Konten [Tampil]
Hari Sabtu, tanggal 14
dari bulan terakhir di tahun 2013. Pagi itu cuaca mendung, memang lah yang
namanya musim hujan cuaca selalu saja mendung dan hujan, di bawah naungan
mendung inilah sebuah perjalanan yang cukup panjang akan dimulai. Pada hari
menjelang penghujung tahun itu aku beserta hanya beberapa orang berencana untuk
mengunjungi puncak gunung Sindoro dengan ketinggian 3153 meter di atas
permukaan laut, tim kami terdiri dari:
.
.
Ane:
Shabrina:
Maisun + Fannani:
Melakukan pendakian di
saat – saat yang bisa dibilang sebagai “puncak musim hujan” sebenarnya
sangatlah aku hindari mengingat resiko cuaca buruk seperti hujan, udara dingin,
bahkan badai, tapi entah mengapa pada saat itu aku seolah tidak kuasa untuk
menolak kata hatiku, hmm sepertinya ia ingin mendaki jikalau saja ini adalah
pendakian terakhirku karena tidak tahu apakah aku akan bisa mendaki lagi
setelah kelulusan nanti yang InsyaAllah tidak lama lagi (Aamiin), dan juga ada
satu alasan tersendiri mengapa aku tetap mengadakan pendakian kali ini, tapi sayangnya
itu rahasia.. Saat aku menulis kisah ini masih hanya ada dua orang di muka bumi
ini yang tahu.. Well just enjoy it..
Menuju
Sindoro
.
.
Sindoro:
Gunung Sindoro berada di antara perbatasan kabupaten Temanggung dan Wonosobo provinsi Jawa Tengah dengan koordinat 7,3010463°LS dan 109,9968767°BT. Gunung ini merupakan gunung berjenis stratovolcano (semi aktif) berbentuk kerucut. memiliki areal Kawasan Hutan cukup luas yang di kelola oleh PERHUTANI Wonosobo (772 m.dpl) dan Temanggung. Letaknya yang berdekatan dengan gunung Sumbing membuat jika kedua gunung ini dilihat dari kejauhan akan tampak seperti dua gunung kembar.
.
Sumbing - Sindoro:
Menuju Sindoro dari kota Yogyakarta
dapat ditempuh dengan kendaraan umum atau pribadi. Jika dengan kendaraan umum
pertama ialah naik bus di terminal Jombor menuju Magelang, setelah sampai di
Magelang oper bus tujuan Temanggung, dari temanggung nanti oper kembali dengan
bus tujuan Wonosobo. Base camp gunung Sindoro terletak di pinggir jalan raya
Parakan – Winosobo tepatnya di balai desa Kledung sehingga tinggal berkata
kepada kernet bus untuk turun di sana.
.
Our Jogja - Sindoro PP:
Menuju Base
Camp
Kami mulai berangkat pada pukul
14.00 WIB dari gelanggang mahasiswa UGM dikarenakan Maisun yang terlambat
datang, jumlah kami yang hanya berempat menjadikan kami hanya membutuhkan dua
motor, Fanani berboncengan dengan Maisun sementara aku dengan Shabrina. Kami
mengambil rute dari terminal Jombor ke arah utara menuju Magelang.
Gelanggang Mahasiswa UGM:
Cuaca saat itu berawan, namun tidak
berlangsung lama karena saat kami tiba di kecamatan Salam sesaat usai memasuki
provinsi Jawa Tengah cuaca berubah menjadi hujan, membuat kami segera memakai
jas hujan dan melanjutkan perjalanan di bawah guyuran hujan, aku sendiri sudah
mempersiapkan diri secara mental karena memang ini adalah musim hujan.
Sebenarnya hujan sempat berhenti saat kami memasuki kota Magelang, namun di
utara awan hitam membentang luas membuat kami tetap melanjutkan perjalanan
dengan tidak melepas jas hujan. Benar saja, di bagian utara kota Magelang hujan
kembali turun dan terus menemani kami di perjalanan.
Base camp Sindoro:
Perjalanan
Dimulai
Dan dimulailah perjalanan yang
sebenarnya, menuju puncak gunung Sindoro dengan tujuan akhir “kembali ke tempat
kami dengan selamat”. Karena hanya empat orang aku tidak perlu repot untuk
mengawasi anggota pendakianku, pada pendakian ini yang berjalan di depan adalah
Fanani, kemudian Maisun, selanjutnya Shabrina, dan yang terakhir aku.
Rute pendakian Sindoro:
Perjalanan dimulai dengan menyusuri
jalan setapak di desa Kledung, parahnya di sini aku tidak tahu mana jalannya
sehingga harus bertanya kepada warga yang aku temui di jalan. Usai melewati
perkampungan penduduk kami mulai memasuki kawasan perkebunan penduduk yang pada
saat itu didominasi oleh tanaman seperti jangung dan kubis. Cukup cepat kami
berjalan karena hanya dalam waktu satu jam kami tiba di pos I yang merupakan
batas antara “peradaban” dengan hutan.
Selepas pos I medan berupa hutan
dengan kemiringan tanjakan yang masih belum curam dan masih terdapat beberpa
bonus berupa jalan mendatar. Pos II berupa sebuah tanah datar yang berada di
tengah hutan dengan ketinggian 2120 mdpl.
Selepas pos II jalur masih berupa
hutan, namun kali ini kami sampai pada batas hutan dengan kawasan semak belukar
yang menjadi tanda bahwa sebentar lagi akan sampai di pos III yang merupakan setengah
perjalanan menuju puncak Sindoro. Meskipun sudah setengah perjalanan bukan
berarti menuju pos III merupakan perjalanan yang mudah. Menuju pos III jalur
sudah mulai menanjak dan terjal bahkan tanpa bonus sehingga perjalanan akan
terasa sangat melelahkan. Di pos III ini kami beristirahat sambil memasak dan
makan serta minum. Pemandangan dari sini menghadap ke selatan, timur, serta
barat sangatlah indah. Lampu – lampu kota Temanggung, Magelang, dan Wonosobo
berkerlap – kerlip menghiasi bumi bahkan kami bisa melihat kota Semarang,
sementara samar – samar gunung Sumbing hingga Merapi – Merbabu terlihat semakin
menghiasi langit malam.
.
.
Night:
Setelah kami merasa cukup
beristirahat, perjalanan pun berlanjut. Pos selanjutnya bernama Batu Tatah,
medan yang kami lalui usai pos III bertambah berat dengan jalur yang terdiri
dari bebatuan sehingga kami harus pintar – pintar memilih pijakan, ditambah
lagi jalur semakin curam membuat perjalanan menjadi semakin melelahkan,
sementara medan mulai terbuka. Bisa dibayangkan betapa letihnya melewati
kawasan ini saat siang hari di musim kemarau.
Menuju batu tatah, suatu
kekhawatiran menghampiriku, aku teringat pesan akan petugas di base camp tadi
untuk tidak mendekati kawasan puncak sebelum matahari terbit karena bahaya gas
beracun gunung Sindoro. Hal tersebut membuatku menghentikan perjalanan dan
menunggu rombongan selanjutnya, aku tidak mau mengambil resiko karena aku
membawa tiga orang yang menjadi tanggung jawabku. Di sini pula aku menyesal
karena tidak membawa serta tenda ku, untung saja tidak ada badai dan teman –
teman tidak ada yang mengalami gejala hypotermia. Ketika kami sampai di sini
waktu sudah menunjukkan pukul 03.30 WIB sementara cuaca gerimis sehingga kami
harus mengenakan jas hujan kembali.
Satu jam kemudian kami terbangun
karena pendaki yang berada di belakang kami sudah sampai. Karena sudah memasuki
waktu Subuh kami segera melakukan ibadah dengan jas hujan yang masih kami
kenakan. Usai sholat perjalanan berlanjut karena sudah ada rombongan lain di
depan kami sehingga aku tidak ragu untuk membawa rombonganku menuju puncak
Sindoro.
Pagi:
Perjalanan usai pos III benar –
benar semakin menjadi – jadi. Perjalanan kami bisa dibilang sangat lambat,
disebabkan karena Maisun yang sangat mudah sekali lelah (padahal sudah ini kali
ke 3 dia mendaki dan sudah pernah ke Mahameru), semoga saja setelah pendakian
kali ini ia jadi lebih sering olahraga,, haha. Perlahan pagi mulai tiba, kami
masih bisa menyaksikan indahnya matahari terbit dari tengah – tengah Merapi –
Merbabu di sebelah tenggara. Suasana yang semakin cerah membuat pemandangan
mulai terlihat.
.
.
Sunrise:
Di utara kami saudara gunung Sindoro
yaitu gunung Sumbing terlihat kokoh berdiri tegak dengan ukiran jurangnya yang
mengagumkan. Di sebelah timur dan tenggara pemandangan berupa ukiran Yang Maha
Kuasa terlihat sangat menggetarkan jiwa. Dari ketinggian kami dapat menyaksikan
gunung – gunung yang tersebar di cakrawala, mulai dari sebelah utara yang
paling dekat ialah gunung Sumbing, di sebelah tenggara gunung Merbabu
bersanding dengan saudara mudanya Merapi yang mengeluarkan asap, dipercantik
dengan matahari terbit dari tengah – tengah mereka berdua di belakangnya samar –
samar gunung Lawu terlihat dengan puncaknya yang memanjang, ke timur lagi di
kaki gunung Merbabu gunung Telomoyo tampak menjulang pendek di antara gunung –
gunung lainnya, di paling ujung timur laut gunung Ungaran tampak berdiri anggun
di bawah langit abu – abu. Sementara di bawah tampak kabut tipis seperti kapas
menyelimuti dataran di bawah.
.
.
View:
View:
View:
View:
6 gunung dalam 1 foto:
Senter pun mulai kami masukkan ke
dalam carrier beserta jas hujan kami karena selain kondisi sudah mulai terang
hujan juga sudah mulai reda. Cuaca bisa dibilang cukup baik saat itu untuk
musim hujan karena sudah bagus tidak turun hujan dan kami masih dapat melihat
matahari walaupun di atas kami langit masih berwarna abu – abu karena kabut dan
awan. Tak lama kemudian kami tiba di tempat terbuka dengan sebuah batu retak –
retak, kemungkinan itu adalah batu tatah. Di sini kami beristirahat sejenak
sambil mengambil foto karena medan terbuka membuat pemandangan tersaji luas di
depan mata kami.
.
.
Batu Tatah:
Dari Batu Tatah:
Usai dirasa cukup kami kembali
melanjutkan perjalanan, jalur tetap saja menanjak terjal dan terdiri dari
bebatuan. Kami mulai memasuki padang edelweiss, namun karena bukan musim
edelweiss bunga itu tidak ada Pukul 07.15 WIB kami masih belum mencapai puncak,
sementara kondisi cuaca di musim hujan yang lebih panas membuat kabut lebih
cepat naik pula dalam membentuk awan sehingga dalam sekejap suasana menjadi
berkabut. Hanya berselang beberapa jam saat kami berhasil mencapai ketinggian
3153 meter di atas permukaan laut setelah itu pada pukul 08.30 WIB. Yah, kam
tiba di puncak gunung Sindoro. Sesaat sebelum mencapai puncak tercium bau
belerang yang menyengat, pertanda bahwa puncak sudah dekat.
.
.
Menjelang Puncak:
View Menjelang puncak:
Kabutnya naik:
Team:
Sesampainya di puncak kami langsung
disambut oleh lubang kawah yang cukup besar, sebuah kawah utama gunung Sindoro
bernama kawah Kembang. Aku sendiri cukup terkejut karena ternyata kawah
tersebut masih aktif dan mengeluarkan asap belerang. Lumayan terbatuk – batuk ketika
baru tiba di puncak. Jelas kami berfoto saat sampai di atas, sebagai bukti
bahwa kami pernah berada di puncak gunung Sindoro daripada harus meninggalkan
sesuatu seperti coretan. Puncak Sindoro sendiri cukup luas, butuh waktu sekitar
satu jam untuk berjalan mengitari kawah utama. Di sebelah tenggara terdapat
tanah lapang yang cukup luas dan juga ada kawah mati. Saat kami mencapai puncak
kabut tebal sudah menghalangi pandangan sehingga kami tidak menjelajah lebih
jauh lagi.
.
.
Kawah Kembang:
Kawahnya Aktif:
Puncak Sindoro:
Smoke:
Ane di bibir kawah:
Di puncak jelas kami mengisi kembali
tenaga kami dengan memasak bekal yang kami bawa kemudian memakannya. Cuaca
mulai kurang bersahabat, hujan gerimis mulai turun menaungi makan kami beserta
udara yang cukup dingin. Hmm, andai saja aku membawa serta tendaku..
Turun
Setelah makan dan membereskan barang
– barang kami segera turun melewati jalur yang berubah menjadi licin karena
hujan. Kondisi jalan yang licin cukup menyulitkan kami, bahkan Shabrina
seringkali terpleset karena sepatu yang dikenakannya tidak dapat mencengkeram
pijakan basah dengan baik. Tak sampai hati aku melihatnya berjibaku dengan lumpur
gunung Sindoro.
Epiloque
Balai Desa Kledung:
Menjelang Maghrib kami akhirnya tiba
di base camp Sindoro kembali setelah melalui perjalanan yang panjang bahkan
hampir 24 jam non stop. Sebuah pengalaman dan pembelajaran berharga tentunya
karena kami, terutama aku sendiri masih diberi keselamatan sehingga masih bisa
mengkoreksi segala kelalaian dan kekurangan di pendakian kali ini. Yah dan
itulah akhir dari perjalanan pendakian kami di Sindoro, selanjutnya kami
kembali ke kota perantauan kami di Yogyakarta.
Selamat tinggal Sindoro, Temanggung,
serta Wonosobo. I Will Never Forget You All and Also This Day.
SEMOGA AKU MASIH DIBERI KESEMPATAN MENDAKI LAGI.. AAMIIN
Posting Komentar
Posting Komentar