Konten [Tampil]
Nama “Selokan Mataram”
sepertinya memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, pendatang, sampai
mahasiswa yang berdomisili di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selokan ini
seringkali dilewati oleh masyarakat karena letaknya yang melewati daerah ramai
seperti belakang kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas
Gadjah Mada (UGM).
Selokan Mataram; Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber Foto: http://mapio.net/place/39042157/
Selokan Mataram yang membentang dari kali Progo dan berakhir di kali Opak dibangun pada era Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX saat zaman penjajahan Jepang dengan tujuan agar lahan pertanian di Yogyakarta yang kebanyakan berupa sawah tadah hujan dapat tetap diairi pada saat musim kemarau sehingga dapat memasok kebutuhan padi tentara Jepang dan tentunya juga demi kesejahteraan masyarakat Yogyakarta sendiri. Keberadaan Selokan Mataram ini juga tidak lepas dari sebuah legenda, diceritakan bahwa Sunan Kalijaga pernah berujar bahwa Yogyakarta bisa makmur apabila kali progo dan Opak bersatu. Mungkin ada benarnya perkataan beliau; walaupun kali Progo dan Opak tidak bersatu secara alami, adanya Selokan Mataram mapu membuat ratusan hektar sawah di sisinya selalu terairi sepanjang tahun.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Berawal dari sebuah rasa penasaran saya mengenai Selokan Mataram inilah yang membuat pada suatu Ahad, saya memberanikan diri untuk menjelajah dan mencari tahu di mana selokan ini berawal. Memang, jika sudah ada niat yang datang selanjutnya adalah nekat karena saya sendiri belum pernah melakukan perjalanan menuju hulu Selokan Mataram sebelumnya.
Bahkan gambaran mengenai rute yang membentang di depan pun saya belum tahu. Jadilah saya berangkat dengan modal nekat saja; tentunya modal sejumlah uang yang tidak banyak sebagai antisipasi jika ada hal – hal yang tidak diinginkan terjadi semisal ban bocor atau lapar.
Motor ES
Langsung saja,
perjalanan saya berawal dari jembatan Teknik di sebelah barat kampus UGM
kemudian terus ke barat menyebrang perempatan jalan Monjali. Saya memutuskan
untuk mengikuti jalan yang membentang di sepanjang selokan Mataram dengan
harapan jalan itu akan membawa saya ke hulu Selokan Mataram. Terus saja saya melewati jalan tersebut sambil tentunya tetap berhati – hati terutama saat
menyeberangi perempatan – perempatan yang memotong jalan tempat saya melintas
seperti perempatan Jalan Magelang.
Tak begitu lama sejak
awal perjalanan, tibalah saya di perempatan yang paling besar dan berbahaya
yaitu perempatan Ring Road barat, untuk menyebranginya harus sedikit memutar
melewati tiga pembatas jalan untuk bisa sampai ke sisi seberang; tidak terlalu
susah sebenarnya, hanya saja tetap harus berhati – hati.
Saya terus memacu motor menyusuri Selokan Mataram usai menyebrangi Ring Road, tak lama kemudian kondisi jalan mulai berubah. Jalan berupa aspal yang halus mulai berubah; tetap dari aspal namun mulai berlubang dan tak lagi halus sehingga otomatis mengurangi kenyamanan saya dalam berkendara. Mulai dari sini konsentrasi dalam berkendara harus ditingkatkan terutama untuk menghindari lubang – lubang di jalan. Pemandangan berupa hamparan sawah dan kebun di samping kiri dan kanan senantiasa menemani saya di titik ini.
Saya terus memacu motor menyusuri Selokan Mataram usai menyebrangi Ring Road, tak lama kemudian kondisi jalan mulai berubah. Jalan berupa aspal yang halus mulai berubah; tetap dari aspal namun mulai berlubang dan tak lagi halus sehingga otomatis mengurangi kenyamanan saya dalam berkendara. Mulai dari sini konsentrasi dalam berkendara harus ditingkatkan terutama untuk menghindari lubang – lubang di jalan. Pemandangan berupa hamparan sawah dan kebun di samping kiri dan kanan senantiasa menemani saya di titik ini.
Terus berjalan
menyusuri jalan di samping Selokan Mataram, tiba – tiba perjalanan saya terhenti sejenak; saya sempat dibuat bingung pada saat melintasi sebuah
pertigaan. Sebuah pertigaan yang membingungkan karena jalan beraspal yang terus
saya lewati tadi tidak terlihat lagi di depan ES, yang ada hanyalah jalan
setapak.
Karena bingung dan tidak ada orang, saya pun tetap melewati jalan setapak itu dengan hati – hati. Sampai pada akhirnya saya tiba lagi di sebuah perempatan yang mana jika lurus masih berupa jalan setapak; bedanya di sini saya bertemu dengan seorang warga sehingga saya bisa bertanya.
Mulai dari sini saya berbelok ke arah kiri melewati jalan beraspal semakin menjauhi Selokan Mataram karena jalan setapak yang ada di depan saya tidak bisa untuk dilalui kendaraan bermotor.
Usai berbelok ke arah kiri, tak lama kemudian ada sebuah pertigaan sehingga saya berbelok ke arah kanan. Sempat was – was juga perasaan saya sambil tentunya berharap agar saya bisa menemukan kembali jalan di sisi Selokan Mataram.
Karena bingung dan tidak ada orang, saya pun tetap melewati jalan setapak itu dengan hati – hati. Sampai pada akhirnya saya tiba lagi di sebuah perempatan yang mana jika lurus masih berupa jalan setapak; bedanya di sini saya bertemu dengan seorang warga sehingga saya bisa bertanya.
Mulai dari sini saya berbelok ke arah kiri melewati jalan beraspal semakin menjauhi Selokan Mataram karena jalan setapak yang ada di depan saya tidak bisa untuk dilalui kendaraan bermotor.
Usai berbelok ke arah kiri, tak lama kemudian ada sebuah pertigaan sehingga saya berbelok ke arah kanan. Sempat was – was juga perasaan saya sambil tentunya berharap agar saya bisa menemukan kembali jalan di sisi Selokan Mataram.
Selamat Jalan Yogyakarta
Tak lama kemudian saya melihat sebuah plang bertuliskan “Selamat Jalan” yang menandakan bahwa saya tak
lagi ada di Yogyakarta, melainkan sudah memasuki wilayah provinsi Jawa Tengah,
tepatnya di kabupaten Magelang.
Tidak menyangka juga jika akhirnya saya masuk ke kabupaten Magelang karena sebelumnya saya mengira bahwa Selokan Mataram ini berawal dari kabupaten Kulon Progo atau Purworejo. Beberapa menit kemudian saya kembali menemukan Selokan Mataram sekaligus jalan yang kembali beraspal di sampingnya. Langsung saja saya kembali mengikuti jalan tersebut.
Tidak menyangka juga jika akhirnya saya masuk ke kabupaten Magelang karena sebelumnya saya mengira bahwa Selokan Mataram ini berawal dari kabupaten Kulon Progo atau Purworejo. Beberapa menit kemudian saya kembali menemukan Selokan Mataram sekaligus jalan yang kembali beraspal di sampingnya. Langsung saja saya kembali mengikuti jalan tersebut.
Kembali ke Samping Selokan Mataram
Kondisi jalan
selanjutnya bisa dibilang sedikit lebih buruk daripada sebelumnya dikarenakan
semakin tidak ratanya permukaan jalan, walaupun masih terbuat dari aspal.
Harapan saya tentunya ialah jalannya akan tetap berada di samping selokan
mataram hingga hulu sungai, namun ternyata harapan saya sirna saat menjumpai
sebuah pertigaan lagi yang mana tidak ada jalan beraspal lagi di samping
selokan mataram.
Saya pun langsung mengambil inisiatif untuk berbelok ke arah kiri dan mengikuti jalan yang tidak jauh berada di samping Selokan Mataram; melalui sebuah perkampungan. Selokan Mataram masih terlihat dari jalan ini, namun pada akhirnya mulai tertutup oleh bangunan – bangunan sehingga saya harus menggunakan feeling dan berharap agar saya menemukan kembali Selokan Mataram tersebut.
Saya pun langsung mengambil inisiatif untuk berbelok ke arah kiri dan mengikuti jalan yang tidak jauh berada di samping Selokan Mataram; melalui sebuah perkampungan. Selokan Mataram masih terlihat dari jalan ini, namun pada akhirnya mulai tertutup oleh bangunan – bangunan sehingga saya harus menggunakan feeling dan berharap agar saya menemukan kembali Selokan Mataram tersebut.
Jalan Kampung
Selokan Mataram di Kanan Jalan
Akhirnya saya tiba di
ujung jalan yang berupa sebuah pertigaan; tepat di sebelah pertigaan tersebut
terdapat SD yang bernama SD Blingo 1; saya berbelok ke arah kanan karena tadi
Selokan Mataram berada di sebelah kanan ES.
Ternyata saya kembali kehilangan jejak Selokan Mataram setelah itu karena yang terlihat hanyalah areal persawahan yang membentang luas. Saya pun memutuskan untuk kembali ke pertigaan tadi dan mengambil belokan ke arah sebaliknya. Alhamdulillah akhirnya saya kembali menemukan Selokan Mataram yang ternyata sudah dekat dengan bendungan Sungai Progo yang merupakan ujung dari Selokan Mataram menurut informasi seorang bapak – bapak yang sempat saya tanyai setelah itu.
Pertigaan Lagi
SD nya
Ternyata saya kembali kehilangan jejak Selokan Mataram setelah itu karena yang terlihat hanyalah areal persawahan yang membentang luas. Saya pun memutuskan untuk kembali ke pertigaan tadi dan mengambil belokan ke arah sebaliknya. Alhamdulillah akhirnya saya kembali menemukan Selokan Mataram yang ternyata sudah dekat dengan bendungan Sungai Progo yang merupakan ujung dari Selokan Mataram menurut informasi seorang bapak – bapak yang sempat saya tanyai setelah itu.
Selokan Mataramnya Ilang
Akhirnya Nemu lagi
Langsung saja saya mengikuti jalan yang telah ditunjukkan oleh bapak – bapak tadi, saya pun
kembali mengikuti selokan Mataram yang kembali berada di sisi kanan ES. Tak
lama kemudian saya melihat sebuah sungai besar dengan bebatuan di sepanjang
alirannya membentang di sisi kiri ES, secara spontan saya langsung menebak
bahwa sungai itu adalah Sungai progo. Akhirnya saya tiba di sebuah tempat
berbentuk semacam bendungan yang merupakan awal dari Selokan Mataram,
Alhamdulillah sampai juga setelah dua jam berkendara.
Kali Progo Tampak
Sampai Gan
Kondisi cuaca saat itu
tidak begitu baik dengan awan hitam yang menggantung di langit, saya sempat
turun ke bantaran sungai untuk mengeksplorasi lebih dekat dan juga menikmati
suasana sejenak. Suara aliran sungai dan juga angin yang semilir serasa
mengusir semua rasa kelelahan dan kejenuhan dari tubuh ES.
Saya juga turun ke bendungan yang mana adalah awal dari aliran Selokan Mataram. Akan tetapi tak lama saya berada di sana karena hujan sudah mulai turun dan bahkan mulai lebat, saya pun tak ingin mengambil risiko terlebih lagi kamera saya adalah kamera pinjaman.
Tanggul Kali Progo
Turun
Saya juga turun ke bendungan yang mana adalah awal dari aliran Selokan Mataram. Akan tetapi tak lama saya berada di sana karena hujan sudah mulai turun dan bahkan mulai lebat, saya pun tak ingin mengambil risiko terlebih lagi kamera saya adalah kamera pinjaman.
Awal Selokan Mataram
Closer
Saya segera kembali
lagi ke Yogyakarta di bawah guyuran hujan yang menemani ES, di tengah
perjalanan sesuatu mencegat saya sehingga saya harus berhenti, rupanya ada
seekor kerbau yang melintang menghalangi jalan, jadilah saya harus menunggu
sampai jalan bisa dilalui kembali.
Dicegat
Alhamdulillah saya sampai lagi ke kost dengan selamat walaupun hujan turun dengan derasnya saat
itu. Setidaknya satu rasa penasaran saya akan ujung dari Selokan Mataram telah
berakhir setelah perjalanan ini.
HILIR SELOKAN MATARAM
Ada ujung tentunya ada
hilir. Beberapa minggu setelah saya melakukan perjalanan ke ujung Selokan
Mataram, kini saya penasaran akan hilir atau akhir dari Selokan Mataram ini.
Tidaklah terlalu sulit unutk memulai perjalanan karena saya tinggal menyusuri
Selokan Mataram dari tengah kota Yogyakarta yang jalannya sudah tersedia di
sampingnya.
Terus saja saya ikuti jalan tersebut, yang membutuhkan perhatian lebih adalah saat menyebrangi ringroad timur dan juga jalan raya Jogja – Solo karena jalannya ramai dan harus berputar sedikit untuk menyebranginya.
Terus saja saya ikuti jalan tersebut, yang membutuhkan perhatian lebih adalah saat menyebrangi ringroad timur dan juga jalan raya Jogja – Solo karena jalannya ramai dan harus berputar sedikit untuk menyebranginya.
Jalan Solo Daerah Kalasan
Belok Kiri (Jalan Setapak)
Perjalanan mulai
sedikit menyusahkan setelah menyebrangi jalan raya Jogja – Solo karena jalanan
setelahnya adalah melewati jalan setapak yang tidak beraspal dan menyebrangi
jembatan (bukan jembatan sebenarnya), cukup ragu juga sebelumnya bagi saya untuk melalui jalan tersebut, namun setelah saya melihat ada motor yang juga
melintasinya saya pun melaju dengan sedikit menambah rasa keberanian tentunya.
Lewat Sini
Pemandangan
Setelah menyebrang
jalan yang dilalui berupa jalan setapak sehingga membutuhkan konsentrasi yang
lebih untuk dapat melalui jalan tersebut dengan baik. Hanya sebentar saja
melewati jalan setapak tersebut karena tak lama kemudian saya tiba kembali ke
jalan beraspal.
Terus melaju ke utara saya menjumpai sebuah pertigaan yang mana di depan saya terbentang jalur kereta api, sementara itu Selokan Mataram masih berlanjut di seberang rel. Saya pun berbelok ke arah kiri hingga akhirnya saya menemukan palang pintu perlintasan kereta api untuk menyebranginya.
Terus melaju ke utara saya menjumpai sebuah pertigaan yang mana di depan saya terbentang jalur kereta api, sementara itu Selokan Mataram masih berlanjut di seberang rel. Saya pun berbelok ke arah kiri hingga akhirnya saya menemukan palang pintu perlintasan kereta api untuk menyebranginya.
Palang Pintu Kereta Api
Usai menyebrangi rel
jalan cukup baik, namun tak lama kemudian saya kembali menjumpai jalan setapak
untuk tetap mengikuti Selokan Mataram, saya pun melaluinya. Tak butuh waktu
lama karena akhirnya saya tiba di akhir dari Selokan Mataram yang bermuara di
kali Opak. Ternyata muara atau hilir dari selokan Mataram tidak semegah hulunya. Bisa
dibilang seperti selokan dalam artian yang sebenarnya, bahkan tidak ada
alirannya.
Jalan Setapak Lagi
Ujung Jalan
Kering
Hilir di Kali Opak
Akhirnya tuntas sudah
perjalanan saya mengarungi selokan Mataram dari hulunya di kali Progo, Magelang
sampai muaranya di kali Opak, Yogyakarta. Sebuah perjalanan yang tentunya
menambah pengalaman dan pengetahuan ES. Tertarik kah anda untuk mencoba
mengarunginya juga...???
5 komentar
awal dan akhir dari selokan mataran......
nuhun mas.....
Posting Komentar