Konten [Tampil]
PRASASTI MENUJU “BUMI
BANYUMAS”
PROLOGUE
Tahun mulai memasuki
angka 2015. Sebuah permulaan dari sebuah siklus periode waktu yang akan
berlangsung selama 12 bulan. Setiap tahun pasti punya cerita masing – masing
bagi tiap – tiap individu di dunia ini.
Setelah cerita tentang
pendakian ES (Entry Starter) tahun 2014 di postingan sebelumnya, postingan kali
ini juga berisi tentang sebuah cerita yang terjadi di tahun 2014. Sama dengan
postingan sebelumnya yang berisi tentang kisah petualangan, namun bedanya kali
ini bukanlah kisah petualangan pendakian, melainkan kisah travelling yang ES
alami bersama teman – teman Prasasti UGM.
Prasasti UGM adalah singkatan dari Pradangga Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada yang merupakan tim karawitan dari mahasiswa Sastra Inggris di UGM. Memang belum ada postingan khusus mengenai komunitas yang ES ikuti tersebut. InsyaAllah postingan spesifik mengenai Prasasti UGM akan ada di postingan – postingan selanjutnya.
Kali ini yang akan ES
ceritakan bukanlah cerita mengenai kegiatan Prasasti bermain gamelan, namun
cerita kali ini adalah saat kami melakukan kunjungan ke daerah Purbalingga dan
Purwokerto; Jawa Tengah. Langsung saja cerita ini dimulai.
YOGYAKARTA NAN MURAM
Pagi itu hari Minggu tanggal 16 Februari 2014.
Matahari pagi seolah enggan menampakkan dirinya. Kondisi kota Yogyakarta saat
itu tidak seperti biasanya yang penuh warna, kota yang sempat menjadi ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia itu seakan muram. Bukan karena mendung pekat
yang menggantung di langit kota pelajar, namun sebagai akibat dari erupsi
gunung Kelud yang secara tidak terduga abunya cukup tebal menyelimuti
Yogyakarta.
Pagi itu pula sekelompok pemuda dan pemudi
berkumpul di suatu tempat di daerah Sendawa, Yogyakarta yang terletak di
sebelah kampus Universitas Gadjah Mada. Perkumpulan mereka bukanlah untuk
membentuk suatu aliran sesat, namun adalah untuk persiapan mengadakan
perjalanan yang akan diadakan hari itu juga. Seperti yang sudah dijelaskan di
bagian prolog tadi, mereka adalah rombongan tim karawitan Prasasti UGM yang
akan mengadakan perjalanan ke daerah Banyumas yang meliputi Purbalingga.
Total dari seluruh anggota tim saat itu ada 10
orang; mereka tentu saja adalah ES bersama 9 teman yaitu:
0. Anggara W.P (ES)
1. Bagas M D
2. Y D Andri K
3. S Haryo “Boyo” W
4. Jaka A E W
5. Desta P A (Tuan
rumah di Purbalingga)
6. A D Putri
7. Alvanita “Alva”
8. Ratna Setyowati
9. Tamu spesial dari
United States of America; mbak Julie
JOURNEY TO THE WEST
Kami mulai berangkat ada
waktu yang hampir bersamaan dengan diputarnya acara Doraemon di RCTI. Sebagai
tambahan informasi tempat kami berkumpul adalah di kediaman mbak Julie. Kami
berangkat dengan menggunakan 5 motor karena memang pas untuk dibagi 2 – 2.
Pembagiannya adalah ES dengan Ratna, Andri dengan Putri, Desta dengan Bagas, Boyo
dengan Alva, dan Jaka dengan mbak Julie. (CMIIW yo gan, wis lali soale.. wkwk)
Kami mengawali perjalanan dengan melewati Jalan
Monjali lurus ke utara, tetap terus melaju lurus ke utara setelah melewati
perempatan Ringroad, sampai pada akhirnya pada lampu merah pertama yang kami
temui setelah ringroad tadi kami belok kiri ke arah barat sampat bertemu jalan
Magelang yang menghubungkan Yogyakarta dengan Magelang. Kami bergerak ke arah
Magelang menyusuri jalan tersebut hingga akhirnya kami meninggalkan provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, hanya saja tidak sampai ke kota Magelang karena
setelah kami sampai di sebuah pertigaan yang mana jika belok kiri adalah arah
menuju Borobudur, kami berbelok arah ke kiri.
Bersamaan dengan berbeloknya kami ke arah kiri
(barat), menandakan bahwa kami mulai meninggalkan jalan utama. Jalan yang kami
lalui adalah jalan alternatif melewati selatan gunung Sumbing yang pada
akhirnya sampai di pertigaan Kreteg di kabupaten Wonosobo; rute yang sama
apabila melewati jalan utama Magelang – Temanggung – Wonosobo, namun kali ini
kami memilih rute jalan alternatif tersebut. Kami sempat berhenti untuk makan
sekitar pukul 11.00 WIB di warung mie ayam “Silir” yang terletak di daerah
Kepil, Wonosobo. “Silir” nya adalah warung makan mie ayam, bukan yang lain hlo
(IYKWIM).
Silir:
Silir:
Silir:
Jalannya:
Perjalanan kami berlanjut, usai melewati jalan
yang berliku kami mulai sampai di daerah Kreteg; Wonosobo. Perjalanan
berlangsung lancar walaupun sering kali motor ES agak melambat saat melewati
jalan yang agak menanjak dikarenakan bawaan di belakang yang beratnya mencapai
50 Kg. Saat sampai di daerah Kreteg ES dan Ratna sempat tertinggal dari
rombongan dikarenakan harus mengambil HP milik Putri yang terjatuh, dan karena
si empu nya tidak mengetahui maka kami berdua sepakat untuk menyembunyikannya
terlebih dahulu sampai tiba di Purbalingga nanti (jahil banget yo).
Beruntung karena rombongan yang dipimpin Desta
menunggui kami berdua karena ternyata perjalanan kami tidak melewati kota
Wonosobo, melainkan dari daerah Kreteg kami berbelok ke arah barat; tidak
melewati jalan utama yang melewati kota Wonosobo. Desta selaku pemimpin
rombongan menjelaskan bahwa jalan tersebut merupakan jalan pintas dan lebih
sepi. Ternyata benar, jalan yang kami lalui cukup sepi sehingga kami dapat
menikmati perjalanan, ditambah pemandangan sawah hijau di kanan dan kiri jalan
semakin memanjakan kedua mata kami, seakan mengusir rasa lelah kami setelah
menempuh perjalanan dari Yogyakarta – Wonosobo. Jalan alternatif tersebut
berakhir saat kami menjumpai jalan utama lagi yang menghubungkan Kabupaten
Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara.
Kami terus melaju mengikuti jalan tersebut ke
arah barat. Sekitar pukul 12.45 WIB kami berhenti lagi di pom bensin yang mana
selain untuk mengisi ulang bahan bakar motor juga berhenti untuk melakukan
kewajiban shalat Dzuhur yang dijamak dengan Ashar untuk kami yang beragama
Islam. Saat berhenti ES teringat akan sebuah keinginan pribadi untuk membeli
koran Tribun Jogja untuk mengetahui perkembangan berita terutama di lingkup
Jawa Tengah dan DIY, namun baru beberapa langkah untuk membeli koran ES
tersadar bahwa lokasi saat ini adalah di Wonosobo, bukan Yogyakarta (genius
tenan).
Pom bensin:
Mushola:
Rest:
Perjalanan berlanjut tak lama kemudian, akhirnya
kami tiba di kabupaten Banjarnegara. Terus saja kami melaju ke arah barat. Sungai
Serayu dan beberapa bekas jalur kereta api di sepanjang jalan merupakan
pemandangan yang menghiasi kedua mata ini sampai akhirnya kami sampai di kota
Banjarnegara. Sadar bahwa kami sedang berada di daerah Banjarnegara membuat
kami teringat akan rekan kami yang merupakan warga Banjarnegara yaitu Dian K D
A.K.A Bosu dan tentu saja bos besar Prasasti sepanjang masa; Don Mulana “Malik”
S P S.s.
Don Malik:
“Terus melaju ke barat akan membawa kami ke
Purbalingga”. Begitulah kesimpulan sementara yang kami dapatkan dari melihat
papan petunjuk jalan. Saat kami mengira perjalanan akan terus saja melewati
jalan utama, tiba – tiba Desta mengajak kami untuk berbelok ke arah kanan
(utara) setelah melewati waduk Mrican, menurutnya jalan tersebut akan lebih
cepat sampai ke rumahnya. Jalan tersebut melewati daerah di sekitar waduk
Mrican, berkelok, dan melewati daerah pedesaan sampai kami tidak tahu ke arah
mana jalan yang kami lalui tersebut; hanya mengandalkan Desta yang merupakan
pemimpin rombongan sambil berusaha jangan sampai tertinggal. Kami menjumpai
sesuatu yang sedang fenomenal saat itu ketika melewati jalan tersebut; fenomena
cabe – cabean yang gaya naik motor mereka ah sudahlah...
Samping waduk Mrican:
Gerbang waduk Mrican:
Perjalanan ini:
Cabe - cabean HOT no sensor:
Saat matahari mulai condong ke arah barat
sekitar pukul 15.30 WIB, kami akhirnya tiba di tujuan pertama kami yaitu rumah
Desta. Alhamdulillah karena kami berhasil sampai di sini dengan selamat sentosa
setelah melalui perjalanan panjang dari kota Yogyakarta pada pagi harinya.
Tentu saja melepas lelah adalah hal yang kami lakukan begitu sampai. Pihak
keluarga dari Desta pun menyambut kami denga keramahan khas Banyumas, dan base
camp kami yang akan menjadi tempat kami menginap adalah di sebelah timur dari
rumahnya. Kami fokus untuk beristirahat karena pada keesokan harinya perjalanan
panjang akan menanti kami kembali. Saat baru sampai ES dan Ratna mengembalikan
HP milik Putri yang mana ekspresi wajahnya sudah pasrah jika HP nya harus
menghilang untuk selamanya.
MENJELAJAH BUMI BANYUMAS
depan rumah Desta P A
Keesokan harinya yaitu tanggal 17 Februari 2014,
petualangan baru menanti pada hari ini seiring terbitnya matahari dari arah
timur. Agenda kami kali ini adalah menjelajah bumi Banyumas. Sekitar pukul
09.00 WIB kami sudah bersiap untuk mengadakan perjalanan setelah sebelumnya
sarapan pagi terlebih dahulu yang telah disediakan oleh tuan rumah. Pokoke
joss...! Pagi itu pula salah satu anggota tim ekspedisi yaitu Jaka kembali ke
Yogyakarta karena ada suatu urusan. Sehingga pembagian tim pun mengalami
perubahan; ES tetap dengan Ratna, Boyo dengan mbak Julie, Andri dengan Alva,
Bagas dengan Putri, sementara Desta sendirian sekaligus memimpin kembali
rombongan.
Tujuan pertama kami adalah menuju rumah dinas bupati Purbalingga yang letaknya di kota Purbalingga. Ternyata tidak begitu jauh jaraknya dari tempat singgah kami karena hanya dalam tempo kurang lebih setengah jam kami sudah tiba di sana. Cuaca pagi itu cukup cerah sehingga saat kami hampir tiba di kota Purbalingga pemandangan di arah barat yaitu atap Jawa Tengah sekaligus puncak tertinggi kedua di Jawa; gunung Slamet terlihat jelas sehingga membuat ES semakin penasaran untuk menyambangi puncaknya. Sayang Slamet tak kunjung sembuh dari batuknya sepanjang tahun 2014, bahkan hingga postingan ini dibuat.
Kami tiba di tujuan pertama kami sekitar pukul 10.00 WIB. Tujuan dari kunjungan kami ke rumah dinas bupati bukanlah untuk beramah tamah dengan bupati Purbalingga, namun untuk mengecek gamelan yang ada di sana sehingga apabila tim Prasasti ingin mengadakan apresiasi di daerah lain maka sudah ada salah satu referensi tempat di mana terdapat gamelan. Usai dirasa cukup menjajal gamelan di rumah dinas bupati Purbalingga kami melanjutkan perjalanan kembali yaitu berkeliling daerah Purbalingga, Kota Purbalingga memang bukanlah sebuah kota metropolitan yang dipenuhi gedung – gedung tinggi, namun suasana kota ini damai, tenteram, dan juga sangat hidup dengan kondisi jalan yang tidak terlalu padat, serta kegiatan sehari - hari masyarakatnya.
Tujuan pertama kami adalah menuju rumah dinas bupati Purbalingga yang letaknya di kota Purbalingga. Ternyata tidak begitu jauh jaraknya dari tempat singgah kami karena hanya dalam tempo kurang lebih setengah jam kami sudah tiba di sana. Cuaca pagi itu cukup cerah sehingga saat kami hampir tiba di kota Purbalingga pemandangan di arah barat yaitu atap Jawa Tengah sekaligus puncak tertinggi kedua di Jawa; gunung Slamet terlihat jelas sehingga membuat ES semakin penasaran untuk menyambangi puncaknya. Sayang Slamet tak kunjung sembuh dari batuknya sepanjang tahun 2014, bahkan hingga postingan ini dibuat.
Kami tiba di tujuan pertama kami sekitar pukul 10.00 WIB. Tujuan dari kunjungan kami ke rumah dinas bupati bukanlah untuk beramah tamah dengan bupati Purbalingga, namun untuk mengecek gamelan yang ada di sana sehingga apabila tim Prasasti ingin mengadakan apresiasi di daerah lain maka sudah ada salah satu referensi tempat di mana terdapat gamelan. Usai dirasa cukup menjajal gamelan di rumah dinas bupati Purbalingga kami melanjutkan perjalanan kembali yaitu berkeliling daerah Purbalingga, Kota Purbalingga memang bukanlah sebuah kota metropolitan yang dipenuhi gedung – gedung tinggi, namun suasana kota ini damai, tenteram, dan juga sangat hidup dengan kondisi jalan yang tidak terlalu padat, serta kegiatan sehari - hari masyarakatnya.
Uji coba gamelan:
Uji coba Gamelan:
Uji coba gamelan:
Tempat tujuan kami di Purbalingga meliputi
stadion GoentoerDarjono, markas tim
kebanggaan masyarakat Purbalingga; Persibangga (Persatuan Sepak Bola
Purbalingga). Saat berada di tengah perjalanan ES sempat berdiskusi dengan
Desta mengenai gerbang pendakian ke gunung Slamet yang terletak di Bambangan
dikarenakan penasarannya ES dengan pendakian ke atap Jawa Tengah tersebut.
Sebenarnya ini hanyalah sekedar pertanyaan ES saja, namun ternyata hal ini
menjadi awal dari sebuah perjalanan baru yang tidak disangka – sangka.
Persibangga:
Perjalanan selanjutnya merupakan perjalanan yang
tidak kami sangka – sangka seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya tadi.
Ternyata Desta membawa kami ke daerah Bobotsari kemudian berbelok ke arah kiri
(timur) menuju lereng gunung Slamet. Sebelumnya seluruh rombongan termasuh ES
tidak menyangka bahwa Desta benar – benar akan membawa kami ke sini,
penjelasannya ialah ia hanya memenuhi rasa penasaran ES dengan cara melewatkan
rombongan di daerah sekitar gunung Slamet. Yah, mau bagaimana lagi karena kami
sudah sampai di sini. Sisi positifnya ialah perjalanan kami suasana alam
pegunungan yang sejuk dan asri membuat kami bisa sangat menikmati perjalanan
bahkan rasa lelah seakan enggan untuk hinggap.
Turut gunung:
Turut gunung:
Tepi jalan:
Bagas & Putri:
Turut gunung:
Turut gunung:
Kami berhenti di sebuah pertigaan ke arah kiri
dengan warung di pinggir jalan untuk beristirahat dan menikmati suasana
sebentar sekaligus membeli makanan dan minuman ringan di warung tersebut.
Setelah puas beristirahat, berfoto, dan menikmati suasana kami pun siap untuk
melanjutkan perjalanan kembali, namun sebelumnya kami berdiskusi terlebih
dahulu mengenai rute yang akan kami ambil selanjutnya apakah terus ke Bambangan
atau belok kiri di pertigaan tersebut. Penjelasan dari Desta ialah jika
mengambil arah belok kiri di pertigaan tersebut maka nantinya kami akan tiba di
daerah wisata Baturraden dan kota Purwokerto. Kami akhirnya sepakat untuk
mengambil rute belok kiri tersebut walaupun sebenarnya dari seluruh rombongan
belum ada yang pernah melewati jalan tersebut termasuk tuan rumahnya. Justru
sebenarnya hal seperti ini yang membuat perjalanan menjadi lebih greget.
Sebelum belok:
Perjalanan dilanjutkan dengan melalui rute
lereng selatan gunung Slamet tersebut yang ternyata merupakan kawasan wisata.
Jalur yang kami lalui benar – benar lepas dari peradaban yang mana di kanan dan
kiri kami hanya berupa hutan. Sementara sesekali puncak tertinggi ke dua di
Jawa terlihat dari celah kabut yang sejak siang menyelimuti kawasan puncak.
Jalan yang kami lewati cukup mulus di awal – awal, namun berkelok sehingga
tidak menyulitkan kami walaupun jalan tersebut berada di tengah hutan. Semuanya
berubah saat kami sudah cukup jauh melaju karena jalanan tempat kami lewat tak
lagi mulus, bahkan semakin jauh kami melaju jalanan seakan berubah menjadi
sungai kering yang mana aspal sudah mengelupas sehingga penuh lubang dan batu. Cukup
sulit melewat rute tersebut karena kami harus memilih sisi jalan yang
kondisinya cukup baik walaupun sebenarnya tidak ada yang baik. Kami berhenti
untuk kembali beristirahat usai perjalanan yang penuh guncangan saat sampai di
sebuah jembatan.
Lereng Slamet:
Lereng Slamet:
Hutan:
Hutan:
Jalan:
Jembatan:
Kali:
Mandeg:
Pose doloe. Thanks yo Ndri
Mbak Julie, Alva, Ratna, Putri, Boyo, Bagas, Desta, Ane
Mbak Julie, Alva, Ratna, Putri, Boyo, Bagas, Desta, Ane
Lanjut:
Kami akhirnya melaju kembali. Beruntung karena
kondisi jalan setelah tempat kami beristirahat tadi tidak lagi rusak parah,
walaupun kondisinya masih tetap belum baik. Akhirnya kami sampai kembali di
peradaban yaitu daerah obyek wisata Baturraden yang terletak di kabupaten
Banyumas, sebelah utara kota Purwokerto. Sesampainya di Baturraden kami sempat
berhenti sebentar saja untuk menikmati suasana dan mengabadikan momen tersebut.
Terus mengikuti jalan kami pun keluar dari area hutan dan tiba di jalan utama
yang menghubungkan Purwokerto dengan Baturraden. Kami mampir sebentar di sebuah
masjid di pinggir jalan untuk menunaikan shalat Dzuhur, setelah itu kami melaju
ke arah selatan menuju kota Purwokerto.
Baturraden
Pose:
Mandeg maning:
Beberapa saat kemudian akhirnya kami tiba di
kota Purwokerto; ibu kota dari kabupaten Banyumas sekitar pukul 14.00 WIB. Kota
ini cukup besar, walaupun tanpa gedung – gedung tinggi namun kondisi jalan
cukup ramai dengan kegiatan sehari – hari masyarakatnya. Saat kami sampai di
Universitas Jenderal Sudirman yang terletak di tengah – tengah kota Purwokerto
kami menghubungi salah satu teman dari anggota Prasasti yang berdomisili di
Purwokerto yaitu R Agil B untuk mampir mumpung kami sedang berada di kotanya.
Setelah kami berhasil menghubunginya, ia mengarahkan kami ke tempat yang akan menjadi titik temu yang kemudian setelah sampai ia akan mengantarkan kami ke rumahnya. Kami langsung menuju ke tempat yang sudah ditunjukkan oleh Agil sambil bertanya – tanya mengenai tempat tersebut kepada warga kota yang kami temui di jalan. Akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan, di sana Agil sudah menunggu kami walaupun sempat saling mencari dan kami pun mengikutinya menuju kediamannya.
Purwokerto's Landmark
Setelah kami berhasil menghubunginya, ia mengarahkan kami ke tempat yang akan menjadi titik temu yang kemudian setelah sampai ia akan mengantarkan kami ke rumahnya. Kami langsung menuju ke tempat yang sudah ditunjukkan oleh Agil sambil bertanya – tanya mengenai tempat tersebut kepada warga kota yang kami temui di jalan. Akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan, di sana Agil sudah menunggu kami walaupun sempat saling mencari dan kami pun mengikutinya menuju kediamannya.
Bakso + teh botol
Agil's house:
Sekitar pukul 14.30 WIB
kami sampai di rumah Agil. Alhamdulillah sekali karena sambutan pihak tuan rumah
sangatlah cetar membahana dengan bakso dan teh botol. Pokoke matur suwun sanget
kangge Agil sekeluwargi. Kami singgah di rumah Agil hingga sore dengan
beristirahat dan bercerita mengenai masa lalu fakultas kami; Fakultas Ilmu
Budaya UGM sekitar tahun 2009 sampai 2010 silam.
Kami mulai bersiap untuk
kembali ke Purbalingga sekitar pukul 17.00 WIB. Tentu saja terlebih dahulu kami
berpamitan sekaligus berterima kasih kepada pihak tuan rumah sebelum bertolak
kembali ke Purbalingga. Sebelum kembali kami mampir terlebih dahulu di alun –
alun Purwokerto untuk menikmati suasana malam kota Purwokerto dengan ditemani
Agil sebagai tuan rumah yang berdomisili di Purwokerto. Suasana menjadi semakin
hangat dengan adanya wedang ronde yang dijual di sekitar alun – alun. Sekitar
pukul 19.00 WIB kami akhirnya kembali ke Purbalingga, tentu saja kami berpisah
dengan Agil di sini karena ia kembali ke rumahnya.
Alun - alun Purwokerto; Ratna, mbak Julie, Agil, Alva:
Alun - alun Purwokero; Putri, Desta, Bagas:
Hanya sekitar 45 menit kemudian kami sudah tiba
kembali ke kota Purbalingga yang mana jaraknya tidak jauh dari Purwokerto. Beberapa
rombongan termasuk ES berhenti terlebih dahulu di tengah perjalanan pulang
untuk membeli sesuatu untuk sebuah misi keesokan harinya.
Akhirnya kami tiba kembali di rumah Desta
sekitar pukul 20.30 WIB setelah perjalanan panjang selama hampir 12 jam
lamanya. Tentu saja istirahat adalah tujuan kami begitu sampai karena pada
keesokan harinya masih ada lagi perjalanan yang menanti kami sehingga
dibutuhkan kembali stamina yang cukup prima.
HAPPY BIRTHDAY MBAK JULIE
Pagi di hari
selanjutnya diawali oleh sebuah misi rahasia yang sudah dipersiapkan sejak
malam sebelumnya. Hari itu ternyata bertepatan dengan ulang tahun mbak Julie
sehingga kami merayakannya, walaupun dengan perayaan yang sederhana. Kejadian
ini sekaligus menjawab teka – teki “sesuatu” yang dibeli pada malam sebelumnya.
Sesuatu itu adalah sebuah kue ulang tahun sederhana namun spesial untuk mbak
Julie.
Happy birthday mbak Julie:
Memang perayaan ulang tahun mbak Julie saat itu
hanya sederhana saja dan hanya oleh mereka yang saat itu berada di sana.
Peserta hanya bertambah 1 orang yaitu ibu dari Desta sebagai tuan rumah yang
menyempatkan diri sebelum berangkat mengajar. Satu hal yang terpenting pada
acara ini tentu saja adalah doa, seiring dengan bertambahnya usia mbak Julie
semoga Tuhan akan selalu memberkatinya selalu; tentu saja itu adalah doa yang kami semua
panjatkan saat itu.
BACK TO JOGJA
Mulai persiapan balik
Agenda pada hari ini
sebenarnya adalah kembali lagi ke Yogyakarta. Kami mulai bersiap – siap sejak
pagi tentunya, bukan hanya berkemas tapi juga membersihkan ruangan – ruangan yang
sempat kami jajah selama dua malam kemarin. Mungkin hal ini masih sangatlah
kurang untuk membalas kebaikan pihak tuan rumah yang sangat baik dalam
menyambut kami.
Isi logistik doloe
Sekitar pukul 10.00 WIB
kami mulai melaju setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih sekaligus
permintaan maaf karena telah merepotkan pihak tuan rumah. Perjalanan pulang
kali ini kami tidak lagi bersama Desta karena ia akan kembali ke Yogyakarta
pada sore harinya dengan menggunakan kendaraan umum, jadilah ES yang berada di
depan. Kami menempuh arah yang berbeda pada perjalanan pulang kali ini karena
kami memilih untuk melewati jalan utama dengan tujuan agar tidak jenuh.
Perjalanan panjang menanti
Kami mengambil rute melewati kota Purbalingga,
mengikuti jalan utama ke arah selatan. Saat sampai di pertigaan Klampok, kami
tak lagi mengikuti jalan ke arah selatan karena jalan tersebut mengarah ke
Cilacap, kami berbelok kiri mengikuti jalan utama Purbalingga – Banjarnegara.
Kondisi jalan cukup baik walaupun tidak terlalu lebar, kami melaluinya dengan
kecepatan sedang sembari menikmati perjalanan. Rute mulai tidak asing lagi
saetelah kami melewati pertigaan di sebelah timur waduk Mrican karena pada saat
berangkat kami juga melewati jalan ini.
Perbatasan Banjarnegara - Wonosobo
Perbedaan rute setelahnya ialah dengan melewati
kota Wonosobo yang mana pada saat berangkat kami tidak melewatinya, melainkan
lewat jalan alternatif yang nantinya akan sampai di pertigaan Kreteg.
Sebenarnya rute melalui kota Wonosobo yang kami lalui sama juga akan sampai di
pertigaan Kreteg, namun kami lagi – lagi mengambil rute yang berbeda karena
kali ini kami mengambil jalan Wonosobo – Temanggung yang berada di antara
gunung Sumbing dan Sindoro sehingga menyajikan suasana dan pemandangan yang
nyaman.
Jalur Wonosobo - Temanggung
Sesampainya di daerah Kledung yang menjadi titik
tertinggi jalan lintas Wonosobo – Temanggung tersebut kami berhenti di sebuah
masjid yang letaknya di utara jalan; berdekatan dengan pos pendakian gunung
Sindoro. Kami beristirahat terlebih dahulu di sini sembari menjalankan
kewajiban shalat Dzuhur dan juga makan di warung di pinggir jalan. Semuanya
berjalan lancar sampai di sini, sampai semua berawal dari berita yang
mengejutkan.
Istirahat di masjid:
View:
View:
Saat beristirahat di masjid kami mendapat informasi
bahwa ada razia oleh pihak kepolisian yang diadakan di depan. Awalnya kami
tenang saja mendengarnya, akan tetapi salah satu teman kami yaitu Andri
mendadak panik karena ternyata ia tidak membawa STNK motornya. Setelah sempat
berdiskusi akhirnya kami bertekad untuk mengambil resiko, yaitu tetap melaju
sambil berharap razia tersebut sudah selesai. Sayangnya harapan tersebut
tinggalah harapan karena di depan petugas kepolisian sudah berjaga di pinggir
jalan sehingga kami termasuk Andri harus berhenti dan menunjukkan SIM serta
STNK kami. Sungguh apes nasibmu Ndri, tau sendiri lah apa yang terjadi.
Razia Motor
Kami terus melaju dan menganggap bahwa yang
sebelumnya merupakan bumbu agar perjalanan ini semakin berasa. Mungkin Allah
SWT memang terlalu baik sehingga Dia memberikan bumbu tambahan pada kami yang
membuat perjalanan ini semakin terasa. Kali ini yang menerima bumbu tersebut
adalah ES dan kuda besinya. Mendekati kota Temanggung tiba – ban motor ES
terasa oleng. Kesimpulan pertama ialah terjadi kebocoran pada ban, akan tetapi
saat motor tersebut dibawa ke bengkel ternyata yang terjadi ialah velg tidak
lagi bundar bahkan ruji velg tersebut patah satu. (Imbas dari pembonceng yang mencapai
50 KG mungkin). Beruntung karena letak kami saat itu tidaklah jauh dari kota
Temanggung sehingga kami dapat cepat menemukan bengkel untuk mengentheng velg motor yang bengkong
tersebut sehingga bisa bundar kembali.
Servis Velg
Kejadian – kejadian tersebut
benar – benar memakan waktu perjalanan kami, tapi sisi positifnya ialah kami
menjadi mendapatkan waktu istirahat yang cukup panjang di tengah perjalanan.
Sekitar pukul 16.00 WIB kami mulai melaju melewati kota Temanggung sampai ke
pertigaan Secang. Hujan mulai turun saat kami meninggalkan Temanggung sehingga
jas hujan harus kami kenakan. Kami berbelok ke arah kanan (selatan) saat sampai
di pertigaan Secang, mengikuti jalan tersebut melewati kota Magelang, lurus
terus sampai akhirnya kembali sampai di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Semakin mendekati kota
Yogyakarta kami kembali disambut oleh debu vulkanik yang ternyata masih setia
beterbangan. Padahal kami berharap saat kami pergi ke Purbalingga di Yogyakarta
turun hujan deras sehingga saat kami tiba debu vulkanik sudah tidak
berterbangan lagi. Alhamdulillah karena apapun keadaannya saat itu kami
akhirnya bisa sampai kembali di kediaman mbak Julie sekitar pukul 17.00 WIB
dalam keadaan selamat, sentosa, dan bahagia walaupun cukup lelah juga.
EPILOGUE
Akhirnya perjalanan panjang selama tiga hari dua
malam pun berakhir. Kami sempat berhitung seberapa jauh perjalanan kami kemarin
yang pada akhirnya berada di sekitar 100 kilometer yang mana jaraknya hampir
sama dengan berkendara dari kota Surakarta sampai Jakarta.
Rasa syukur jelas kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami telah diizinkan untuk
mendapatkan pengalaman yang banyak melalui perjalanan yang telah kami tempuh sebelumnya. Tidak lupa
pula kembali kami mengucapkan terima kasih kepada Desta sekeluarga yang telah
menyambut kami dengan sangat luar biasa saat di Purbalingga. Serta kepada teman
– teman seperjalanan yang luar biasa setrong; mungkin perjalanan dengan rute
yang sama bisa diulang, akan tetapi semuanya tidak akan sama jika perjalanan
tersebut dilakukan bersama orang – orang yang berbeda.
Perjalanan panjang tersebut
sebenarnya masih sangatlah dekat apabila dibandingkan dengan luasnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini. Yogyakarta – Banyumas PP masih sangat pantas
jika disebut “hanya” perjalanan yang “masih” dekat. Bagi kami tetap saja hal
tersebut bukanlah masalah; jauh ataupun dekat hal terpenting adalah kami tetap
akan melihat keindahan negeri yang keindahannya tersebar luas entah itu yang
berada jauh di ujung timur sampai ke barat, ataupun keindahan yang ada di
sekitar kami. Semoga suatu saat nanti kami bisa menjelajah keindahan negeri ini
di tempat lain untuk semakin meningkatkan rasa cinta ini padanya dan juga rasa
syukur kepada-Nya yang telah menciptakan negeri ini begitu cantik.
Sampai jumpa di cerita
perjalanan selanjutnya.....
Posting Komentar
Posting Komentar