Konten [Tampil]
Tanggal 17 Juli 2010 lalu merupakan hari yang bersejarah bagiku. Saat itu aku dengan ditemani kedua temanku yaitu Baron yang merupakan teman kuliahku di UGM saat itu dan Eros; temanku ketika duduk di bangku SMA Negeri 4 Surakarta, untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di puncak Merbabu; sebuah gunung yang menjulang setinggi 3145 meter di atas permukaan laut.
Merbabu:
Ya, mengingat – ingat peristiwa tiga tahun silam tersebut seolah – olah membuatku merindukan dan ingin kembali merasakan bagaimana rasanya untuk pertama kalinya aku berdiri di ketinggian 3145 mdpl, walaupun saat itu angin kencang dan kabut tebal menerpa kami, rombongan pendakian yang hanya terdiri dari tiga orang newbie.
Trio Kenthir:
Kawan lama, itulah bagaimana aku menganggap sang
Merbabu. Dua tahun silam sebenarnya aku berencana untuk kembali menyapanya di
Trianggulasi, namun sayang saat itu hypothermia
memaksaku untuk turun lebih cepat. Jadilah impian untuk kembali menyapa
“kawan lama” harus kembali tertunda. Tahun 2012 aku tidak mendapat kesempatan
sehingga pada tahun 2013 ini aku berniat dengan sungguh – sungguh untuk kembali
menyapanya.
Aku sudah merencanakan untuk menyapa “kawan lama”
sejak awal tahun; yaitu begitu musim hujan berlalu. Ternyata rencana awal yang
aku kira akan berjalan lancar sedikit terhambat, saat hujan tak kunjung rada di
bulan Juni dan saat Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) memberitakan bahwa
ada kemungkinan Indonesia tidak akan memasuki musim kemarau pada tahun 2013 ini.
Sebuah berita yang mengejutkan bagiku, terbayang bagaimana jika nanti aku tetap
memaksa mendaki dan terjadi hujan ata badai seperti dulu.
Namun entah kenapa tiba – tiba muncul suatu
keinginan yang begitu besar dariku untuk kembali mendaki Merbabu; terlebih
setelah membaca kisah seorang pendaki di Merbabu dengan rute yang sama ditambah
dengan foto – fotonya yang menakjubkan. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali
mendaki pada tanggal 28 hingga 30 Juni 2013 apapun kondisi cuaca saat pendakian
nanti.
The Beauty of Merbabu:
Seperti biasanya, persiapan jelas segera aku lakukan.
Yang pertama dan terpenting adalah mencari kawan dalam perjalanan nanti. Pada
awalnya aku ingin mengajak teman – teman pendakianku seperti biasanya yang mana
hanya terdiri dari para kaum adam dengan pertimbangan bahwa mereka akan lebih
tangguh dan kuat. Namun dalam perkembangannya ternyata ada beberapa teman –
teman kaum hawa yang ingin ikut, apa daya aku sendiri tak sampai hati
menolak mereka walaupun jelas dalam hati masih menyimpan keraguan akan
kemampuan berpetualang mereka.. Hmm.., kira – kira apakah mereka nanti akan
berhasil ya..?
Akhirnya tim pendakian pun terbentuk, terdiri dari
tujuh orang termasuk aku, empat orang laki – laki dan tiga orang cewek. Ketujuh
orang tersebut adalah:
Ane:
Mas Tatag:
Rivan:
Baron:
Dian:
Ficha:
Icun:
Persiapan pun segera kami lakukan. Untuk kali ini
jelas aku tidak akan main – main karena memang ini adalah pertama kalinya aku
memimpin rombongan berjumlah lebih dari 5 orang ditambah ada tiga orang cewek
di dalamnya. Jelas aku harus terus memperkuat fisik sebagai modal utama
pendakian agar bisa memimpin mereka dengan baik. Tentu saja aku juga mengajak
tim pendakian untuk bersama – sama melatih fisik dengan berjoging di Graha
Shaba Pramana (GSP) UGM.
Ternyata rencana awal tak berjalan seperti yang telah
direncanakan karena pada tanggal 28 yaitu hari Jumat salah satu anggota tim
masih menjalani ujian yang baru selesai pada petang hari, maka dari itu
pendakian pun diundur menjadi sehari setelahnya yaitu Sabtu tanggal 29 Juni
2013. Tak apalah, Merbabu tak akan lari ke mana – mana.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MENUJU KOPENG
Saatnya berangkat pun tiba. Kami mulai berangkat dari
Yogyakarta sekitar pukul 05.30 WIB dengan menggunakan bus Sri Mulyo. Kondisi
bus pagi itu sangat padat seiring berjalannya ke arah Solo, entah apakah selalu
begini atau tidak karena aku sendiri belum pernah naik bus pagi ke Solo atau
sebaliknya, tak apalah sekali – kali merasakan bagaimana rasanya menjadi orang
kecil. Menjelang kami turun kondisi bus masih penuh sesak sehingga membuat kami
sedikit bersusah payah untuk turun.
Akhirnya kami tiba di pertigaan Kartasura sekitar
pukul 08.00 WIB, tempat di mana kami harus oper bus menuju Salatiga. Hmm, namun
ternyata ada sedikit hambatan karena entah mengapa tas carrierku tidak
diturunkan oleh petugas bus sehingga aku harus mencari ojek untuk mengejar bus
yang aku tumpangi tadi. Syukur Alhamdulillah aku berhasil mendapatkan tas
carrierku kembali karena bisa miskin mendadak aku kalau tidak berhasil
mendapatkannya, walaupun dua puluh ribu rupiah harus melayang untuk membayar
jasa ojek yang telah membantuku mendapatkan tasku kembali. Anggap saja
sebagai bumbu agar petualangan semakin terasa.
Perjalanan berlanjut, dengan naik bus Taruna jurusan
Semarang kami bertolak menuju Salatiga. Tak butuh waktu lama sampailah kami di
Salatiga, tepatnya di daerah Pasar Sapi yang mana itu adalah jalur menuju
Kopeng, di sini teman – teman sempat bertanya – tanya karena tidak ada Sapi
nya. Dari Pasar Sapi, Salatiga perjalanan dilanjutkan dengan mengendarai
minibus sampai daerah Kopeng. Karena kami akan mendaki lewat jalur Chuntel maka
sebelumnya aku sudah mengatakan kepada kernet bus bahwa disitulah kami akan
turun.
Menuju Kopeng:
Posting Komentar
Posting Komentar