Konten [Tampil]
Prologue
Triple S of Central Java atau dalam bahasa
Indonesianya Tiga S Jawa Tengah sudah tak lagi asing di telinga para pendaki
terutama mereka yang berdomisili di pulau Jawa. Triple S of Central Java adalah jajaran 3 gunung yang terletak di
tengah pulau Jawa yaitu gunung Sindoro – Sumbing yang letaknya bersebelahan
dengan pintu gerbang pendakian umumnya di Kledung (Kab.Temanggung) dan Garung
(Kab.Wonosobo), kemudian satu lagi adalah gunung Slamet dengan gerbang pendakian
umumnya di dukuh Bambangan (Kab. Purbalingga).
Postingan ES kali ini merupakan postingan ke-3
mengenai pendakian gunung Sumbing yang merupakan gunung tertinggi ke-3 di pulau
Jawa dengan ketinggian 3371 meter di atas permukaan laut. Postingan ES sebelumnya mengenai
gunung Sumbing selalu berisi dengan kisah yang kurang menyenangkan, bahkan
sedikit bocoran bahwa di postingan pertama ES bersama teman – teman gagal
mencapai puncak Sumbing karena tidak tahan dengan medannya dan juga kehabisan
bekal. Sementara di postingan ke-2 terjadi hal yang mengerikan berupa badai
petir yang menghadang ES di lereng Sumbing. Memang menurut ES trek pendakian di
gunung Sumbing merupakan yang terberat di Jawa Tengah dibanding gunung – gunung
lain yang selama ini pernah ES daki.
AJAKAN ORANG YANG SAMA
Postingan ke-3 ES kali
ini diawali oleh ajakan seorang teman yang juga pernah mengajak melakukan
pendakian di GUNUNG MERAPI tahun lalu, tak lain lagi adalah JW. Kami
merencanakan pendakian ini pada hari Sabtu tanggal 2 Agustus 2015 usai hari
raya Idul Fitri beberapa minggu sebelumnya. Sempat kami ragu apakah gunung
Sumbing dibuka untuk pendakian pada tanggal tersebut karena ES sempat mendapat
kabar dari suatu link berita bahwa pendakian gunung Sumbing ditutup usai
lebaran usai musim penghujan. Alhamdulillah
setelah ES menghubungi langsung base camp Garung gunung Sumbing, ES
mendapat info bahwa pendakian gunug Sumbing dibuka. Jadilah akhirnya kami
merencanakan keberangkatan pada tanggal 2 Agustus 2015.
Tersangka:
Sebenarnya rencana kami adalah membentuk suatu
tim pendakian yang jumlahnya maksimal 4 orang, akan tetapi pada akhirnya kami
tidak mendapat rekan untuk melakukan pendakian pada tanggal tersebut. Jadilah
kami hanya berangkat berdua seperti saat melakukan pendakian ke gunung Merapi
setahun yang lalu. Segi positifnya tentu tidak ribet dan akan lebih cak – cek.
MENUJU GARUNG
Hari Minggu pagi tanggal
2 Agustus 2015 pukul 06.30 WIB kami berangkat dari Gelanggang Mahasiswa
Universitas Gadjah Mada. Menggunakan motor matic milik JW, kami berangkat
menuju Garung melalui Magelang. Jalanan cukup ramai di Yogyakarta pada Minggu
pagi, namun begitu kami sampai di jalan utama menuju Magelang, jalan mulai
lengang sehingga motor dapat dipacu dengan kecepatan tinggi. Dinginnya udara
pagi juga menemani perjalanan kami terutama saat melewati daerah yang mana
cahaya matahari terhalang oleh pepohonan. Mungkin karena letak jalan utama
menuju Magelang ini yang berada di kaki gunung Merapi.
Road to Mt.Sumbing
Hanya butuh waktu sekitar 2 jam bagi kami untuk
mencapai pintu gerbang pendakian gunung Sumbing via Garung, Wonosobo setelah
sebelumnya sempat mampir di pom bensin dan toko untuk beristirahat. Kami
berencana untuk langsung melakukan pendakian sesaat setelah sampai di base camp
Garung karena kami juga telah sarapan terlebih dahulu dan juga membawa bekal untuk
makan siang nanti. Segera saja kami menitipkan motor, mengecek perlengkapan,
dan juga mendaftar. Sekitar pukul 09.00 WIB kami berangkat.
Gn.Sindoro di seberang utara base camp
MENAPAKI TERJALNYA SUMBING
Kami mulai berjalan dan
bertemu dengan rombongan pendaki lain dari Surakarta. Sempat beberapa saat kami
bersama mereka. Beruntung juga kami mendapat tumpangan mobil pick up yang
membawa kami sampai ke percabangan antara jalur baru dan jalur lama. Kami
sempat berpikir mana jalur yang akan kami ambil. Jalur pendakian yang umum
digunakan adalah jalur lama, namun entah mengapa ES merasa bahwa jalur yang
harus dipilih adalah jalur baru walaupun banyak warga sekitar yang menyarankan
kami untuk mengambil jalur lama. Sempat bingung juga karena menurut keterangan
petugas base camp tidak ada masalah di jalur baru, akhirnya ES memutuskan untuk
lewat jalur baru sementara teman – teman dari Surakarta tetap lewat jalur lama.
Naik Pick Up:
Sindoro Usai Kebakaran:
Rute yang paling kanan:
Menuju Langit:
Jalur baru terletak di sebelah barat, sementara
jika jalur lama tinggal lurus ke depan dari percabangan antara jalur lama
dengan jalur baru tadi. Setelah melewati perkampungan dan jembatan kecil kami
sampai di rute awal pendakian gunung Sumbing jalur baru yaitu melalui
perkebunan penduduk di samping kanan dan kiri jalur. Rute sudah mulai menanjak
sejak awal, begitulah gambaran umum mengenai rute pendakian gunung Sumbing.
Sebenarnya ada sumber air di awal pendakian via jalur baru sebelum sampai di
pos I, namun sayang di musim kemarau sumber air tersebut kering dan hanya
menyisakan genangan – genangan air kotor.
Pemandangan Awal:
Sungai Kering:
Sekitar satu setengah jam berjalan kami tiba di
pos I. Berteduh adalah hal yang pertama kami lakukan di sini karena teriknya
sengatan matahari pagi menjelang siang ditambah rute yang gersang. Kami
menemukan beberapa tongkat kayu yang kami jadikan tongkat. Rute sudah tidak
lagi melewati perkebunan warga setelah melewati sungai kering sebelum pos I.
Rute sudah berubah menjadi hutan di kanan dan kiri jalur sehingga cukup teduh
untuk berlindung dari panasnya matahari.
Pos I Gn.Sumbing Via Garung, Jalur Baru
Hanya sebentar saja kami bersitirahat di pos I.
Setelah kami minum satu teguk air kami langsung berjalan lagi. Sedikit saja air
yang kami minum karena memang tidak ada sumber air di sepanjang perjalanan
menuju puncak. Ketahanan untuk menghadapi haus sangat diperlukan di sini.
Track Pendakian:
Track Pendakian:
Rute masih mananjak seperti sebelumnya, selain itu
kondisi jalan yang kami tapaki gersang berdebu sehingga membutuhkan kesabaran
untuk melewatinya. Berselang satu setengah jam kemudian kami sampai di pos II.
Terdapat shelter yang bisa kami gunakan untuk beristirahat dan juga berteduh.
Sebenarnya ada sumber air yang ditunjukkann oleh plang di sekitar shelter,
namun ada keterangan tambahan bahwa medan yang dilalui menuju sumber air susah
dan membutuhkan ketrampilan khusus. Kami tak ingin ambil resiko, terlebih ini
adalah musim kemarau yang mana jika kami berhasil melewati rute sulit menuju
sumber air pun tidak ada jaminan bahwa ada air di sana. Kami meminum air
sebanyak setengah botol air mineral kecil di sini. Lagi – lagi air yang kami
bawa harus dihemat sebisa mungkin.
Pos I Gn.Sumbing Via Garung, Jalur Baru
Total air yang kami bawa semuanya ada 4 botol air mineral ukuran besar, 4 botol air mineral ukuran tanggung, dan 1 botol air mineral ukuran kecil. Berat tentunya membawa air sebanyak itu, tetapi apa boleh buat karena memang air sangat diperlukan di Gunung Sumbing ini. Jelas kami tidak ingin sampai kehabisan air dalam perjalanan.
Memoriam Tri Antonio:
Baca Cuy:
Kami lanjut berjalan lagi. Sekitar 40 menit
setelah pos II kami bertemu dengan batu memoriam Tri Antonio; seorang yang
meninggal di gunung Sumbing pada 30 Desember 2000. Sebentar saja kami
beristirahat di sini untuk mengambil nafas dan berteduh sebelum berjalan
kembali.
Jalan di Depan:
Jalan di Depan:
Bekas Kebakaran:
Atap Jawa Tengah:
Rute sudah mulai terbuka beberapa saat setelah
batu memoriam Tri Antonio. Pohon tinggi mulai jarang dan vegetasi mulai
didominasi oleh semak belukar membuat pemandangan ke arah utara dan barat
menjadi terlihat jelas, namun panasnya matahari menjadi semakin terasa. Medan
juga menjadi semakin menanjak menjelang pos III atau pos Pestan. Kombinasi
antara tanjakan terjal, medan yang gersang dan panasnya matahari sekakan
menyedot habis tenaga kami. Kaki kami melangkah perlahan sebelum akhirnya tiba
di pos Pestan sekitar pukul 13.15 WIB.
SETENGAH PERJALANAN
Pestan / Pasar Setan Gn.Sumbing
Sesampainya di pos Pestan kami langsung makan
siang karena memang medan berat yang kami lalui tadi membuat kami lelah dan
juga lapar. Usai makan mata mulai mengantuk sehingga kami memutuskan untuk
tidur sejenak di bawah tanaman yang bisa melindungi dari teriknya cahaya
matahari. Kami tidur selama satu jam lebih karena sekitar pukul 15.15 WIB kami
sudah bangun untuk segera melanjutkan perjalanan kembali supaya tidak terlalu
malam saat kami sampai di tempat berkemah nanti.
Berteduh:
Kulkas:
Ngombe Seg:
Pemandangan ke Bawah:
Pos pestan bisa dibilang merupakan setengah
perjalanan menuju puncak Gunung Sumbing. Bisa dibayangkan untuk mencapai
setengahnya saja sudah susah, namun perjalanan masih belum berakhir dan masih
ada setengah jalan lagi. Kami bertemu dengan banyak pendaki di sini baik yang
akan naik ke puncak maupun yang akan turun. Biasanya para pendaki berkemah di
pos Pestan dan melanjutkan perjalanan ke puncak tanpa barang bawaan yang berat,
namun kami memutuskan untuk terus berjalan dan mencari tempat berkemah di atas
karena memang jarak yang masih jauh dari puncak.
Rute Selanjutnya:
Utara:
Utara:
Rute menanjak terjal dari pos Pestan menuju pos
selanjutnya. Kondisi jalan bagaikan melewati padang gurun gersang di awal –
awal langkah. Sementara itu pemandangan terbuka tersaji di sisi utara yang mana
gunung Sindoro seakan terbang di atas awan bersandingan dengan matahari siang
yang panasnya Naudzubillah. Jauh
memandang ke arah barat puncak tertinggi Jawa Tengah terlihat begitu kecil
dengan awan di sekitarnya; entah apa ES bisa ke sana suatu saat nanti.
Pemandangan di sebelah timur masih terhalang oleh punggungan gunung Sumbing dan
di arah selatan puncak gunung Sumbing terlihat begitu dekat; dekat di mata
namun jauh di kaki.
Batu-batu:
Rute selanjutnya berubah menjadi penuh dengan
bebatuan yang berukuran kecil sedang. Rute bebatuan bukan berarti seperti
lereng gunung berapi, banyak batu yang tetancap cukup kuat di tanah sehingga
bisa dijadikan pijakan. Rute tanah pun masih cukup lebar sehingga masih cukup
mudah untuk ditapaki, walaupun tanjakan masih terjal. Kami tiba di pos selanjutnya
yaitu pos Pasar Watu sekitar pukul 16.30 WIB. Cahaya matahari yang semakin
condong ke arah barat mulai memancarkan cahaya oranyenya, membuat pemandangan
semakin indah dengan kombinasi warna oranye, biru langit, serta putihnya awan.
Hanya sebentar saja kami beristirahat di pos Pasar Watu sebelum akhirnya
kembali berjalan mengambil jalan menurun ke arah kiri yang merupakan rute
menuju pos selanjutnya.
Pasar Watu:
Belok Kiri:
Tepi Jurang:
Utara Lagi:
Rute yang kami lalui setelah pos Pasar Watu
sempat menanjak terjal dan cukup membahayakan karena jurang yang dalam siap
menyambut kami apabila sampai terjatuh. Tanjakan terjal tersebut tidak terlalu
panjang, namun tetap saja butuh konsentrasi yang tinggi untuk melaluinya.
Setelah tanjakan terjal rute berubah menjadi penuh bebatuan sehingga cukup
sedikit menyulitkan langkah kaki. Sekitar pukul 17.00 WIB kami tiba di pos Watu
Kotak yang merupakan pos terakhir di gunung Sumbing sebelum puncak via Garung.
Pos terakhir bukan berarti jalan ke puncak tinggal sedikit lagi, masih butuh
sekitar 2 jam untuk sampai ke kawasan puncak.
Kawasan Watu Kotak:
Langit Sore:
Kami berhenti di pos Watu Kotak untuk
menyaksikan matahari yang terbenam di kaki langit sebelah barat. Sayang sekali
momen matahari terbenam hanya bisa diabadikan lewat ingatan kami karena kamera
pinjaman yang ES bawa tiba – tiba tidak bisa menyala. Tentu saja kecewa dan
juga khawatir karena selain tidak bisa mengabadikan momen, jika kamera tersebut
tidak bisa diperbaiki maka ES harus menukarnya seharga sekitar Rp 3.000.000,00
padahal ES sedang menginginkan kamera tanpa harus meminjam. Beruntung karena JW
membawa smartphone yang bisa
digunakan untuk memotret dan hasilnya juga bagus.
Senja Sindoro:
Kedua kaki kami mulai melangkah
kembali saat hari mulai gelap usai kami selesai menjalankan ibadah shalat
maghrib. Senter harus kami keluarkan untuk menerangi jalan. Sebenarnya terus
melanjutkan perjalanan ke atas setelah pos Watu Kotak adalah sebuah pertaruhan
karena sepengetahuan ES tidak ada camp
area di atas pos Watu Kotak, namun entah mengapa ES merasa bahwa pasti ada
tempat berkemah di atas sehingga kami tetap melanjutkan perjalanan. Kami
bertemu dengan dua orang pendaki lain yang terpisah asal Boyolali saat
perjalanan menuju puncak. Keadaan mereka baik – baik saja namun penerangan yang
mereka bawa tidak cukup terang untuk menerangi jalan sehingga untuk beberapa
saat kami berjalan bersama dengan mereka.
Sekitar pukul 20.00 WIB
kami sampai ke percabangan menuju puncak kawah dan puncak buntu. Kami berpisah
dengan dua pendaki tersebut di sini karena teman – teman mereka berada di
puncak kawah sementara tujuan kami adalah puncak Buntu. Tak lama kemudian kami
sampai di puncak buntu gunung Sumbing, namun bukan berarti kami sudah
sepenuhnya lega karena tempat untuk mendirikan tenda belum ada. Kondisi puncak
buntu sempit dan penuh batu sehingga mustahil untuk mendirikan tenda. ES
kemudian berinisiatif untuk mencari tempat berkemah di sisi timur puncak Buntu.
Entah mengapa ES merasa bahwa pasti ada tempat untuk mendirikan tenda di sana,
walaupun entah apa yang ada di depan nanti; bisa saja malah jurang menganga
lebar yang ES temukan. Pertaruhan terbesar adalah kami harus tidur di tempat
terbuka jika sampai tidak ada tempat untuk mendirikan tenda, namun syukur Alhamdulillah karena akhirnya ES
menemukan sebuah tanah datar yang cukup untuk dua tenda di bawah sebuah batu
besar di sebelah timur puncak buntu. Jadilah ES memanggil JW dengan teriakan
yang cukup keras sekaligus mengingatkannya untuk berhati – hati saat turun
karena jalannya cukup curam. Langsung saja kami mendirikan tenda begitu JW
sampai kemudian dilanjutkan dengan makan malam denga roti plus Energen dan akhirnya dilanjutkan
dengan tidur malam.
THE REAL SUMMIT
Puncak Sumbing; 3371 Mdpl
Camp:
Akhirnya kami sepenuhnya terbangun pada pukul
07.00 WIB. Cukup parah bagi pendaki yang biasanya bangun di pagi haru untuk
menikmati matahari terbit. Bagi kami mencapai puncak sudah merupakan karunia
yang lebih dari cukup dari Allah SWT. Langsung saja kami naik ke puncak buntu
lagi dengan membawa perlengkapan dokumentasi saja karena jarak yang dekat dengan
tempat kemah kami.
Puncak:
Puncak:
Puncak:
Puncak:
Narsis Seg:
Cuaca sangat cerah pagi itu, ini adalah pertama
kalinya ES berdiri di atas puncak gunung Sumbing dengan langit yang seakan
menyambut ES dengan senyuman. Birunya langit di atas gunung Sumbing seolah
tampak dekat sekali dengan kedua mata ini. Memandang ke sebelah utara nampak
gunung Sindoro berdiri tegak dengan puncak datarnya yang sesekali mengeluarkan
asap belerang. Jauh di sisi barat tampak dengan jelas gunung Slamet dengan
puncak yang datar memanjang; saat memandangnya dari kejauhan hati ini selalu
berdoa kepada Allah SWT agar status gunung Slamet segera turun ke level normal
sehingga ES bisa mengunjungi puncak tertinggi Jawa Tengah tersebut. Memandang
ke kaki langit sebelah timur tampak jajaran gunung Merapi, Merbabu, Andong,
Telomoyo, dan Telomoyo berbaris segaris lurus. Sementara di sebelah selatan
kawah atif gunung Sumbing yang terletak di dasar kaldera besar dan juga Segara
Wedi yang merupakan kawah mati. Memang puncak tertinggi gunung Sumbing bukanlah
tempat yang kami pijak sekarang, namun kami sudah cukup puas dan lega bisa
menikmati cuaca cerah di puncak buntu ini.
Segara Wedi:
Narsis Maneh:
Keadaan juga sangat sepi; entah mengapa pendaki – pendaki yang kami temui di Pestan kemarin tidak sampai ke puncak. Mungkin karena medan pendakian gunung Sumbing yang berat. Puncak tertinggi gunung Sumbing adalah puncak Rajawali yang berada di sisi barat daya kaldera. Rumor bahwa untuk mencapainya harus memanjat tebing dengan tali.
TURUN GUNUNG
Setelah puas berfoto dan
menikmati suasana puncak kami turun sekitar pukul 10.00 WIB. Kami turun
sesegera mungkin dengan estimasi waktu 6 jam untuk sampai ke base camp Garung.
Cukup cepat kami berjalan karena pada pukul 13.00 WIB kami sudah sampai di pos
Pestan untuk beristirahat di pos yang merupakan setengah perjalanan gunung
Sumbing ini. Hanya sekitar 15 menit kami beristirahat di pos Pestan karena kami
segera berjalan lagi. Jalur yang kami ambil untuk turun adalah jalur lama
supaya pendakian yang kami lakukan bervariasi. Ternyata untuk turun lewat jalur
lama tidaklah mudah terutama saat menuruni bukit Genus yang letaknya di bawah
pos Sedupak Roto. Rute tersebut selain curam dan panjang juga sangat berdebu;
tiap langkah kaki kami seakan menimbulkan badai pasir yang tebal, padahal kami
sudah berusaha untuk tidak menyeret langkah guna meminimalkan debu yang
dihasilkan. Rute kejam tersebut berakhir di pos Engkol – engkolan, di sana kami
bertemu dengan satu tim pendaki yang mana kami langsung menyarankan mereka
untuk mempersiapkan fisik dan mental mereka menghadapi tanjakan di depan yang
baru saja kami lewati. Hmm, untuk turun saja susah, apa lagi saat naik; itulah
yang ES katakan dalam hati saat itu.
Nemu di Perjalanan Turun
Akhirnya kami tiba di base camp Garung sekitar
pukul 15.00 WIB karena dari pos I sampai base camp via jalur lama kami
menggunakan jasa ojek untuk menghemat waktu. Tarif ojek tersebut sayang sekali
sudah menghilang dari ingatan ES saat catatan perjalanan ini dibuat. Kami tak
banyak membuang waktu di sini dan segera bergegas kembali ke Yogyakarta setelah
selesai melapor.
EPILOGUE
Alhamdulillah karena akhirnya kami berhasil kembali pulang ke
Yogyakarta pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB walaupun motor yang kami
kendarai sempat mengelami kebocoran ban belakang sehingga harus ditambal di
daerah Jalan Monumen Jogja Kembali. Beruntung karena yang penting kami tetap
selamat, walaupun tentunya lelah.
Bochorrr:
Kisah pendakian ke gunung Sumbing kali ini pun
telah usai. Sebuah kisah pendakian ke-4 di tahun 2015 yang telah terlaksana
usai lebaran ini telah memberikan banyak pelajaran. Entah apapun itu yang jelas
sebuah keyakinan besar dalam hati menyatakan bahwa akan ada berjuta manfaat
yang akan diperoleh jiwa dan raga dari kisah pendakian yang telah usai ini.
Yah, yang jelas perjalanan menggapai angkasa di tahun 2015 ini belumlah
selesai; semoga saja......
Posting Komentar
Posting Komentar