Konten [Tampil]
Ada satu lagi tempat yang mendadak terkenal
dalam beberapa tahun ini. Nama Prau mungkin belum dikenal sebelum tahun 2012
atau 2013 silam, akan tetapi peran media sosial benar-benar bisa melambungkan
nama suatu lokasi wisata yang memiliki pesona keindahan. Saat ini karena media
sosial pun Gunung Prau menjadi salah satu destinasi utama wisata pendakian
karena keindahan yang tersaji di sana.
Sebenarnya cerita mengenai keindahan Gunung Prau
yang luar biasa sudah lama saya dengar. Meskipun demikian, barulah kali ini muncul kesempatan
untuk menyambanginya karena rasa penasaran untuk melihat sendiri panorama
Gunung Prau dengan mata kepala sendiri. Gunung Prau pun menjadi tujuan
pendakian saya yang pertama usai Ramadhan dan Idul Fitri 2016.
Membelah Dinginnya Malam
Kali ini saya berangkat
seorang diri dikarenakan sebelumnya memang tidak ada rencana untuk melakukan
perjalanan ke Gunung Prau. La Nina yang menyebabkan hujan masih senantiasa
turun di tahun 2016 juga membuat saya enggan untuk mengajak kawan. Hanya karena
melihat postingan orang lain saat menyambangi Prau, maka muncul keinginan saya untuk menyambanginya. Akhirnya pada Hari Senin sore sekitar pukul 16.30 WIB
tanggal 25 Juli 2016 berangkatlah saya seorang diri dari kosan di Yogyakarta
menuju Gunung Prau. Perlu diketahui bahwa saya melihat postingan orang lain
mengenai Gunung Prau tersebut pada siang harinya.
Memerlukan waktu sekitar 5 jam untuk sampai di
Base Camp Patak Banteng yang merupakan pintu gerbang pendakian Gunung Prau
karena saya memacu motor dengan begitu santai. Bahkan saya sempat berhenti untuk
beribadah dan makan malam di Alun-alun Kota Magelang sambil menunaikan ibadah
sholat maghrib. Rute yang saya ambil untuk mencapai base camp adalah melalui
Magelang-Temanggung-Wonosobo, tidak lewat Kepil karena jalannya akan begitu
gelap saat malam hari dengan minimnya penerangan jalan.
Rute Jogja-Wonosobo
Sesampainya saya di Wonosobo, gerimis turun yang
semakin menambah dinginnya perjalanan membelah malam tersebut. Syukurlah
gerimis tersebut hanya berlangsung singkat dan cuaca menjadi cerah. Kondisi
jalan sangat sepi malam itu, terlebih saat mulai menanjak menuju Dataran Tinggi
Dieng. Syukurlah atas lindungan Allah SWT perjalanan saya berhasil sampai di Base
Camp Patak Banteng dengan selamat.
Menapaki Gelapnya Prau
ES
tidak langsung naik begitu sampai di base camp. Usai mengurus simaksi, saya beristirahat terlebih dahulu sembari mengisi daya kamera dan HP supaya tidak
kehabisan daya di atas nanti. Barulah setelah berselang 2 jam kemudian dari
kedatangan di base camp sekitar pukul 23.30 WIB, saya mulai berangkat mendaki
Gunung Prau. Jelas saja malam itu begitu sunyi, hanya ada saya seorang diri di
sepanjang rute pendakian Prau via Patak Banteng. Kali ini saya tidak terlalu
takut atau khawatir karena memang rute pendakian Prau tidaklah berat dan juga
tidak terlalu lama. Pendakian Prau via Patak Banteng pun jalurnya jelas
sehingga tidak perlu khawatir tersesat.
Pukul 01.00 WIB
perjalanan saya menapaki Gunung Prau sudah sampai di area perkemahan favorit yang
digunakan oleh para pendaki untuk mendirikan tenda. Ternyata ada banyak pendaki
yang sudah berada di area perkemahan ini. Segera saja saya mendirikan tenda di
tempat yang datar dan terhalang dari embusan angin karena malam itu angin
bertiup lumayan kencang sehingga menurunkan suhu udara di sekitar. Tenda sewaan
berkapasitas 2 orang yang saya bawa pun sudah berdiri tegak dan siap untuk
digunakan. Segera saja saya masuk dan tidur untuk menghapus kelelahan perjalanan
dan rasa kantuk yang melanda.
Pesona Prau
Langit Pagi
Langit pun perlahan
cerah, sebentar lagi pagi tiba. Mumpung matahari belum muncul, maka sholat
subuh adalah hal yang harus dilakukan selagi masih waktunya. Usai melaksanakan
sholat subuh, saya berjalan keluar tenda untuk menikmati suasana. Embusan angin
tidak lagi sekencang malam, cuaca juga cukup cerah saat itu meskipun tampak
awan tebal yang berada jauh di cakrawala. Langit yang mulai cerah membuat
pemandangan ke segala arah yang pada malam hari tidak tampak menjadi terlihat.
Awan Badai di Utara
Ternyata memang apa yang ada di internet
mengenai panorama yang tersaji di Gunung Prau bukanlah suatu kebohongan. Pemandangan
indah ke arah selatan dan timur terbuka luas, meskipun cahaya matahari belum
muncul dari ujung langit timur. Tentu saja suhu udara saat itu masih cukup
dingin sehingga harus sering menggerakkan tubuh agar tidak kedinginan.
Pagi pun Tiba
Ufuk timur semakin lama semakin terang,
bersamaan dengan munculnya matahari pagi secara perlahan tapi pasti. Momen
terbitnya sang mentari pagi pun jelas merupakan sesuatu yang haram hukumnya
untuk dilewatkan begitu saja. Warna langit yang semula berwarna biru pucat
sedikit demi sedikit berubah menjadi biru cerah. Pemandangan ke arah terbuka
pun semakin jelas untuk dinikmati karena lebih terang oleh cahaya matahari.
Belakang: Sumbing; Depan: Sindoro
Panorama andalan Gunung Prau adalah tepat di
sebelah selatan yang mana terdapat 2 gunung besar yaitu si kembar
Sindoro-Sumbing. Letak Sindoro tepat di seberang selatan, sementara Sumbing di
belakangnya dan agak ke timur. Jelas berfoto dengan latar belakang 2 gunung
tersebut akan menghasilkan hasil foto yang menakjubkan. Awan putih yang terbang
perlahan pun semakin memperindah penorama, cocok bagi mereka yang ingin membuat
timelapse.
Kiri: Merbabu; Kanan: Merapi
Tidak hanya Sindoro-Sumbing saja, pemandangan
jauh ke kaki langit sebelah tenggara akan disuguhkan dengan keindahan 2 gunung
besar dari kejauhan yaitu Merapi dan Merbabu. Jika cuaca benar-benar cerah,
maka akan terlihat jajaran pegunungan di sebelah utara Merapi-Merbabu, atau
tepat di sisi timur dari Camping Ground Gunung Prau yaitu Gunung Andong, Gunung
Telomoyo, dan Gunung Ungaran.
Sebenarnya rencana awalnya adalah kembali turun
melalui jalur sebelumnya yaitu Patak Banteng, akan tetapi usai bercengkerama dengan pendaki
lain, saya memutuskan untuk melalui jalur lain yaitu Jalur Dieng.
Rute menuju Jalur Dieng adalah melewati jalan setapak ke arah utara dari Camping Ground yang berada di tengah hamparan padang rumput luas dan bukit-bukit kecil. Sebenarnya Puncak Gunung Prau bukanlah di camping ground yang selama ini diyakini banyak pendaki. Puncak Gunung Prau sendiri berada di salah satu bukit-bukit kecil yang nantinya akan ditemui jika melalui Jalur Dieng. Tentunya bukit yang tertinggi daripada bukit-bukit lainnya yang ada.
ES mulai berjalan turun melalui jalur Dieng sekitar pukul 08.30 WIB. Terdapat 2 jenis rute di Jalur Dieng ini; rute pertama ada di sisi kanan yaitu melewati lembah yang jalannya datar, sementara rute kedua ada di sisi kanan dengan melewati beberapa bukit kecil yang mana jalannya naik-turun. Memang jika melewati rute lembah maka akan lebih cepat sampai dan tidak melelahkan karena jalannya datar, akan tetapi jika melewati rute bukit-bukit kecil perjalanan akan disuguhkan dengan hamparan bentang alam Dataran Tinggi Dieng yang begitu memesona.
Tentu saja rute yang saya pilih adalah yang melalui bukit-bukit kecil karena memang menawarkan pemandangan yang spektakuler. La Nina yang meyebabkan hujan masih sering turun di kawasan Gunung Prau membuat rerumputan masih menghijau, serta kondisi tidak begitu berdebu. Cuaca yang begitu cerah ketika hujan masih sering mengguyur merupakan suatu berkah bagi para traveller.
Ketika saya sampai di puncak salah satu bukit, hamparan pemandangan alam yang luar biasa langsung tersaji di depan mata. Perumahan penduduk Dieng tampak begitu kecil dari ketinggian, sementara areal persawahan tampak membentuk pola kotak-kotak dan bergaris yang terlihat seperti selimut yang sedang dijemur di lantai. Keunikan-keunikan khas yang hanya dimiliki oleh Dataran Tinggi Dieng pun terlihat menawan dari ketinggian seperti Telaga Warna dengan warna kedua danaunya yang berbeda.
Panorama semakin komplit karena atap Provinsi Jawa Tengah yaitu Gunung Slamet dengan ketinggian 3428 meter di atas permukaan laut pun tidak mau ketinggalan untuk menampakkan pesona dengan menampakkan dirinya jauh di ujung kaki langit sebelah barat.
Jelas saja momen ini tidak saya lewatkan untuk mengambil gambar pemandangan-pemandangan menakjubkan tersebut. Memang cukup sulit untuk memfoto diri sendiri karena saya melakukan perjalanan seorang diri, meskipun sudah menggunakan tripod. Berdiri di atas bukit tanpa penghalang apapun membuat angin begitu leluasa berembus dengan kencangnya, beruntung saat itu matahari bersinar dengan cerahnya sehingga suhu udara tidak terlau dingin. Akan tetapi kuatnya embusan angin bahkan mampu merobohkan tripod kamera saya, beruntung tidak sampai terjatuh ke jurang.
Setelah puas
mengabadikan momen, saya kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak.
Rute selanjutnya usai padang rumput adalah mulai memasuki kawasan hutan. Jalur
cukup jelas untuk diikuti yang mana semakin dipermudah dengan adanya papan
petujuk arah. Mendekati base camp, kawasan Dataran Tinggi Dieng semakin jelas
terlihat. Tampak jelas Candi Arjuna yang merupakan salah satu obyek wisata
andalan Dataran Tinggi Dieng dari atas ketinggian.
Tak lama kemudian sampailah saya di Base Camp Gunung Prau via Jalur Dieng. Sebenarnya ada rencana saya untuk sekalian menjelajahi kawasan Dataran Tinggi Dieng siang itu, akan tetapi rencana tersebut batal terlaksana lantaran hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya. Hujan deras tersebut juga membuat saya tidak bisa meninggalkan Base Camp Dieng sehingga memutuskan untuk tidur saja sembari berharap hujan cepat mereda.
Hujan pun akhirnya mereda, akan tetapi langit belum sepenuhnya cerah. Gerimis masih sesekali turun mengguyur kawasan Dieng. Akhirnya saya memutuskan kembali saja ke Base Camp Patak Banteng untuk mengambil sepeda motor yang memang berada di sana. Beruntung tidak sulit untuk kembali ke Base Camp Patak Banteng karena sudah tersedia banyak bus dengan harga murah yang bisa digunakan untuk kembali.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai kembali ke Base Camp Patak Banteng. Setelah sampai, langsung saja saya melapor kepada petugas setempat dan bersiap untuk mengambil motor. Sayangnya saat saya baru akan mengambil motor, hujan kembali turun dengan derasnya sehingga saya memutuskan untuk kembali beristirahat sembari menunggu hujan reda. Saat hujan mereda, langsung saja saya mulai memanasi motor dan bersiap untuk kembali.
Sebelum meninggalkan
Dieng, terlebih dahulu saya memacu motor ke kawasan Candi Arjuna di atas, siapa
tahu cuaca sudah membaik. Namun ternyata langit masih tetap gelap dengan awan
hujannya yang siap menurunkan kembali hujan derasnya kapan saja. Cuaca yang
tidak memungkinkan untuk melakukan penjelajahan membuat saya akhirnya memutuskan
untuk meninggalkan kawasan Dataran Tinggi Dieng sembari berharap bahwa dalam
penjelajahan selanjutnya cuaca akan cerah.
Lngit Timur
Turun via Dieng
Usai puas mengabadikan keindahan, saya kembali ke tenda untuk beristirahat dan makan pagi dengan roti plus minuman coklat yang dibeli di warung sebelum berangkat mendaki. Tidak hanya makan pagi, saya juga melakukan persiapan untuk perjalanan turun untuk efisiensi waktu.
Camp Ground Gn. Prau
Menuju Jalur Dieng
Rute menuju Jalur Dieng adalah melewati jalan setapak ke arah utara dari Camping Ground yang berada di tengah hamparan padang rumput luas dan bukit-bukit kecil. Sebenarnya Puncak Gunung Prau bukanlah di camping ground yang selama ini diyakini banyak pendaki. Puncak Gunung Prau sendiri berada di salah satu bukit-bukit kecil yang nantinya akan ditemui jika melalui Jalur Dieng. Tentunya bukit yang tertinggi daripada bukit-bukit lainnya yang ada.
Rute Kiri Jalur Dieng
ES mulai berjalan turun melalui jalur Dieng sekitar pukul 08.30 WIB. Terdapat 2 jenis rute di Jalur Dieng ini; rute pertama ada di sisi kanan yaitu melewati lembah yang jalannya datar, sementara rute kedua ada di sisi kanan dengan melewati beberapa bukit kecil yang mana jalannya naik-turun. Memang jika melewati rute lembah maka akan lebih cepat sampai dan tidak melelahkan karena jalannya datar, akan tetapi jika melewati rute bukit-bukit kecil perjalanan akan disuguhkan dengan hamparan bentang alam Dataran Tinggi Dieng yang begitu memesona.
Dieng Plateau from Above
Tentu saja rute yang saya pilih adalah yang melalui bukit-bukit kecil karena memang menawarkan pemandangan yang spektakuler. La Nina yang meyebabkan hujan masih sering turun di kawasan Gunung Prau membuat rerumputan masih menghijau, serta kondisi tidak begitu berdebu. Cuaca yang begitu cerah ketika hujan masih sering mengguyur merupakan suatu berkah bagi para traveller.
Telaga Warna
Ketika saya sampai di puncak salah satu bukit, hamparan pemandangan alam yang luar biasa langsung tersaji di depan mata. Perumahan penduduk Dieng tampak begitu kecil dari ketinggian, sementara areal persawahan tampak membentuk pola kotak-kotak dan bergaris yang terlihat seperti selimut yang sedang dijemur di lantai. Keunikan-keunikan khas yang hanya dimiliki oleh Dataran Tinggi Dieng pun terlihat menawan dari ketinggian seperti Telaga Warna dengan warna kedua danaunya yang berbeda.
Gunung Slamet; 3428 mdpl
Panorama semakin komplit karena atap Provinsi Jawa Tengah yaitu Gunung Slamet dengan ketinggian 3428 meter di atas permukaan laut pun tidak mau ketinggalan untuk menampakkan pesona dengan menampakkan dirinya jauh di ujung kaki langit sebelah barat.
Saia
Jelas saja momen ini tidak saya lewatkan untuk mengambil gambar pemandangan-pemandangan menakjubkan tersebut. Memang cukup sulit untuk memfoto diri sendiri karena saya melakukan perjalanan seorang diri, meskipun sudah menggunakan tripod. Berdiri di atas bukit tanpa penghalang apapun membuat angin begitu leluasa berembus dengan kencangnya, beruntung saat itu matahari bersinar dengan cerahnya sehingga suhu udara tidak terlau dingin. Akan tetapi kuatnya embusan angin bahkan mampu merobohkan tripod kamera saya, beruntung tidak sampai terjatuh ke jurang.
Dieng Plateau
Candi Arjuna
Tak lama kemudian sampailah saya di Base Camp Gunung Prau via Jalur Dieng. Sebenarnya ada rencana saya untuk sekalian menjelajahi kawasan Dataran Tinggi Dieng siang itu, akan tetapi rencana tersebut batal terlaksana lantaran hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya. Hujan deras tersebut juga membuat saya tidak bisa meninggalkan Base Camp Dieng sehingga memutuskan untuk tidur saja sembari berharap hujan cepat mereda.
Gerbang Pendakian Prau via Dieng
Hujan pun akhirnya mereda, akan tetapi langit belum sepenuhnya cerah. Gerimis masih sesekali turun mengguyur kawasan Dieng. Akhirnya saya memutuskan kembali saja ke Base Camp Patak Banteng untuk mengambil sepeda motor yang memang berada di sana. Beruntung tidak sulit untuk kembali ke Base Camp Patak Banteng karena sudah tersedia banyak bus dengan harga murah yang bisa digunakan untuk kembali.
Kawasan Dataran Tinggi Dieng
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai kembali ke Base Camp Patak Banteng. Setelah sampai, langsung saja saya melapor kepada petugas setempat dan bersiap untuk mengambil motor. Sayangnya saat saya baru akan mengambil motor, hujan kembali turun dengan derasnya sehingga saya memutuskan untuk kembali beristirahat sembari menunggu hujan reda. Saat hujan mereda, langsung saja saya mulai memanasi motor dan bersiap untuk kembali.
Diguyur Hujan
Perjalanan yang Masih Berlanjut
Maka
berakhirlah perjalanan saya di kawasan Dieng bersamaan dengan laju motor Fit-S
milik saya yang semakin mendekati Kota Wonosobo. Memang saat itu perjalanan saya menjelajahi Gunung Prau telah usai, tetapi rangkaian perjalanan kali ini belum
sepenuhnya selesai. Sore itu memang perjalanan saya mengarah ke Yogyakarta, akan
tetapi tiba-tiba saja muncul ide untuk membelokkan motor kearah timur saat
melewati Magelang, bukan lurus ke Selatan sampai ke Yogyakarta.
Dan perjalanan ini masih belum selesai….>>>LANJUTAN
Dan perjalanan ini masih belum selesai….>>>LANJUTAN
Bonus:
1 komentar
wuaaah keceeeeh
pergi seorang diri ke gunung, hujan-hujanan..
bener-bener perjuangan traveler
enak ya di prau, bisa lihat apa aja sejauh mata memandang
semoga suatu hari aku bisa ke prau mount
siap jadi tour guide kan? hehehe
Posting Komentar