihat
indah dari atas ketinggian.
Lanjut Lagi
Sekitar pukul 09.40 WIB
kami mulai meninggalkan Candi Abang karena merasa sudah cukup menikmati suasana
Candi Abang. Matahari yang makin meninggi membuat kami ingin segera berpinda
lokasi. Satu hal yang perlu diperhatikan di Candi Abang ini adalah supaya
berhati – hati dalam melangkah karena banyak kambing yang digembalakan di
sekitar area candi sehingga tentu saja merupakan sebuah hal yang tidak
diinginkan jika sampai menginjak ranjau darat hasil pencernaan kambing –
kambing tersebut.
Pose Sebelum Minggat
Bersambung...
Posting Komentar
Posting Komentar