Konten [Tampil]
Tiga hari setelah
pertengahan bulan Mei; tepatnya tanggal 18 Mei 2014. Beberapa hari sebelumnya
entah mengapa muncul keinginan dari dalam diri saya untuk melakukan sebuah
petualangan yaitu menyapa kembali puncak sang Lawu. Berbeda dari biasanya
karena pada kesempatan kali ini sebuah rencana beberapa hari sebelumnya harus
dibatalkan karena anggota tim pendakian yang membatalkan satu per satu. Namun
entah kenapa saya tidak kuasa bersabar menahan panggilan jiwa untuk melakukan
pendakian; dan akhirnya dengan mamantapkan diri saya ambil keputusan “TETAP
BERANGKAT” walaupun sendirian.
Lawu:
Melakukan pendakian sendirian tentu saja akan berbeda dengan pendakian pada umumnya yang dilakukan secara rombongan. Pendakian seorang diri memerlukan persiapan yang lebih karena satu orang harus membawa segala kebutuhannya sendiri. Persiapan mental juga tidak kalah penting; untuk melakukan sebuah pendakian dengan rombongan saja persiapan tersebut masih termasuk persiapan yang penting, terlebih saat melakukan pendakian seorang diri. Tidak akan ada kawan yang bisa diajak bercanda serta bercerita dalam perjalanan untuk mengurangi kelelahan. Juga harus siap jikalau nanti terjadi apa – apa karena tidak akan ada kawan yang siap menolong.
Pendakian:
Hari itu adalah hari
sabtu, hari yang cukup cerah walaupun pada hari – hari seblumnya hujan masih
sesekali mengguyur. Perjalanan terpaksa baru saya mulai dari kota Yogyakarta
ketika matahari sudah berada di ufuk barat karena suatu kesibukan yang tidak
bisa saya tinggalkan pada siang harinya. Membutuhkan waktu sekitar tiga jam
untuk mencapai gerbang pendakian; kali ini saya berencana melakukan pendakian
melalui jalur Cemoro Kandang yang menurut berbagai sumber adalah jalur
pendakian Lawu yang paling mudah, walaupun sebenarnya ada resiko lebih karena
saya belum pernah mendaki melalui jalur ini terlebih lagi kali ini saya
melakukan pendakian seorang diri.
Cemoro Kandang:
PERJALANAN DIMULAI
Sesampainya di gerbang
pendakian Cemoro Kandang saya langsung mengisi perut dan tenaga terlebih dahulu
di warung sate kelinci khas Tawangmangu setelah melalui perjalanan yang cukup
panjang dari kota Yogyakarta. Udara dingin khas pegunungan sangat terasa saat
itu, terlebih di malam hari. Cukup lama saya beristirahat, waktu sudah
menunjukkan pukul 21.30 WIB saat saya beranjak dari tempat istirahat dan melakukan
persiapan dengan pemanasan selama 10 menit kemudian mengecek kembali
perlengkapan sebelum akhirnya saya berangkat sekitar pukul 22.00 WIB.
Sebenarnya saat itu ada dua orang WNA asal Polandia yang juga akan melakukan
pendakian ke puncak Lawu, namun saya tetap memutuskan untuk berangkat
sendirian.
MENUJU POS II
Rute perjalanan melalui
Cemoro Kandang benar tidaklah terlalu sulit dan menanjak seperti yang telah
tertulis di berbagai sumber internet yang saya baca; namun jalurnya labih jauh
karena jalurnya harus memutar. Ada satu hal yang cukup menyusahkan perjalanan
saya, kondisi jalan ternyata mash cukup licin; terlebih lagi tanah merah basah
yang cukup membuat saya beberapa kali terpleset. Bahkan pernah saya terpleset
dan karena reflek senter saya terbanting kemudian mati sehingga saya sempat
diselimuti oleh kegelapan; namun beruntung senter tersebut mati karena
baterainya terlepas dan setelah saya pasang kembali baterainya senter itu
kembali menyala, walaupun jelas saya harus meraba tanah dalam kegelapan untuk
menemukan baterai yang tercecer. Beruntung saya tidak meraba sesuatu yang aneh
– aneh.
Melakukan perjalanan
seorang diri seolah semakin mendekatkan diri sendiri dengan alam semesta.
Sepanjang perjalanan serasa semua yang berada di sekitar adalah teman walaupun
tidak berwujud manusia melainkan pepohonan, rerumputan, daun, ranting, angin,
awan, serta bintang yang bertaburan di langit, hingga bulan yang menerangi
langit malam dengan terangnya. Malam itu saya merasa sangat dekat sekali dengan
alam, mereka seakan adalah sahabat bagi kedamaian batin saya. Satu hal lagi
yang lebih penting, batin terasa jauh lebih dekat dengan Allah SWT; Tuhan Sang
Pencipta alam raya ini. Sepanjang perjalanan mulut beserta batin senantiasa
berdoa kepada-Nya memohon perlindungan, penjagaan, serta keselamatan selama
perjalanan; puji dan syukur juga sering kali menghiasi mulut sekaligus batin
saat itu karena kebesaran-Nya yang ditunjukkan dari suasana “Perfect Harmony”
hingga panorama alam dari bumi hingga ke langit yang seolah menunjukkan keberadaan-Nya.
Bicara soal persiapan
mental; jelas selain hal – hal yang mendamaikan tadi sempat beberapa kali
terlintas di dalam benak serta hati saya beberapa ketakutan dan juga keparnoan
selama perjalanan. Beberapa kali saya mengingat cerita – cerita horror atau
mitos – mitos mengerikan yang sempat saya baca di internet juga sebelumnya,
entah kenapa mengapa ingatan – ingatan tersebut muncul di saat yang tidak tepat
seperti itu. Hal yang cukup membuat saya sempat terkejut dan membuat langkah
kaki menjadi lebih cepat adalah perjalanan dari pos 1 ke pos 2 di mana saya
mendengar suara seperti teriakan, seperti teriakan manusia; pada awalnya saya
sempat mengira bahwa itu adalah suara pendaki lain yang sudah berada di depan
saya atau berhenti di pos selanjutnya, namun lama kelamaan saya merasa aneh
karena suara teriakan itu terus menerus; mungkin lebih dari sepuluh kali. Entah
suara apa itu, seperti manusia atau anjing atau monyet; yang jelas saya sempat
ditemani oleh suara teriakan itu hingga akhirnya menjelang pos 2 saya merasa
lega karena tidak mendengarnya lagi, terlebih di sana ada beberapa tenda
sehingga saya merasa tidak sendirian lagi walaupun sebenarnya tidak ada lagi
aktivitas di dalam tenda tersebut alias penghuninya sudah terlelap tidur.
MENUJU POS III
Menuju pos III (Siang):
Menuju pos III (Siang):
Perjalanan kembali saya
lanjutkan karena Alhamdulillah dengan banyak berdoa saya bisa segera menepis
segala ketakutan dan kekhawatiran di dalam hati dan kembali mantap untuk
melangkah kembali. Perjalanan ke pos 3 saya lalui dengan nyaman; terlebih
pemandangan dari sisi timur mulai terlihat sehingga dengan melihatnya sejenak
saat lelah bisa segera mengusir rasa lelah dan juga mengembalikan lagi semangat
perjalanan. Sesampainya di pos 3 saya memutuskan untuk beristirahat dan juga
mengisi tenaga kembali dengan memasak bekal yang saya bawa. Terdapat dua tenda
saat saya sampai di pos 3 ini sehingga saya merasa tidak lagi sendiri, bahkan
salah satu rombongan yang hendak akan tidur memberi saya dua bungkus minuman
instant. Saat saya sedang memasak tiba rombongan di belakang saya yang
jumlahnya cukup banyak, mereka membuat api unggun sehingga saya bergabung
sebentar dengan mereka untuk menghangatkan diri dan berbagi cerita; dua orang
WNA asal Polandia yang saya temui di gerbang pendakian tadi juga sudah tiba di
pos 3 ini, namun mereka hanya berhenti sebentar dan kemudian langsung
melanjutkan perjalanan kembali. Saya kembali melangkah setelah makan dan
membereskan kembali perlengkapan, tentunya juga setelah berpamitan kepada
rombongan yang sempat saya tebengi api unggunnya.
MENUJU POS IV
Perjalanan selanjutnya
saya jalani dengan senang, mungkin karena sudah merasa ramai akibat dari
bercengkrama dengan orang – orang tadi. Medan yang saya lalui masih sama
seperti sebelumnya, bahkan lebih nyaman karena rutenya tidak begitu menanjak
terjal. Setelah agak lama berjalan ada sesuatu yang sempat sedikit menyusahkan
ketika saya tiba di suatu tempat dengan banyak percabangan, saya pun tetap
melangkah naik sambil berharap jalan akan kembali menjadi satu lagi. Beruntung
karena entah bagaimana di tengah kebingungan tersebut saya bisa kembali lagi
melangkah di jalan yang benar dengan adanya arah panah penunjuk arah ke puncak.
Ternyata letak jalur yang bercabang – cabang ini tidak jauh dari pos 4 karena
sesaat setelah mampu melewatinya saya berhasil tiba di pos 4. Pos 4 merupakan
tempat yang cukup nyaman karena di sana terdapat shelter dan juga tempatnya
berupa tanah lapang datar yang cukup luas. Sebenarnya akan sangat nyaman untuk
beristirhat di sini, namun karena saya masih belum lelah maka saya memutuskan
untuk melanjutkan perjalan daripada stamina drop karena beristirahat.
Pos IV (Siang):
Pos IV (Siang):
Sekitaran pos IV (Siang):
POS TERAKHIR
Bulan di langit semakin
cerah, seloah alam memberikan senyuman kedamaiannya kepada saya. Usai pos 4
pemandangan semakin menjadi – jadi indahnya, terlebih jajaran perbukitan,
lembah dan tebing terbentang diterangi cahaya bulan membuat hati semakin
bergetar karena kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Bisa perjalanan setelah pos 4
sudah memasuki kawasan puncak gunung Lawu karena cahaya lampu senter para
pendaki yang telah mencapai puncak sudah terlihat dari sebuah puncak yang tak
begitu jauh lagi. Hanya singkat; mungkin karena terlalu menikmati suasana, saya
tiba di pos 5 jalur Cemoro Kandang yang merupakan pos terakhir sebelum puncak.
Rute selanjutnya berupa tanjakan; tanjakan terakhir menuju puncak Lawu.
Pos V (Siang):
Sekitaran pos V (Siang):
Sekitaran pos V (Siang):
HARGO DUMILAH; AKHIRNYA...
Akhirnya setelah sekitar
15 menit berjalan melalui tanjakan usai pos 5 saya tiba kembali di puncak Lawu;
Hargo Dumilah. Rasanya rindu sekali karena sudah tiga tahun lamanya saya tidak
berkunjung ke puncak gunung yang selalu menghiasi langit timur kota kelahiran
saya. Waktu menunjukkan sekitar pukul 04.30 WIB saat saya menginkajkkan kaki
kembali di Hargo Dumilah, tentu saja keadaan masih belum terang; namun dari
ufuk timur warna merah samar – samar mulai terlihat, pertanda bahwa pagi akan
segera datang. Tidak mudah untuk menunggu munculnya sang mentari dari ufuk
timur karena selain udara yang dingin, hembusan angin dari arah timur juga cukup
kencang karena tempat yang terbuka sehingga menambah dinginnya pagi itu.
Kekhawatiran sempat menghampiri saya waktu itu karena di kaki langit sebelah
timur tampak awan yang menggantung sehingga akan menghalangi cahaya matahari
terbit. Perlahan tapi pasti pagi mulai tiba, syukur Alhamdulillah karena
kekhawatiran saya tidak terjadi; sang matahari pagi tetap menunjukkan sinar
cantiknya dari sebelah timur. Keadaan pun menjadi semakin baik, suhu udara
menjadi semakin hangat begitu juga hembusan angin yang perlahan semakin pelan
menjadi sepoi – sepoi. Sungguh nyaman sekali keadaan pagi itu; sebuah pagi yang
cerah di ujung sang Lawu.
Dawn:
Sunrise:
Morning Sun:
Morning Lawu:
Mountain shadow:
Merapi, Sumbing, Merbabu, Sindoro:
Puncak Irung Petruk:
Kawah Telaga Kuning:
Langit Barat:
Tugu Hargo Dumilah:
Kibarkan Sang Merah Putih:
AKHIR PERJALANAN
Minyak Beku:
Setelah cukup puas
menikmati puncak saya segera kembali turun agar tidak kemalaman di perjalanan
kembali menuju Yogyakarta. Saya kembali lewat jalur Cemoro Kandang juga; selain
motor ada di sana saya juga ingin menikmati pemandangan yang tidak terlihat
jelas saat malam hari; tentunya akan semakin indah jika disinari dengan cahaya
terang matahari. Pukul 13.30 WIB saya sampai kembali di base camp Cemoro
Kandang yang menjadi akhir dari perjalanan saya “Hargo Dumilah Seorang Diri Aku
Kembali”
Bonus:
Edelweiss:
Posting Komentar
Posting Komentar